Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Tinggal di negara tropis, tentu membuat Moms ekstra waspada dengan penyakit-penyakit yang mungkin timbul akibat gigitan nyamuk. Jika selama ini Moms hanya mewaspadai demam berdarah dengue (DBD), maka sekarang Anda juga harus mewaspadai Japanese encephalitis (JE).
Nah, untuk meningkatkan kewaspadaan Anda akan penyakit yang disebabkan oleh nyamuk ganas model baru ini, mari simak beberapa fakta mengenai JE, Moms.
1. Jenis Radang Otak Tersering di Asia
Bagi kebanyakan orang, nama penyakit Japanese encephalitis atau biasa disingkat JE mungkin masih asing terdengar. Padahal, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebutkan kalau JE adalah penyakit radang otak tersering di sebagian besar Asia dan sebagian Pasifik Barat, termasuk Indonesia.
2. Disebabkan oleh Nyamuk
Menurut IDAI, ini adalah suatu penyakit infeksi virus JE yang ditularkan oleh nyamuk. Sebenarnya penularan virus JE hanya terjadi di antara nyamuk, bayi, dan atau burung rawa. Namun manusia juga bisa tertular jika terkena gigitan nyamuk Culex tritaeniorhynchus yang sudah terinfeksi JE.
3. Gejalanya Mirip Flu
Walau bisa mengakibatkan kematian, namun penyakit JE ternyata bisa nyaris tanpa gejala lho, Moms. Pada mereka yang merasakan gejala JE, gejalanya pun tidak spesifik karena menyerupai flu. Tanda dan gejala radang otak sendiri baru muncul antara 4-14 hari setelah tergigit nyamuk jenis Culex yang terinfeksi. Beberapa gejala utamanya, adalah:
⢠Mendadak demam tinggi,
⢠Perubahan status mental,
⢠Sakit kepala,
⢠Gangguan bicara,
⢠Gangguan berjalan, dan
⢠Muncul gejala gastrointestinal.
4. Anak Rentan Kejang!
Hampir semua anak yang terserang JE mengalami kejang. Menurut data Kementerian Kesehatan RI, kejang terjadi pada 75 persen kasus anak. Beberapa gejala awal lainnya adalah:
⢠Demam,
⢠Rewel,
⢠Mual,
⢠Muntah,
⢠Diare,
⢠Kejang.
5. Banyak Menyerang Remaja
Berdasarkan hasil survei Kementerian Kesehatan RI pada 2016 lalu, diketahui bahwa sebanyak 85 persen kasus JE di Indonesia terdapat pada kelompok usia 15 tahun, sedangkan 15 persennya pada kelompok usia di atas 15 tahun.
6. Angka Kematian Lebih Tinggi pada Anak
JE adalah jenis penyakit yang sangat berbahaya, karena bisa menyebabkan kematian. Menurut data IDAI, ada 67.900 kasus JE setiap tahunnya, dengan angka kematian 20-30 persen, dan mengakibatkan gejala gangguan saraf sisa pada 30-50 persen.
Mirisnya, angka kematian akibat JE ini lebih tinggi pada anak, terutama anak dengan usia kurang dari 10 tahun.
7. Mengganggu Kecerdasan Anak
Bagi penderita JE yang bertahan hidup, umumnya mereka masih akan mengalami gejala sisa, seperti:
⢠Gangguan sistem motorik (seperti lumpuh dan gerakan abnormal),
⢠Gangguan perilaku (agresif, emosi tak terkontrol, depresi, gangguan perhatian),
⢠Gangguan intelektual (retardasi),
⢠Gangguan fungsi saraf lain (gangguan ingatan, epilepsi, kebutaan).
8. Faktor Risikonya Banyak
IDAI menyebutkan kalau penularan JE disebabkan oleh beberapa faktor risiko, di antaranya:
⢠Peningkatan populasi nyamuk pada musim hujan,
⢠Tidak adanya antibodi spesifik JE (alami maupun dari imunisasi),
⢠Tinggal di daerah endemik JE,
⢠Perilaku yang meningkatkan kemungkinan tergigit nyamuk.
9. Bisa Dicegah dengan Vaksin
Walaupun belum ditemukan obat yang spesifik efektif menyembuhkan infeksi JE, penyakit mematikan ini bisa dicegah dengan vaksin lho, Moms. "Program vaksin terbukti sangat efektif mencegah dan menurunkan beban akibat dari penyakit ini. Di beberapa negara Asia, seperti Jepang, Cina, Taiwan, Korea, dan Thailand, program imunisasi sudah diadakan untuk anak-anak sehingga insidensi JE menurun di beberapa dekade terakhir," tulis Prof. DR. Dr. Dwi Prasetyo, SpA(K), Satgas Imunisasi IDAI, dalam laman resmi IDAI.
10. Bayi Juga Perlu Vaksin JE
Vaksin JE sudah bisa diberikan pada bayi usia 9 bulan. Organisasi Kesehatan Dunia merekomendasikan pemberian dosis tunggal vaksin JE, khususnya untuk mereka yang tinggal di area endemis. Perlukah booster? Tentu saja ini diperlukan untuk memberikan perlindungan jangka panjang, yang bisa Anda berikan pada 1-2 tahun setelah vaksin pertama.
Bagaimana jika anak tidak tinggal di daerah endemis? Karena mencegah lebih baik daripada mengobati, maka Anda tetap disarankan untuk memberikan vaksin JE untuk anak, khususnya usia 9 bulan sampai 15 tahun ya, Moms. IDAI juga merekomendasikan pemberian vaksin JE untuk para wisatawan yang akan tinggal lebih dari 1 bulan di daerah endemis. (Tiffany Warrantyasri/SW/Dok. Freepik)