Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Diagnosa secara klinis dapat dilakukan pada tahap persalinan kala ketiga, yaitu saat bayi sudah dilahirkan dan plasenta siap dikeluarkan. Jika plasenta tidak juga keluar dalam waktu setengah jam, perlu dicurigai adanya risiko placenta accreta. Diagnosa lain bisa dilakukan dengan USG. Namun diagnosa pasti dapat diketahui dengan mengangkat rahim dan mengirimnya ke laboratorium patologi anatomi, untuk mengetahui sampai di mana batas akar plasenta sudah menembus, apakah sampai batas otot (endometrium), otot (myometrium), atau lebih dari otot (perimetrium).
Placenta accreta masih bisa dilepaskan dan biasanya penanganannya dilakukan dengan cara konvensional (manual plasenta), yaitu mengangkat plasenta yang menempel sebanyak-banyaknya dengan tangan. Ini adalah penanganan pertama yang paling aman yang dapat dilakukan setelah diagnosa klinis. Setelah itu dilakukan embolisasi (penekanan) pada pembuluh darah agar perdarahan berhenti. Namun walaupun sudah dilakukan pengangkatan plasenta sebanyak-banyaknya, tetap ada kemungkinan ada bagian plasenta yang tertinggal, dan ini dapat menimbulkan robekan yang luas sehingga menyebabkan perdarahan. Hal ini dapat menyebabkan ibu meninggal karena kehabisan darah. Sekitar 25 persen ibu yang mengalami kasus ini akan mengalami kejadian fatal ini.
Namun kini, karena risiko kematian ibu sangat tinggi, metode manual plasenta sudah jarang dipakai pada kasus kelainan plasenta. Pada kasus placenta increta dan percreta, di mana plasenta tidak bisa lagi dilepas, jalan satu-satunya untuk menyelamatkan pasien adalah dengan melakukan histerektomi atau pengangkatan rahim.
Tindakan lain yang mungkin dapat dilakukan untuk menyelamatkan ibu, yaitu meninggalkan plasenta di dalam dan memblok/mengembolisasi arteri uterina (arteri yang memberi darah bagi rahim). Diharapkan setelah enam bulan, plasenta tersebut akan diserap sendiri oleh tubuh ibu. Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah meninggalkan plasenta di dalam rahim dan menyuntikkan sitostatika (obat antikanker) setiap minggu untuk mematikan jaringan plasenta itu. Biasanya, dalam empat minggu, plasenta akan meluruh dan keluar dengan sendirinya. (SDS/Aulia/DT/dok.M&B)
BACA JUGA: Apa Itu Placenta Accreta? (1)