FAMILY & LIFESTYLE

Thalita Latief: Menaklukkan Tantangan sebagai Single Mom


Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond


Menjadi seorang single mom tentunya bukan perkara mudah. Banyak tantangan yang harus dihadapi, terutama dalam hal membesarkan anak tanpa adanya pasangan.

Hal ini juga dirasakan oleh Thalita Latief (33). Aktris sekaligus presenter ini mengakui tidak mudah membesarkan sang buah hati, Rafello Dimitri Rizky (9), seorang diri. Namun, tak mau banyak berkeluh kesah, Thalita lebih memilih untuk berusaha menjalani kehidupannya sebaik mungkin demi Rafello.

Lantas, bagaimana cara Thalita membagi waktu untuk anak dan pekerjaannya? Dan apa harapan terbesarnya bagi Rafello? Simak wawancara eksklusif M&B bersama Thalita Latief di Hotel Kempinski, Jakarta, berikut ini, Moms.

Single mom. Apa yang tebersit di benak Anda saat mendengar kata ini?

Tough and strong. Sebagai seorang single mom, saya harus menjadi sosok yang tangguh sekaligus kuat.

Sebagai seorang single mom, tantangan apa saja yang dirasakan, terutama dalam membesarkan anak?

Tantangannya adalah ketika saya harus menjadi seorang ibu sekaligus seorang ayah. Akan tetapi, saya dan Rafello tuh lebih memilih untuk mencoba menjalani kehidupan ini saja sebaik mungkin karena setiap hari ada saja pengalaman yang baru.

Selain itu, Rafello kan masih dalam masa pertumbuhan. Saya sendiri selalu berusaha untuk menyesuaikan. Jadi semuanya dibiarkan berjalan secara alami. Tapi yang pasti, saya memberikan Rafello aturan yang konkret sehingga dia secara perlahan mengerti bahwa ibunya memiliki aturannya sendiri. Dengan begitu, dia tidak compare dengan orang lain. Saya berusaha memberikan pengertian bahwa setiap rumah, setiap keluarga, pasti memiliki aturan dari orang tuanya masing-masing.

Sejak awal, saya sudah memilih prioritas, yaitu anak. Jadi sekarang pun, anak tetap menjadi prioritas dalam mengatur jadwal.

Pernahkah menghadapi hal-hal yang kurang menyenangkan sebagai seorang single mom?

Ehm… Enggak sih. Sejauh ini, semua aman.

Lantas, apa pengalaman yang menyenangkan sebagai seorang ibu yang membesarkan Rafello seorang diri?

Salah satunya adalah hal-hal yang berkaitan dengan prestasi akademisnya, misalnya saat dia mendapatkan achievement tertentu atau menyaksikan penampilannya di show sekolah.Sebelum pandemi, setiap semester biasanya ada show. Melihat anak menampilkan keahliannya tuh sudah cukup untuk membuat saya terharu dan bangga.

Sebagai single mom, bagaimana cara membagi perhatian kepada anak dan aktivitas lain seperti pekerjaan?

Saya sebenarnya sudah terbiasa hidup dengan schedule sejak kecil. Jadi soal membagi waktu antara mengurus Rafello, pekerjaan, menjadi ibu rumah tangga, dan lain sebagainya, sesungguhnya sudah dibiasakan sejak Rafello masih kecil.

Tidak ada banyak perubahan soal pembagian waktu sejak dulu hingga saya sekarang menjadi single mom. Sejak awal, saya sudah memilih prioritas, yaitu anak. Jadi sekarang pun, anak tetap menjadi prioritas dalam mengatur jadwal.

Setelah anak, baru atur waktu bekerja. Lalu sisanya mungkin bisa untuk me time atau family time, tapi ini tidak utama. Jika memang ada sisa waktu dari memenuhi kebutuhan Rafello dan bekerja, baru saya melakukan hal lain.

Inilah alasan saya memilih untuk berbisnis. Jadi saya bisa lebih leluasa mengatur waktu buat Rafello dan keluarga. Karena bagaimana pun juga, sebagai single mom, saya tidak bisa bergantung kepada orang lain. So, tentu saja saya harus bekerja lebih keras. Jadi waktu saya, pertama tentu saja untuk Rafello, kedua untuk pekerjaan, dan sisanya bisa digunakan untuk mencoba hal-hal baru yang tentu saja menghasilkan karena tak dapat dimungkiri, saya juga perlu menabung untuk masa depan Rafello, seperti untuk biaya sekolahnya atau kuliahnya. Semua harus dipersiapkan dari sekarang.

Menurut Anda, apakah seorang single Mom bisa mengurus dan membesarkan anak sendiri atau tetap harus bekerja dengan mantan pasangan?

Mungkin sebenarnya harus bisa dua-duanya, mengurus sendiri dan bekerja sama dengan mantan. Tapi terkadang, kita harus menghadapi salah satu kondisi saja. Kalau saya pribadi, apa pun pilihan yang ada di depan saya, maka saya harus bisa melakukannya, siap atau tidak siap.

