Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Moms, tentunya Anda sudah tidak asing ya, mendengar kata air ketuban. Ya, air ketuban merupakan cairan yang mengelilingi bayi Anda selama kehamilan, yang punya peran penting dalam menjaga dan membantu perkembangan janin.
Air ketuban berfungsi untuk memberikan ruang bagi janin bergerak dan berkembang, melindungi janin dari benturan dan tekanan di luar rahim, mendorong perkembangan paru-paru janin saat ia menghirup cairan ketuban, melindungi dari infeksi, dan menjaga suhu janin tetap konsisten di dalam rahim.
Umumnya air ketuban memiliki warna yang bening atau sedikit kekuningan. Namun pada beberapa kasus, kelainan pada air ketuban bisa saja dialami ibu hamil dan menjadi pertanda adanya masalah pada kehamilan. Salah satu kelainan yang sering ditemukan adalah air ketuban berwarna keruh.
Baca juga: Jangan Sampai Kurang! Ini Cara Memperbanyak Air Ketuban
Penyebab air ketuban berwarna keruh
Ada beberapa penyebab air ketuban bisa berwarna keruh, yakni:
1. Infeksi bakteri pada kantong dan air ketuban
Kondisi ini dikenal dengan istilah korioamnionitis. Umumnya korioamnionitis disebabkan oleh infeksi bakteri yang biasanya berasal dari saluran kemih bumil. Secara khusus, infeksi bisa dimulai dari vagina, anus, atau rektum lalu naik ke rahim tempat janin berada.
Infeksi korioamnionitis tak hanya bisa menyebabkan perubahan warna ketuban menjadi keruh dan berbau busuk, tapi juga bisa membuat bumil mengalami demam, peningkatan denyut nadi pada bumil dan janin, bumil berkeringat, dan rahim menjadi lunak. Dalam banyak kasus, infeksi ini juga bisa menyebabkan air ketuban pecah dini sehingga bayi harus segera dilahirkan.
2. Tercampur dengan mekonium
Mekonium merupakan istilah medis yang diartikan sebagai feses pertama bayi yang normalnya dikeluarkan setelah bayi lahir. Namun pada kasus tercampurnya air ketuban dengan mekonium, ini bisa disebabkan oleh kehamilan yang sudah melewati waktu atau bayi mengalami stres saat di dalam rahim. Mekonium yang bercampur dengan air ketuban bisa menyebabkan air ketuban berubah warna menjadi kekuningan, kehijauan, atau kecokelatan.
Bila air ketuban yang tercampur dengan mekonium terhirup atau ditelan oleh bayi, ini bisa menghambat saluran pernapasannya dan mengurangi kadar oksigen di dalam tubuhnya. Lebih jauh lagi, kondisi ini juga bisa menyebabkan bayi mengalami gangguan pernapasan saat setelah lahir atau beberapa jam setelahnya.
3. Anemia hemolitik pada bayi
Air ketuban yang berubah warna menjadi keruh atau kekuningan juga bisa menjadi pertanda kondisi bilirubin bayi yang berlebih yang diakibatkan oleh anemia hemolitik. Anemia hemolitik adalah kelainan darah pada janin atau bayi baru lahir, di mana sel darah merah mudah rusak atau tidak bertahan lama.
Selain kondisi di atas, perubahan warna air ketuban menjadi keruh dan berwarna kemerahan bisa disebabkan adanya darah ibu atau janin di dalam air ketuban. Sementara, bila air ketuban berubah menjadi berwarna gelap, ini bisa menandakan bahwa janin meninggal dalam kandungan.
Waspadai gejalanya, Moms!
Bila banyak atau sedikitnya air ketuban dapat dideteksi secara berkala melalui USG saat kontrol dengan dokter kandungan, perubahan warna pada air ketuban justru sebaliknya. Sebagian besar kasus menunjukkan bahwa ibu hamil mendeteksi perubahan warna tersebut saat air ketuban mulai pecah. Maka, apabila Moms melihat air ketuban berwarna kehijauan atau kecokelatan, sebaiknya Anda segera memeriksakannya ke dokter kandungan.
Meskipun demikian, ada beberapa gejala yang bisa menunjukkan bumil mengalami air ketuban keruh, seperti:
- Demam tinggi
- Pergerakan janin melambat
- Terasa nyeri di rahim
- Ukuran dan berat badan janin tidak sesuai usia
- Timbul aroma menyengat saat ketuban pecah.
Untuk mengantisipasi kelainan pada ketuban, termasuk perubahan warna pada air ketuban tersebut, pastikan Moms rutin memeriksakan kehamilan Anda ke dokter kandungan. Ingatlah bahwa air ketuban yang keruh bisa saja menjadi pertanda masalah dalam kehamilan Anda yang nantinya mungkin dapat berbahaya bagi janin bila tidak ditangani dengan tepat. (M&B/Vonda Nabilla/SW/Foto: Valeria_aksakova/Freepik)