Type Keyword(s) to Search
TOODLER

Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus dan Karakteristiknya

Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus dan Karakteristiknya

Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond

Setiap anak yang lahir ke dunia ini adalah anak yang istimewa. Tentu saja! Mereka punya kelebihan dan bakat masing-masing. Namun, ada anak yang memiliki keistimewaan baik dari segi fisik maupun psikis atau dikenal juga sebagai anak berkebutuhan khusus.

Akan tetapi, apa yang sebenarnya dimaksud ketika mengatakan "anak berkebutuhan khusus"? Dikutip dari laman Kids Health, anak berkebutuhan khusus adalah setiap anak yang mungkin membutuhkan bantuan ekstra karena masalah medis, emosional, atau pembelajaran.

Anak-anak istimewa ini memiliki kebutuhan khusus karena mereka mungkin memerlukan obat-obatan, terapi, atau alat bantu lainnya, hal-hal yang biasanya tidak dibutuhkan atau mungkin dibutuhkan sesekali oleh anak-anak lainnya.

Baca juga: Tantrum pada Anak Berkebutuhan Khusus dan Penanganannya

Nah, berikut ini jenis-jenis anak dengan kebutuhan khusus dan karakteristiknya yang perlu Anda ketahui.

1. Autisme

Autisme, atau gangguan spektrum autisme, didefinisikan sebagai hambatan perkembangan yang memengaruhi kemampuan anak dalam memahami hal-hal di sekitar dan berkomunikasi dengan orang lain–memengaruhi keterampilan dasar dan sosial anak.

Autisme biasanya ditandai dengan adanya reaksi intens terhadap suara, bau, atau cahaya, keterlambatan bahasa, keterlambatan perkembangan, dan cenderung senang menyendiri. Umumnya, tanda-tanda autisme muncul pada usia 2 atau 3 tahun. Namun dalam beberapa kasus, tanda-tanda autisme juga dapat muncul lebih awal dan sering kali dapat didiagnosis sejak usia 18 bulan.

Tanda-tanda autisme dapat berbeda-beda pada setiap anak, ada beberapa anak dengan autisme yang mungkin memerlukan bantuan yang signifikan dalam menjalani kehidupan sehari-hari, sementara anak dengan autisme lainnya mungkin membutuhkan lebih sedikit bantuan, bahkan dapat hidup secara mandiri.

Tergantung tingkat keparahan gangguannya, autisme dapat dikurangi secara signifikan dengan mengikuti program-program yang difokuskan dalam mengajarkan keterampilan-keterampilan dasar yang terhambat dari anak ini, termasuk mengajarkan interaksi sosial, pengaturan diri, dan menjadi pembelajar yang lebih mandiri.

2. ADHD

Menurut American Psychiatric Association, ADHD (attention-deficit/hyperactivity disorder) adalah salah satu gangguan mental yang paling umum menyerang anak-anak. Anak dengan ADHD biasanya memiliki hambatan perkembangan otak yang dapat memengaruhi perhatian dan pengendalian diri, sehingga cenderung lebih sulit untuk menunggu, mendengarkan, dan mengikuti arahan, jika dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Anak dengan ADHD juga biasanya lebih impulsif, tidak mampu menjaga fokus, hiperaktif, terburu-buru, dan sering membuat kesalahan ceroboh.

Namun perlu dipahami, karena banyak anak kecil yang sering merasa gelisah dan mudah terganggu, sebagai orang tua, Anda tidak boleh terlalu cepat menyimpulkan bahwa anak Anda mungkin menderita ADHD. Jika Anda melihat tanda-tanda ADHD pada anak secara berulang, konsultasikan dengan dokter anak untuk diagnosis. ADHD dapat diobati dengan kombinasi pengobatan, terapi, dan pendampingan.

3. Down syndrome

Mengutip Mayo Clinic, Down syndrome adalah kelainan genetik yang terjadi ketika pembelahan sel menghasilkan salinan ekstra dari kromosom 21, menyebabkan komplikasi dalam perkembangan fisik anak. Ini juga bisa memengaruhi perkembangan kemampuan berpikir dan bernalar, serta bisa menyebabkan kelainan medis, termasuk gangguan jantung dan pencernaan. Anak dengan Down syndrome biasanya juga memiliki keterlambatan berbicara daripada anak-anak lain.

Beberapa ciri-ciri fisik umum dari Down syndrome meliputi leher pendek, wajah rata atau datar (terutama batang hidung), bentuk telinga yang tidak biasa atau kecil, kepala kecil, tangan lebar dan pendek dengan satu lipatan di telapak tangan, kelopak mata miring ke atas (palpebral fissures), jari-jari yang relatif pendek dan tangan serta kaki yang kecil, bintik-bintik putih kecil pada iris mata (bintik Brushfield), dan memiliki tinggi badan yang lebih pendek daripada anak-anak seusianya.

