Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Menahan buang air kecil bukanlah sebuah kebiasaan yang baik, karena hal ini bisa meningkatkan risiko Anda mengalami infeksi saluran kemih bahkan batu ginjal. Tapi di sisi lain, kemampuan menahan buang air kecil menjadi tanda Moms tidak memiliki overactive bladder. Memangnya, apa sih yang dimaksud dengan overactive bladder? Apa gejalanya dan bagaimana cara menanganinya? Untuk menjawabnya, yuk simak penjelasan berikut ini, Moms!
Bukan Sebuah Penyakit
Percayakah Moms bahwa overactive bladder cukup umum dialami oleh manusia? Menurut Urology Care Foundation, hampir 30% laki-laki dan 40% perempuan di Amerika Serikat memiliki overactive bladder. Banyak orang memiliki kondisi ini namun tidak mendapatkan bantuan medis karena malu atau tak tahu dengan kondisi mereka.
Hal yang perlu dipahami pertama adalah overactive bladder bukanlah sebuah penyakit, melainkan kumpulan gejala masalah urinari. Overactive bladder berbeda dengan stress urinary incontinence (SUI), yakni kondisi di mana urine akan keluar saat bersin atau batuk. Overactive bladder hanya merupakan urgensi keinginan untuk pipis yang terlalu sering dan tak bisa ditahan. Jadi, kondisi ini tak benar-benar berbahaya.
Gejala Overactive Bladder
Gejala utama overactive bladder adalah dorongan untuk buang air kecil yang tiba-tiba dan sangat kuat sehingga Anda tak bisa menahannya. Tak jarang hal ini membuat Anda jadi takut mengompol jika tak segera buang air kecil.
Dengan overactive bladder, Moms juga bisa mengalami kebocoran urine atau mengompol ketika sudah kebelet pipis, buang air kecil dengan frekuensi yang sangat sering, serta sering bangun tengah malam dan ke kamar mandi hanya untuk buang air kecil.
Penyebab Overactive Bladder
Ketika kandung kemih penuh dengan urine, maka otak akan memberi sinyal pada kandung kemih untuk mengeluarkannya segera. Otot-otot kandung kemih akan meremas sehingga urine keluar melalui uretra. Saat kandung kemih tidak penuh, maka otot-ototnya akan rileks.
Pada kondisi normal, otak akan memberi sinyal bahwa kandung kemih penuh tapi Moms masih bisa menahannya. Namun berbeda halnya dengan overactive bladder, Moms tidak bisa menahan urgensi untuk pipis, bahkan jika kandung kemih Anda belum penuh sekalipun. Pada pemilik overactive bladder, saraf sinyal tidak bekerja dengan sempurna.
Ada beberapa faktor risiko seseorang memiliki overactive bladder, yakni:
⢠Gangguan neurologi
⢠Perubahan hormon
⢠Otot pelvis yang lemah atau kejang.
⢠Infeksi saluran urine.
⢠Efek samping dari pengobatan tertentu.
⢠Penyakit otak atau tulang belakang, seperti stroke atau multiple sklerosis.
Cara Menangani Overactive Bladder
Konsultasi dengan ahli medis merupakan tindakan tepat untuk mengetahui cara penanganan yang sesuai untuk Anda yang memiliki overactive bladder. Meskipun begitu, ada beberapa hal yang umum dilakukan untuk menangani gangguan ini, antara lain:
1. Mengurangi konsumsi makanan dan minuman yang bisa mengganggu kandung kemih, seperti kopi, teh, dan makanan pedas.
2. Membuat diari buang air kecil. Cara ini akan membuat Moms lebih memahami apa saja yang memicu rasa kebelet pipis yang tak tertahankan dan menghindarinya.
3. Latihan menahan pipis. Awali dengan menahan pipis semenit atau dua menit, dengan begini Moms bisa menahannya lebih lama. Namun, cara ini perlu mendapatkan persetujuan dari ahli medis terlebih dulu.
4. Membuat jadwal buang air kecil. Cara ini bisa membantu mencegah rasa kebelet pipis yang tak tertahankan.
5. Melakukan olahraga otot kandung kemih, seperti senam Kegel, quick flick, dan biofeedback.
6. Mengonsumsi obat-obatan khusus. Tapi, langkah ini perlu didasarkan oleh resep dokter.
7. Stimulasi saraf. Langkah ini juga perlu didasarkan oleh persetujuan dokter.
8. Bedah medis. (Gabriela Agmassini/SW/Dok. Freepik)