Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Mendengar istilah “tantrum” saja mungkin sudah bisa membuat Anda merinding ya, Moms. Bagaimana tidak, anak tantrum tanpa alasan yang jelas memang salah satu hal yang paling ditakutkan orang tua. Terlebih, jika Si Kecil tantrum di tempat umum, seperti di mal, toko mainan, atau supermarket. Wah, sudah pasti Anda dan Si Kecil akan menjadi pusat perhatian, dan tidak ada yang bisa menolong Anda.
Kabar baiknya, tanturum tidak selalu menjadi berita buruk lho, Moms. Ternyata ada banyak sisi positif di balik tantrum, yang tentunya baik bagi tumbuh kembang anak. Dilansir dari Parents.com, inilah 10 alasan tantrum adalah hal yang baik bagi anak (dan Anda!).
1. Menangis dapat membantu anak untuk belajar.
Pernah melihat anak tantrum karena bangunan Lego yang ia buat jatuh dan rusak? Namun setelah tantrum, ia justru bisa membangunnya kembali, bahkan lebih bagus dari sebelumnya. Hal seperti ini sering terjadi, karena setelah tantrum berakhir, muncul pikiran yang jernih. “Bagi anak, belajar adalah hal yang sama alaminya dengan bernapas,” ujar Patty Wipfler, founder Hand in Hand Parenting.
“Namun ketika anak tidak bisa konsentrasi atau mendengarkan, biasanya ada masalah emosional yang menghalangi perkembangan ini.” Para peneliti menyarankan untuk memberikan tempat yang tenang saat belajar, dan saat itu anak harus bahagia dan tenang. Sedangkan mengekspresikan emosinya lewat tantrum adalah bagian dari itu semua.
2. Si Kecil bisa tidur lebih lelap.
Seperti orang dewasa, anak juga bisa terjaga sepanjang malam karena ada hal yang membebani pikirannya, atau dia sedang mengolah sesuatu yang terjadi di hidupnya. Membiarkan anak untuk meluapkan emosinya lewat tantrum dapat meningkatkan kesejahteraan emosionalnya, dan dapat membuatnya tidur lelap sepanjang malam.
3. Anda berkata 'tidak' dan anak menerimanya.
Biasanya anak mulai tantrum karena Anda berkata 'tidak,' entah karena Anda tidak mengizinkannya bermain, membeli mainan, atau minum es. Dan sikap Anda itu sudah benar, Moms! Dengan berani mengatakan 'tidak' maka Anda baru mengajarinya batasan untuk melakukan hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Walau anak tantrum, Anda harus tetap pada pendirian Anda untuk melarangnya, namun jangan lupa katakan 'tidak' sambil memberinya pelukan, cinta, dan empati.
4. Anak merasa aman untuk memberi tahu Anda perasaannya.
Umumnya, anak menggunakan tantrum untuk memanipulasi orang tua agar mengabulkan keinginannya. Ketika Anda tetap menolak, maka timbul tantrum. Ternyata berita baiknya adalah, Si Kecil menerima kata-kata 'tidak' yang Anda berikan, dan tantrum adalah bentuk ekspresi dari perasaannya.
Saat anak menangis karena tidak dibelikan permen, sebenarnya ia tidak lagi menangisi permen, tapi perhatian dan koneksi kuat dari orang tuanya. Jadi tetap katakan 'tidak' namun jangan lupakan empati untuknya.
5. Tantrum membuat Anda lebih dekat.
Saat anak tantrum, biarkan ia mengatasi badai perasaannya, jangan coba untuk menghentikannya atau mengatasi masalahnya. Jangan bicara terlalu banyak, namun tawarkan ia pelukan hangat. Percaya atau tidak, biasanya anak akan menerima pelukan tulus dari Anda, dan tidak ada pelukan yang lebih romantis dari itu.
6. Tantrum membangun sikapnya jadi lebih baik.
Walau hanya diminta untuk melakukan hal sederhana, seperti berpakaian atau menyikat gigi, hal ini bisa membuatnya tantrum. Tenang, Moms! Semua itu merupakan tanda umum bahwa Si kecil sedang berjuang untuk mengatasi emosinya sendiri. Ketika ia sangat tantrum, ia bisa untuk menangkan dengan cara paling alami, yaitu bekerjasama dengan dirinya sendiri.
7. Tantrum di rumah, bebas tantrum di depan umum.
“Semakin banyak waktu yang kita berikan untuk mendengarkan perasaan Si Kecil di rumah, maka semakin kecil kemungkinan perasaannya akan meledak di luar rumah,” jelas Michelle Pate, parenting instructor di Hand in Hand Parenting. Jadi jika kita mau mendengarkan keluh kesah anak di rumah, maka biasanya ia akan memilih untuk tantrum di rumah, ketika ia rasa orang tuanya lebih bisa mendengarkannya.
8. Anak melakukan hal, yang kebanyak orang tua sudah lupa caranya.
Ketika anak semakin dewasa, ia akan lebih jarang menangis dan tantrum. Mungkin inilah proses pendewasaan dirinya. Dan ketika orang tua sedang tertekan, kita sering lupa kalau kita juga boleh dan butuh menangis juga! Ya, kenapa tidak. Jadi belajar dari Si Kecil, jangan sungkan untuk menangis pada orang terdekat Anda, karena seperti yang kita bahas di poin 1, setelah tantum berakhir, terbitlah pikiran jernih.
9. Tantrum (juga) mengurangi beban Anda.
Setelah menghadapi momen emosional dengan anak Anda, luangkan waktu untuk memanjakan diri sendiri, ngobrol dengan sahabat, tertawa, dan mungkin menangislah jika itu menenangkan. Bersikap tenang memang butuh latiham, namun jika Anda bisa melakukannya, Anda benar-benar melatih otak Anda untuk lebih tenang dan menjadi orang tua yang lebih damai.
10. Lebih baik mengeluarkan emosi, dari memendamnya.
Tahukah Anda kalau air mata mengandung kortisol, atau hormon stres. Jadi ketika anak (atau kita) menangis, maka artinya benar-benar mengeluarkan stres dari tubuh. Menangis juga terbukti menurunkan tekanan darah dan meningkatkan kesejahteraan emosional. Kini Anda mengerti kan, kenapa mood Si Kecil sangat membaik setelah ia berhasil melalui momen tantrumnya?
“Menangis bukan rasa sakit, melainkan sebuah proses untuk terbebas dari rasa sakit,” ujar Deborah MacNamara, Ph.D., parent educator dan penulis Rest, Play, Grow: Making Snse of Preschoolers (or Anyone Who Acts Like One). (Tiffany Warrantyasri/Dok. Freepik)