Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Bepergian atau traveling memiliki makna yang berbeda bagi setiap individu. Ada yang bepergian untuk healing, ada pula yang menganggapnya sebagai cara mengusir kebosanan. Bagi Annisa Malati (32), traveling punya makna tersendiri.
Bagi wanita yang sempat berprofesi sebagai host acara petualang ini, bepergian merupakan salah satu cara untuk memperkaya diri, bukan dalam hal materi, melainkan pengetahuan dan pengalaman.
Hal inilah yang menjadi salah satu alasan Annisa jatuh cinta pada dunia traveling dan ingin menularkannya kepada kedua buah hatinya, Anindra Cattleya Yumna (7) dan Arkananta Ayra Jingga (2).
Lalu sejak kapan Annisa mulai suka bertualang? Dan bagaimana caranya memperkenalkan dunia traveling dan petualangan kepada kedua anaknya? Yuk, baca wawancara lengkap M&B bersama Annisa Malati yang menjadi Mom of the Month Juni 2023 berikut ini.
Apa saja kegiatan Anda saat ini?
Kalau saat ini, pastinya saya full time jadi ibu di rumah. Tapi, saya masih suka mengerjakan sejumlah campaign. Saya juga masih tetap menjadi content creator, tapi yang lebih ke family atau keluarga. Ada beberapa content yang soal traveling juga.
Hanya saja, berhubung saat ini saya sudah memiliki anak, selain untuk melepas penat, traveling atau bepergian bisa menjadi salah satu cara untuk mengajarkan anak agar lebih mengenal dunia luar dan lebih dekat dengan alam.
Apa sih makna traveling atau bertualang bagi seorang Annisa Malati?
Makna traveling bagi saya, kalau dahulu bisa dibilang sebagai salah satu cara untuk melepas penat. Hanya saja, berhubung saat ini saya sudah memiliki anak, selain untuk melepas penat, traveling atau bepergian bisa menjadi salah satu cara untuk mengajarkan anak agar lebih mengenal dunia luar dan lebih dekat dengan alam.
Boleh diceritakan awalnya bisa menjadi presenter acara traveling atau petualangan?
Awalnya saat saya bekerja di salah satu stasiun televisi. Saat itu, saya tercatat sebagai karyawan office. Lalu tiba-tiba ditawari untuk mengikuti casting.Kebetulan sebelum bekerja, saya memang sudah suka traveling dan bertualang. Salah satu kegiatan yang paling saya sukai adalah naik gunung.
Jadi ketika saya lagi meng-input rencana naik gunung, tiba-tiba ada salah satu kru yang bekerja di bagian program traveling tersebut menawarkan untuk casting. Dia melihat rencana saya dan bertanya, apakah saya suka naik gunung.
Saya pun ikut casting dan akhirnya diterima dan dipercaya untuk menjadi presenter program tersebut. Namun, ketika saya menikah dan harus memilih salah satu, jadi saya memilih keluar dari acara petualangan itu.
Sampai pada akhirnya, ketika saya mulai rutin traveling, saya menemukan banyak kegiatan yang belum pernah saya coba. Dan hal inilah yang membuat saya semakin jatuh cinta dengan dunia traveling.
Dikenal sebagai presenter acara petualang, seperti Jejak Petualang dan Explore Indonesia, Anda memang suka dengan kegiatan-kegiatan yang bisa dibilang memacu adrenalin?
Saat masih duduk di bangku SMA, saya memang sudah tergabung dengan kelompok pecinta alam. Dari situlah awal saya mengenal dunia traveling, karena memang saya menyukai kegiatan naik gunung.
Sampai pada akhirnya, ketika saya mulai rutin traveling, saya menemukan banyak kegiatan yang belum pernah saya coba. Dan hal inilah yang membuat saya semakin jatuh cinta dengan dunia traveling.
Saat dipercaya menjadi host acara traveling, rasanya seperti hobi yang tersalurkan dengan baik. Lagipula, siapa sih yang mau menolak ketika kita mendapat bayaran untuk melakukan hobi kita? Rasanya hampir semua orang memiliki impian seperti itu. Dan hingga 2020, saya masih menjadi presenter acara traveling.
Nah, sebagai ibu, apakah hobi bertualang ini juga ditularkan ke anak-anak?
Iya, tentunya. Waktu saya sudah banyak tersita untuk traveling. Jadi saat pulang ke rumah, artinya waktunya saya mengajak anak-anak traveling.
Hingga kini memang belum pernah mengajak anak-anak ke daerah yang terlalu jauh. Tapi, pastinya saya suka mengenalkan mereka dengan kegiatan di alam.
