Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Baru-baru ini, sebuah tren mengonsumsi plasenta di kalangan beberapa ibu baru kembali menuai kontroversi. Pasalnya, tren aneh tersebut yang semula diklaim dapat meningkatkan energi, mencegah depresi pasca persalinan, sebagai vitamin, dan meningkatkan elastisitas kulit, ternyata tidak terbukti kebenaran manfaatnya.
Perlu diketahui, plasenta bertindak sebagai filter untuk menyerap dan melindungi pertumbuhan janin dari racun dan polutan selama kehamilan. Beberapa ibu percaya bahwa mengonsumsi organ plasenta dapat meningkatkan energi, mendorong produksi ASI, dan mencegah depresi pasca melahirkan. Namun, sebuah penelitian di Amerika Serikat baru-baru ini memperingatkan bahwa konsumsi plasenta tidak terbukti secara ilmiah memiliki manfaat kesehatan, bahkan hal itu diduga bisa membahayakan diri sendiri dan bayi Anda.
Salah satu penulis studi tersebut, Dr. Kristal Clark, mulai tertarik pada fenomena ini setelah beberapa pasien ibu hamil bertanya padanya apakah mengonsumsi plasenta dapat membawa manfaat bagi mereka. "Saya terkejut bahwa fenomena ini telah beredar lebih luas dari yang saya perkirakan. Popularitasnya meningkat di beberapa tahun terakhir," ungkap Dr. Clark, seperti dilansir Daily Mail.
Untuk itu, ia mencoba menguji teori ini dengan mengajak para ilmuwan dari Northwestern University. Mereka menguji 10 studi penelitian tentang placentophagy, tentang manfaat mengonsumsi plasenta. Mereka mengatakan bahwa studi ini ternyata dinyatakan gagal dan konsumsi plasenta pada manusia ataupun hewan tidak terbukti manfaat kesehatannya, baik dikonsumsi mentah, dimasak, atau dalam bentuk pil.
Dalam uji coba teorinya, mereka tidak menemukan adanya bukti bahwa konsumsi plasenta bisa mengurangi rasa sakit dan depresi pasca melahirkan, menambah zat besi, termasuk manfaat-manfaat lainnya bagi tubuh. Semua manfaat kesehatan itu tidak terbukti.
“Dalam hasil studi yang menunjukkan manfaat plasenta ternyata terlalu banyak laporan yang bersifat subjektif. Namun, belum ada penelitian ilmiah yang menyelidiki manfaat atau risiko mengonsumsi plasenta,” tambah Dr. Clark.
Diharapkan, para dokter dapat menginformasikan kepada pasien tentang kebenaran mitos-mitos kesehatan pasca persalinan yang beredar, agar mitos tersebut tidak menjerumuskan mereka. Hal ini juga dapat membantu para ibu agar tidak salah mengambil keputusan. (Aulia/DT/dok.Daily Mail)