Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Tantrum, Moms mungkin akan langsung senewen mendengar kata yang satu ini. Wajar saja mengingat kesabaran seorang ibu akan kerap diuji saat menghadapi anak yang sedang tantrum.
Tantrum sendiri merupakan kondisi ketika Si Kecil meluapkan emosinya dengan cara menangis kencang, berguling-guling di lantai, atau melempar barang. Kondisi tersebut sesungguhnya adalah hal normal dan merupakan bagian dari proses tumbuh kembang anak. Namun, tetap saja Moms akan merasa khawatir, cemas, malu, atau bahkan kesal ketika melihat anak tantrum, terutama saat terjadi di tempat umum.
Akan tetapi, satu hal yang perlu Moms ketahui, tantrum tidak selalu menjadi hal yang negatif. Mengingat tantrum merupakan bagian dari pertumbuhan anak, maka tantrum bisa memiliki efek positif bagi perkembangan balita Anda. Apa saja efek positifnya? Simak penjelasannya di bawah ini, Moms.
1. Lebih Baik Dikeluarkan Ketimbang Ditahan
Tahukah Moms bahwa air mata mengandung kortisol? Kortisol merupakan hormon stres. Saat menangis, Anda sesungguhnya melepaskan stres dari tubuh. Keluarnya air mata juga disinyalir mampu menurunkan tekanan darah dan memperbaiki kondisi emosi seseorang.
Coba perhatikan, saat Si Kecil mengalami tantrum, maka segalanya seakan serba salah. Ia marah, frustrasi, dan merengek. Tapi setelah tantrum tersebut usai, Si Kecil akan memiliki mood yang lebih baik. Akan lebih baik jika Moms membiarkan anak menangis sehingga ia mencapai puncak perasaannya. "Menangis bukan sesuatu yang menyakitkan, melainkan proses untuk menghentikan rasa sakit," kata Deborah MacNamara, Ph.D., pendidik orang tua dan penulis buku Rest, Play, Grow: Making Sense of Preschooler (or Anyone Who Acts Like One), seperti dilansir situs Parents.
2. Menangis Membantu Proses Belajar
Seperti telah disebutkan, anak bisa mengalami tantrum karena dipicu banyak hal, salah satunya rasa frustrasi. Si Kecil bisa saja frustrasi karena tidak bisa menyusun puzzle dengan benar. "Ketika anak tidak bisa berkonsentrasi atau mendengar, biasanya ada masalah emosi yang menghambat prosesnya," ungkap Patty Wipfler, pendiri Hand in Hand Parenting.
Penelitian menunjukkan, agar proses belajar bisa berjalan lancar, maka seorang anak harus dalam kondisi rileks dan senang. Mengeluarkan emosi dan rasa kesal, merupakan bagian dari proses tersebut.
3. Tidur Lebih Nyenyak
Banyak orang tua menganggap bahwa tantrum adalah sesuatu yang seharusnya dihindari. Tapi menghindari tantrum sama saja dengan membuat anak memendam segala emosi yang dirasakannya. Hal tersebut justru akan membuat otaknya terus bekerja saat ia seharusnya beristirahat.
Sama seperti orang dewasa, anak akan kesulitan tidur ketika ia merasa stres atau memikirkan sesuatu yang terjadi dalam kehidupannya. Membiarkan anak mengalami tantrum akan membantu memperbaiki kondisi emosinya dan membuatnya tidur lebih nyenyak di malam hari.
4. Belajar Menerima Kata "Tidak"
Salah satu pemicu tantrum adalah karena Anda mengatakan "tidak" kepada Si Kecil. Hal itu memang membuatnya menangis atau bahkan mengamuk. Di sisi lain, anak akan belajar bahwa kata "tidak" merupakan batasan mengenai sesuatu perilaku yang bisa diterima dan tak bisa diterima. Meski Anda mencurahkan rasa cinta dan kasih sayang melalui belaian serta pelukan, anak juga mengetahui adanya batasan perilaku melalui kata "tidak" tersebut.
5. Anak Merasa Nyaman Menyampaikan Perasaannya
Jangan selalu menganggap tantrum sebagai sesuatu yang menyebalkan. Tantrum juga bisa menjadi cara anak untuk menyampaikan perasaannya karena berbagai hal, mulai dari makanan yang terjatuh atau mungkin kehilangan mainannya.
Moms bisa menunjukkan sikap empati saat ia merasa sedih atau kesal, tapi tentunya dengan batasan tertentu. Sikap empati yang diperlihatkan akan membuat Si Kecil lebih nyaman untuk menyampaikan perasaannya. Seiring dengan berjalannya waktu, Si Kecil akan mampu menyampaikan perasaannya kepada Anda dengan cara yang lebih baik. Dan hal itu akan semakin mendekatkan hubungan Anda dengan anak. (Wieta Rachmatia/SW/Dok. Freepik)