Kebetulan saya suka dapat job off-air, seperti berkemah. Nah, saat itulah saya bisa mengajak anak. Hingga kini, baru kakak yang diajak berkemah. Untuk anak kedua, karena saya hamil saat pandemi maka belum pernah diajak melakukan kegiatan seperti itu lagi.
Hingga saat ini, Si Kakak sudah diajak traveling ke mana saja?
Kalau traveling paling jauh, ya Singapura. Kalau untuk petualangannya, dia sudah pernah ikut saya berkemah di kaki Gunung Merapi. Di area situ ada camping ground bernama Cangkringan. Saya mengajak Kakak berkemah di tempat itu saat usianya baru menginjak enam bulan.
Mengajak bayi berkemah, apakah ada rasa khawatir?
Sebelum berangkat, saya sudah melakukan riset terlebih dahulu apa saja yang perlu dibawa. Di umur 6 bulan, anak tuh sudah bisa merasakan panas dan dingin serta menyalurkan apa dirasakannya, misalnya dengan cara menangis. Jadi, karena sudah ada persiapan, saya tidak terlalu khawatir lagi.
Dan surprisingly, ternyata Kakak terlihat happy selama menginap di tenda, tidak cranky sama sekali. Tidurnya pun nyenyak banget.
Sangat wajar jika orang tua yang mengajak anak berkemah tuh merasa khawatir pada awalnya. Kami pun berpikir, aman enggak, ya? Namun, kami sudah prepare semua, seperti membawa obat-obatan buat jaga-jaga jika kakak panas saat sedang berkemah. Selain itu, saya juga membawa baju lebih banyak untuk dipakai berlapis oleh bayi selama berkemah.
Dan yang saya sukai, saat saya mengajak anak untuk traveling, maka saya bisa mengajarkan mereka untuk mandiri, misalnya mereka jadi tahu apa yang harus dibawa. Walau ujung-ujungnya saya yang packing, anak-anak tetap membantu mempersiapkan barang bawaan.
Seberapa penting membiasakan anak untuk traveling dan mengenal alam? Dan menurut Anda, apa manfaatnya?
Menurut saya, sangat penting. Saya sering membaca artikel bahwa mengenalkan anak ke alam tuh sesungguhnya punya banyak manfaat, baik bagi kemampuan sensorik maupun motoriknya. Selain itu, anak juga bisa lebih tahu banyak hal.
Dan yang saya sukai, saat saya mengajak anak untuk traveling, maka saya bisa mengajarkan mereka untuk mandiri, misalnya mereka jadi tahu apa yang harus dibawa. Walau ujung-ujungnya saya yang packing, anak-anak tetap membantu mempersiapkan barang bawaan.
Anak pun lebih aware dengan dirinya sendiri. Mereka akan bertanya, “Kita mau ke gunung, dingin ya, Ma? Berarti aku harus bawa jaket, ya”. Jadi dia lebih mengenal diri sendiri dan tahu kebutuhannya sendiri.
Apa nilai-nilai yang ingin Anda tanamkan kepada anak-anak dengan mengajaknya bepergian atau bertualang?
Pastinya yang pertama adalah kemandirian. Kedua, saya juga ingin anak untuk keluar dan jangan di rumah terus-menerus, karena di luar banyak hal yang bisa dilihat dan bisa diambil sebagai pelajaran.
Kebetulan pekerjaan menuntut saya untuk traveling ke pelosok. Ketika saya pulang traveling, saya suka bercerita kepada anak-anak seperti, “Mama tadi ketemu ini. Mama habis melihat ini, lho.” Dan ternyata, cerita saya membuat anak-anak jadi penasaran. Mereka akan banyak bertanya. Jadi dengan begitu, saya juga meningkatkan rasa ingin tahu mereka tentang apa saja sih yang ada di Indonesia.
Saya juga bersyukur memiliki support system yang mengerti pekerjaan saya. Kebetulan suami juga bekerja di dunia yang sama sehingga sudah ada saling pengertian.
Tidak sedikit orang yang beranggapan negatif terhadap Moms yang memilih traveling seorang diri atau bersama teman-temannya dalam rangka me time. Menurut Anda bagaimana?
Setiap orang boleh saja punya pandangan pribadi. Namun, kalau saya sendiri yang menjalani, maka tergantung bagaimana kita memosisikan peran kita saja. Dan kebetulan saat saya pertama kali memiliki anak dan masih dipercaya membawakan program traveling, saya berusaha menjelaskan kepada anak, “Ini pekerjaan Mama. Jika suatu saat nanti Kamu akan menjalani karier yang sama, maka Kamu akan mengerti.”