Dengan deteksi dini dan tergantung tingkat keparahan, melalui pengobatan dan terapi, anak dengan Down syndrome sangat mungkin untuk tumbuh secara mandiri di masyarakat.

4. Cerebral palsy

Cerebral palsy adalah gangguan perkembangan otak yang tidak normal, yang bisa terjadi sebelum, selama, atau segera setelah kelahiran. Ini dapat menyebabkan gangguan gerakan tubuh, fleksibilitas anggota badan, postur yang tidak biasa, gerakan yang tidak disengaja, berjalan tidak stabil, atau beberapa kombinasi dari semuanya.

Anak dengan kebutuhan khusus ini juga dapat memiliki masalah dalam menelan, mengurangi rentang gerak karena kekakuan otot dan ketidakseimbangan otot mata di mana mata tidak fokus pada objek yang sama.

Anak dengan cerebral palsy biasanya membutuhkan kombinasi obat-obatan, terapi, alat bantu, dan pendampingan seumur hidup. Namun tergantung pada tingkat keparahannya, ada beberapa anak dengan cerebral palsy yang dapat menjalani hidup secara mandiri tanpa bantuan.

5. Epilepsi

Epilepsi merupakan gangguan neurologis yang memengaruhi sistem saraf pusat yang menghambat sinyal-sinyal yang digunakan untuk mengontrol fungsi tubuh, indra, dan pikiran.

Anak dengan epilepsi biasanya rentan mengalami kejang berulang, yang dapat mencakup gerakan menyentak yang tidak terkendali, kehilangan kesadaran, atau bahkan ketakutan dan kecemasan tanpa alasan.

Gangguan ini dapat dikontrol dengan konsumsi obat-obatan antiepilepsi dan operasi (jika diperlukan). Bahkan mungkin ada kesempatan bagi beberapa anak untuk mengatasi epilepsi mereka secara alami seiring dengan bertambahnya usia.

6. Tunanetra

Tunanetra, atau dikenal dengan kebutaan, adalah gangguan penglihatan sebagian atau total. Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, anak tunanetra biasanya hanya mampu membaca huruf pada jarak 6 meter, di mana anak-anak pada umumnya dapat membaca pada jarak 21 meter yang diukur dengan tes Snellen chart. Anak tunanetra tentu dapat mengalami hambatan dan keterbatasan dalam kemampuan bergerak dan berinteraksi.

7. Tunarungu

Tunarungu adalah istilah untuk menggambarkan kondisi anak yang mengalami gangguan pada organ pendengaran, yang bisa menyebabkan tidak dapat atau kurang mampu mendengar dengan baik. Hal ini tentu bisa memengaruhi kemampuan anak dalam mengembangkan keterampilan berbicara, bahasa, dan sosial.

Anak tunarungu umumnya sukar mendengar percakapan dengan pendengaran pada jarak normal, memiliki kesulitan berbicara, dan perbendaharaan kata yang terbatas. Anak dengan kebutuhan khusus seperti ini membutuhkan alat bantu dengar, terapi bicara, dan latihan artikulasi untuk membantunya belajar dan berinteraksi.

8. Tunagrahita

Menurut American Association of Mental Deficiency, disabilitas intelektual atau dikenal juga dengan tunagrahita, adalah istilah yang digunakan ketika anak memiliki keterbatasan tertentu dalam fungsi intelektual umum, keterampilan sosial, dan keterampilan dasar. Ini dapat menyebabkan anak mengalami keterlambatan perkembangan dan kesulitan belajar dibandingkan anak-anak lainnya.

Anak dengan tunagrahita umumnya mengalami kesulitan belajar berbicara atau belajar berjalan, sulit mengingat sesuatu, tidak mengerti cara mengurus kebutuhan diri sendiri, mengalami kesulitan memecahkan masalah, dan/atau mengalami kesulitan berpikir logis.

9. Tunadaksa

Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tunadaksa adalah kondisi anak memiliki gangguan gerak akibat kelumpuhan, kelainan bentuk dan fungsi tubuh, atau kelainan anggota gerak.

Anak dengan jenis kebutuhan khusus ini sangat mungkin mengalami gangguan psikologis karena kondisi fisik yang dialaminya, seperti tidak memiliki rasa percaya diri dan tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan sosialnya.

10. Tunalaras

Menurut Pusat Studi Individu Kebutuhan Khusus, tunalaras adalah kondisi anak mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial, mengalami hambatan dalam pembelajaran, bahkan berperilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di sekitarnya.

Anak tunalaras umumnya memiliki gangguan makan, gangguan perilaku dan gangguan tidur, mudah cemas, takut atau khawatir tanpa alasan, tidak suka mengikuti aturan, suka mengganggu, membangkang, dan mudah marah. (M&B/Fariza Rahmadinna/SW/Foto: Nicola Barts/Pexels)