FAMILY & LIFESTYLE

Stres & Risiko Serangan Jantung


Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond


Sebuah studi baru menunjukkan, varian genetik yang memiliki respons stres terlalu aktif disebut dapat meningkatkan proses serangan jantung, bahkan risiko kematian pada penderita penyakit jantung. Para peneliti di Duke University menemukan bahwa orang dengan penyakit jantung yang membawa varian genetik tersebut, memiliki risiko sebesar 38 persen lebih tinggi mengalami serangan jantung, hingga meninggal dunia. Hal tersebut juga diperparah dengan beberapa faktor risiko lainnya, seperti obesitas, riwayat merokok, usia, dan tingkat keparahan penyakit.

Sedangkan, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa varian gen yang memiliki hormon kortisol yang terlalu aktif, dapat meningkatkan risiko stres hingga dua kali lipat, dibanding orang yang tidak memiliki varian gen tersebut. Hormon kortisol sendiri merupakan hormon yang memengaruhi tingkat stres seseorang.

Menurut peneliti studi, Beverly H. Brummett, Ph.D., yang juga profesor Psikiatri dan Ilmu Perilaku di Duke mengatakan, kadar hormon kortisol memang memiliki efek pada metabolisme tubuh, seperti terjadinya peradangan dan berbagai gangguan fungsi biologis lain yang meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.

"Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kortisol yang tinggi merupakan prediksi peningkatan risiko penyakit jantung. Jadi, kami ingin meneliti ini lebih dalam," ungkap Prof Brummett seperti dilansir dalam Huffington Post.

Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal PLoS ONE, melibatkan analisis varian genetik pada 6.100 pasien kateterisasi jantung di Duke, yang 13 persen di antaranya memiliki variasi genetik dengan sensitivitas stres yang tinggi.

"Jika kita teliti lebih lanjut, kita mungkin dapat menemukan cara untuk mengurangi reaksi kortisol terhadap stres, baik melalui terapi perilaku atau terapi obat. Hal ini juga diharapkan dapat mengurangi kematian akibat serangan jantung," tambah Prof. Brummett.

Pada 2012, sebuah studi penelitian yang diterbitkan dalam American Journal of Cardiology menyatakan bahwa persepsi stres juga memainkan peran besar dalam kesehatan jantung. Bahkan, dalam 6 penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang berpikir bahwa mereka sedang stres memiliki risiko penyakit jantung koroner yang lebih tinggi. (Aulia/DT/dok.freedigitalphotos)