Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Air ketuban memiliki peranan penting dalam kehamilan. Bukan sekadar melindungi janin, air ketuban juga memiliki sejumlah manfaat bagi pertumbuhan janin dalam kandungan.
Air ketuban adalah cairan bening berwarna kekuningan yang tersimpan dalam kantung ketuban. Cairan ini terbentuk dalam 12 hari pertama setelah konsepsi. Air ketuban mengelilingi janin dalam kandungan dan jumlahnya akan semakin banyak seiring dengan bertambahnya usia kehamilan.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, air ketuban memiliki peranan penting dalam kehamilan, seperti:
- Melindungi janin
- Mengontrol suhu dalam kandungan
- Mencegah infeksi karena mengandung antibodi
- Membantu perkembangan paru-paru dan sistem pencernaan
- Sebagai pelumas
- Melindungi tali pusat.
Mengingat betapa penting perannya, maka air ketuban perlu selalu dipantau. Jumlah air ketuban yang terlalu sedikit atau terlalu banyak, bisa memengaruhi janin yang berada dalam kandungan.
Masalah lain yang perlu diwaspadai adalah saat ketuban pecah lebih awal. Perlu diketahui, normalnya dalam waktu sekitar 24 jam setelah selaput ketuban pecah biasanya bayi akan lahir. Apabila ketuban pecah sebelum kandungan mencapai 37 minggu maka kondisi tersebut bisa disebut sebagai ketuban pecah dini.
Penyebab ketuban pecah dini
Ketuban pecah dini pada umumnya menjadi penyebab terjadinya persalinan prematur atau kondisi saat bayi terpaksa dilahirkan sebelum waktunya. Ada sejumlah penyebab yang bisa memicu terjadinya ketuban pecah dini. Namun hal ini pada umumnya lebih berisiko terjadi pada kondisi sebagai berikut:
- Infeksi di rahim, kantung ketuban, leher rahim, atau vagina
- Kehamilan kembar atau volume cairan ketuban terlalu banyak
- Kebiasaan merokok atau menggunakan narkoba saat hamil
- Riwayat ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya
- Perdarahan vagina selama hamil
- Indeks massa tubuh ibu hamil yang rendah
- Tekanan darah tinggi maupun kadar gula darah yang tidak terkontrol
- Jarak antarpersalinan yang terlalu dekat atau justru terlalu jauh
- Operasi dan biopsi serviks.
Komplikasi yang mungkin terjadi
Ibu hamil yang mengalami pecah ketuban dini perlu segera mendapat penanganan medis. Pasalnya, kondisi ini bisa meningkatkan risiko terjadinya komplikasi yang akan berakibat fatal bagi janin maupun sang ibu.
Air ketuban dapat dikenali dari ciri-cirinya yang berwarna bening atau ada bintik-bintik putih, disertai darah maupun lendir, dan tidak berbau. Jika Moms merasakan atau melihat ada cairan seperti ini keluar dari vagina, maka Anda perlu segera ke rumah sakit untuk ditangani. Jika tidak segera ditangani, ketuban yang pecah lebih awal bisa menimbulkan risiko terjadinya hal-hal berikut ini:
1. Infeksi rahim
Kondisi ini ditandai dengan gejala berupa demam, keputihan yang tidak biasa, vagina berbau tidak sedap, denyut nadi cepat, nyeri di perut bagian bawah, dan detak jantung janin lebih cepat daripada biasanya. Apabila dibiarkan tanpa penanganan, kondisi ini dapat menyebabkan sepsis pada bayi.
2. Retensi plasenta
Persalinan prematur akibat ketuban pecah dini meningkatkan risiko terjadinya retensi plasenta, yaitu kondisi ketika sebagian atau semua plasenta tertinggal di dalam rahim. Kondisi ini bisa menyebabkan perdarahan postpartum yang ditandai dengan perdarahan berat dari vagina dalam waktu 24 jam hingga 6 minggu setelah persalinan.
3. Solusio plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh plasenta dari dinding rahim sebelum proses persalinan terjadi. Kondisi ini dapat memicu terjadinya persalinan prematur atau bahkan kematian pada janin.
4. Cedera otak pada janin
Ketika cairan ketuban hilang, tali pusat bisa terjepit di antara janin dan dinding rahim. Akibatnya, janin bisa mengalami cedera otak atau bahkan kematian.
5. Kematian
Jika ketuban pecah sebelum usia kehamilan mencapai 23 minggu, paru-paru janin kemungkinan tidak akan berkembang dengan baik dan menyebabkan janin tidak bisa bertahan hidup. Dan apabila janin mampu bertahan, maka besar risikonya ia akan mengalami cacat fisik dan mental ketika dilahirkan. Selain itu, bayi juga berisiko mengalami beberapa masalah kesehatan, seperti penyakit paru-paru kronis, cerebral palsy, dan gangguan tumbuh kembang. (M&B/Wieta Rachmatia/SW/Foto: Freepik)