Pasalnya, ada pasangan yang baik-baik saja dalam hal berkomunikasi meski sudah berpisah, tapi ada juga pasangan yang tidak bisa melakukan hal seperti itu. Awalnya memang sulit beradaptasi dengan kondisi seperti ini, tapi lama-kelamaan akan terbiasa dan akan baik-baik saja.

Rafello sekarang sudah memasuki usia 9 tahun. Apakah ada perubahan sikap pada dirinya mengingat ia sudah memasuki fase praremaja?

Kalau perubahan sikap sih, belum ya. Secara personal, masih anak-anak banget. Belum ada gaya ABG-nya. Paling hanya perubahan fisik sedikit-sedikit. Tapi soal sikap, belum ada. Hanya saja, saat ini dia jauh lebih mau mengerti atau memahami banyak hal dibandingkan sebelumnya.

Adakah harapan-harapan untuk Rafello kelak dia sudah dewasa?

Saya hanya ingin Rafello tumbuh menjadi sosok laki-laki yang bijaksana. Apabila dia bisa menjadi sosok yang bijaksana bagi dirinya sendiri, maka dia akan bijaksana dalam hal lainnya. Menjadi bijaksana, berarti dia harus bisa bertanggung jawab, disiplin, memiliki tata krama, etika, dan sopan santun. Itulah alasan saya selalu mengajarkan hal-hal mendasar seperti itu di rumah. Rafello harus tahu etika dasar seperti meminta maaf, berterima kasih, meminta tolong, dan permisi. Dia adalah anak laki-laki dan suatu saat nanti dia akan menjadi seorang kepala keluarga. Jadi dia perlu menjadi sosok yang bijaksana.

Sebagai ibu yang baik, saya memberikan segalanya untuk Rafello, tapi bukan berarti memanjakannya. Saya ingin Rafello tahu, dengan segala fasilitas yang saya berikan, dia akan memanfaatkannya untuk bisa berkembang. Dengan berkembang, dia akan bisa mencari jalan atau mencari pekerjaan dalam kehidupannya nanti setelah dewasa.

Saat ini, Rafello juga dibiasakan untuk melakukan hal-hal sederhana seperti menaruh sepatu di tempatnya, handuk di tempatnya, dan disiplin dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Dengan begitu, dia akan belajar untuk bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan belajar untuk mandiri.

Saat Rafello bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, maka ia bisa menularkannya kepada orang lain. Sebagai ibu, saya ingin mendidik Rafello menjadi laki-laki seperti itu. Dan saya selalu berusaha menghargai segala usahanya.

Menjadi bijaksana, berarti dia harus bisa bertanggung jawab, disiplin, memiliki tata krama, etika, dan sopan santun. Itulah alasan saya selalu mengajarkan hal-hal mendasar seperti itu di rumah.

Perceraian mungkin terkesan sebagai hal yang tabu. Namun apa persepsi orang tentang perceraian yang menurut Anda salah?

Setiap orang tentunya punya persepsi yang berbeda-beda tentang banyak hal, termasuk perceraian. Hal itu bisa disebabkan karena mereka tidak merasakan kondisi yang sesungguhnya. They don’t know. Namun saya sendiri tidak terlalu memedulikan persepsi orang. Saya lebih memilih untuk saling menghargai saja.

Menurut Anda, apakah penting ada komunikasi dan keterbukaan dalam kehidupan berpasangan?

Penting banget. Selain itu, tentunya ada trust atau kepercayaan dan saling support. Dengan begitu, suami dan istri akan saling menghargai. Ingat, suami dan istri bukan saingan melainkan harus bekerja sama sehingga kehidupan berumah tangga akan menjadi indah.

Dalam pernikahan ada istilah perjanjian pranikah. Apakah hal itu penting dilakukan oleh pasangan yang akan menikah?

Kalau soal perjanjian pranikah, tergantung individunya. Itu hak setiap orang karena masing-masing memiliki pandangan yang berbeda.

Tips membesarkan anak sebagai seorang single mom?

Sejauh ini sih, dibawa asyik saja karena membesarkan anak itu tidak mudah. Jadi dinikmati saja.Sebagai seorang ibu, saya juga bukan sosok yang sempurna. Saya punya kekurangan dan keterbatasan. Di sisi lain, kondisi inilah yang membuat kita perlu banyak belajar, bertanya kepada orang tua, kakak, atau teman. Jadi jangan malu bertanya, jangan malu cari tahu, dan jangan ragu untuk menambah ilmu. Satu hal lagi, sebagai single parent kita harus bisa memahami diri sendiri sebelum memahami orang lain, termasuk memahami anak. (M&B/Wieta Rachmatia/SW/Foto dan Digital Imaging: Saeffie Adjie Badas/Lokasi: Hotel Kempinski, Jakarta)