Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Kisah kelahiran yang langka terjadi pada Joanna Krzysztonek yang berasal dari Wroclaw, Polandia. Saat hamil, ia mengandung tiga janin, yang artinya kembar tiga ketika mereka dilahirkan. Sayangnya, saat kehamilannya berusia 21 minggu, bayi pertamanya lahir prematur, namun tak dapat diselamatkan karena terlalu lemah.
Tak ingin kehilangan kedua anaknya yang masih ada di dalam kandungan, para dokter pun langsung bergegas menyelamatkan kedua janin tersebut dengan menunda kelahirannya. Perempuan yang saat itu berusia 31 tahun itu diberikan pengobatan untuk menghentikan kontraksi, lalu tali pusar Si Kecil diikat dan dimasukkan kembali ke dalam rahim Sang Ibu.
Perjuangan Joanna untuk mempertahankan kedua janinnya agar tetap selamat masih belum selesai. Joanna juga diharuskan berbaring di tempat tidur dengan sudut kemiringan 30 derajat dan kakinya menunjuk ke atas untuk mengurangi risiko rahim berkontraksi lagi. Meski tak nyaman, ia harus bertahan berbaring dengan posisi seperti itu selama 2,5 bulan atau 75 hari.
“Saya harus disiplin untuk tidak bergerak sedikit pun dari tempat tidur selama 75 hari itu. Memang hal ini tidak nyaman sama sekali, tetapi para suster selalu menyemangati saya,” ujar Joanna.
Ketika usia kehamilan mencapai 32 minggu, para dokter memutuskan untuk melakukan proses persalinan melalui Caesar pada 15 Februari 2012. Kedua bayi itu pun lahir dengan selamat meskipun berat badan Si Kecil masih di bawah 1 kg. Dua bayi kembar yang diberi nama Iga dan Ignacy ini pun harus segera masuk inkubator.
“Saya lega karena sudah diberi kesempatan untuk mempertahankan kehamilan dan melahirkan Si Kecil dengan sukses,” ujar Joanna lega.
Menurut Profesor Mariusz Zimmer selaku kepala bagian kebidanan dan neo-natal klinik di Wroclaw, proses persalinan yang dialami Joanna dianggap sudah dimulai ketika bayi pertamanya lahir.
“Persalinan dimulai dengan kelahiran bayi pertamanya yang prematur dan tidak selamat. Seluruh proses yang dijalaninya sangatlah berisiko. Selama 75 hari itu, ia seperti bertahan agar tidak lari dari bom hidup,” kata Profesor Mariusz seperti dikutip Dailymail.com. (Risia Ruswati/TW/Dok. Dailymail, Reuters)