BUMP TO BIRTH

Ini Penyebab Keguguran yang Paling Sering Terjadi pada Ibu Hamil


Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond


Setiap ibu hamil tentu menginginkan kehamilannya berjalan dengan lancar tanpa adanya kendala. Akan tetapi, ada kalanya masalah datang dan menyebabkan keguguran.

Keguguran merupakan peristiwa terhentinya kehamilan secara spontan saat usia kehamilan belum mencapai 20 minggu. Seperti dilansir situs Mayo Clinic, sebagian besar kasus keguguran terjadi pada awal kehamilan atau sebelum 12 minggu. Bahkan tak jarang keguguran terjadi sebelum seorang ibu menyadari bahwa dirinya tengah mengandung.

Tanda-tanda keguguran

  • Pendarahan atau flek dari vagina. Pendarahan juga bisa disertai dengan keluarnya jaringan dari vagina yang berbentuk seperti gumpalan darah.
  • Munculnya rasa nyeri di perut bagian bawah yang terasa seperti kram menstruasi yang sangat sakit.
  • Keluarnya cairan berwarna putih merah dari vagina.
  • Berkurangnya gejala kehamilan, seperti rasa mual dan nyeri payudara.
  • Sakit punggung yang parah.
  • Tubuh terasa lemah.
  • Demam.

Penyebab keguguran pada ibu hamil

Banyak hal yang bisa menyebabkan keguguran. Berikut adalah 4 kondisi yang paling sering memicu terjadinya keguguran.

1. Kromosom abnormal

Lebih dari setengah keguguran dalam 13 minggu pertama kehamilan terjadi karena masalah dengan kromosom bayi. Kromosom mengandung gen yang menentukan sifat unik bayi, seperti warna rambut dan mata. Seorang bayi tidak dapat tumbuh secara normal dengan jumlah kromosom yang salah atau rusak. Nah, berikut ini adalah hal yang perlu Anda perhatikan mengenai kromosom abnormal:

  • Tidak ada cara untuk mencegah masalah kromosom yang terjadi.
  • Seiring bertambahnya usia, terutama setelah usia 35 tahun, risiko ibu untuk mengalami masalah kromosom secara khusus dan keguguran secara umum akan meningkat.
  • Keguguran yang dipicu oleh masalah kromosom biasanya tidak terjadi lagi pada kehamilan berikutnya.

2. Kondisi medis

Masalah kesehatan yang dialami bumil juga bisa memicu terjadinya keguguran. Risiko keguguran akan meningkat apabila Moms mengalami:

  • Infeksi seperti cytomegalovirus atau campak Jerman.
  • Penyakit kronis yang tidak terkontrol dengan baik, seperti diabetes atau tekanan darah tinggi.
  • Penyakit tiroid, lupus, dan gangguan autoimun lainnya.
  • Masalah dengan rahim atau leher rahim, seperti fibroid, rahim berbentuk tidak normal atau serviks terbuka/melebar terlalu cepat, dan masalah pada serviks.

3. Gaya hidup

Bukan tanpa alasan, bumil harus lebih memperhatikan gaya hidup sehat. Pasalnya, gaya hidup juga bisa memengaruhi kondisi janin dalam kandungan. Berikut ini adalah kebiasaan buruk yang bisa menjadi faktor risiko penyebab terjadinya keguguran:

  • Merokok. Merokok memang dikenal sebagai salah satu pemicu berbagai masalah kesehatan. Bahkan sejumlah penelitian juga menunjukkan adanya peningkatan risiko keguguran jika hanya ayah yang merokok.
  • Mengonsumsi minuman beralkohol.
  • Menggunakan obat-obatan terlarang.
  • Kurang memperhatikan asupan nutrisi dalam makanan sehari-hari.
  • Kurang beristirahat.
  • Stres.

4. Bahaya dari lingkungan

Selain menjadi perokok pasif, paparan zat kimia tertentu di lingkungan Moms juga bisa menjadi pemicu keguguran, seperti:

  • Merkuri yang dilepaskan dari termometer yang rusak atau lampu neon.
  • Pelarut seperti pengencer cat serta penghilang noda dan pernis.
  • Pestisida untuk membunuh serangga atau tikus.
  • Arsenik yang ditemukan di dekat lokasi limbah atau air sumur.

Selain penyebab yang telah disebutkan di atas, masih ada sejumlah faktor yang bisa memperbesar risiko terjadinya keguguran. Faktor berat badan ibu (baik terlalu kurus maupun mengalami obesitas) dan usia ibu yang terlalu tua atau terlalu muda saat hamil juga bisa menyebabkan keguguran.

Oleh sebab itu, Moms perlu memperhatikan apa saja faktor risiko keguguran dan sebisa mungkin menghindarinya. Jangan ragu juga untuk segera berkonsultasi dengan dokter apabila Anda merasa berisiko menghadapi gangguan kesehatan selama masa kehamilan. (M&B/Wieta Rachmatia/SW/Foto: Freepik)