Pertama, saya akan mengenalkan pekerjaan saya dan selalu berusaha untuk berkata sesungguhnya kepada anak “Mama bekerja” dan tidak berbohong dengan mengatakan Mama hanya pergi sebentar ya, padahal perginya lama.
Jadi saya selalu menjelaskan kalau Mama akan bekerja, Mama akan pergi ke daerah ini, dan untuk berapa lama. Dijelaskan juga kepada anak, mungkin saat berada di daerah ini Mama akan kehilangan sinyal telepon sehingga mungkin tidak bisa memberi kabar.
Dan karena konteks saya bepergian sebagai pekerjaan, jadi saya tidak terlalu memedulikan omongan negatif soal ibu yang suka traveling. Di sisi lain, saya juga bersyukur memiliki support system yang mengerti pekerjaan saya. Kebetulan suami juga bekerja di dunia yang sama sehingga sudah ada saling pengertian.
Sebagai sosok yang mungkin sudah melancong ke berbagai penjuru Indonesia, bagaimana Anda melihat perkembangan industri pariwisata di Indonesia?
Kalau saat ini, pastinya sudah jauh lebih maju. Akses ke tempat wisata sudah lebih mudah. Yang dimaksud bukan sekadar akses transportasi, tetapi juga akses informasinya. Kini sudah banyak platform yang bisa kita gali untuk mengetahui tempat-tempat wisata di Indonesia.
Berbeda dengan dulu, informasi tidak terlalu mudah didapat. Akses transportasi pun sulit. Dulu saya pernah ke suatu tempat yang penerbangan ke daerah itu hanya satu minggu sekali. Tapi informasi terakhir, penerbangan ke daerah tersebut saat ini sudah tiga hingga empat kali dalam seminggu.
Jadilah traveler yang bijak. Bijak dalam arti, tidak sekadar memberitahukan ke dunia luas bahwa inilah keindahan Indonesia. Hanya saja, lebih berhati-hati dalam mengemasnya. Jadi ketika orang berkunjung, kita juga sudah memberi pesan untuk tidak merusak tempat wisata tersebut.
Lalu bagaimana dengan masyarakatnya sendiri? Apakah orang Indonesia sudah cukup mampu menjaga tempat wisata mereka?
Nah, kalau saya tipikal orang yang tidak suka memberikan informasi terlalu banyak karena memang masih ada tempat yang perlu dijaga. Karena masih banyak tempat di Indonesia yang bagus, tapi sayang banget kalau sampai rusak karena viral.
Menurut saya, tergantung seberapa perlu daerah tersebut diviralkan atau tidak. Karena terkadang, saking viralnya maka orang-orang hanya ingin mengekspos tapi tidak memikirkan sustainability-nya dan bagaimana ke depannya. Faktanya, saat ini juga banyak daerah wisata yang mengalami hal seperti itu. Setelah viral, ditinggalkan lalu terbengkalai atau malah rusak karena viral.
Pesan buat masyarakat Indonesia tentang bagaimana menjaga dan membangun industri pariwisata di negeri ini?
Jadilah traveler yang bijak. Bijak dalam arti tidak sekadar memberitahukan ke dunia luas bahwa inilah keindahan Indonesia, tapi lebih berhati-hati dalam mengemasnya. Jadi ketika orang berkunjung, kita juga sudah memberi pesan untuk tidak merusak tempat wisata tersebut.
Harapan Anda terhadap industri pariwisata di Indonesia?
Semoga makin maju, makin berkembang, dan orang-orang yang berkunjung pun makin cerdas. Selain itu, fasilitasnya bisa dilengkapi sehingga makin menunjang objek pariwisata tersebut, seperti akses transportasi dan tempat sampah yang selalu jadi permasalahan di Indonesia.
Dan perlu disadari bahwa kita masih kekurangan SDM yang ahli dan mumpuni untuk beberapa destinasi wisata. Ujung-ujungnya, daerah tersebut dikelola pihak luar sehingga kita tidak menggunakan masyarakat lokalnya yang seharusnya lebih paham. (M&B/Wieta Rachmatia/SW/Foto: Insan Obi/Digital Imaging: Raghamanyu Herlambang/MUA: Arimbi/Stylist: Gabriela Agmassini, Putik Thalita/Wardrobe: Filoposy (@filoposy), Bil&Bul (@bilandbul_babywear)/Property: Nestudio (@nestudio_com))