TOODLER

Kenali 6 Tahap Bermain pada Anak Sesuai dengan Usianya


Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond


Moms pasti tahu, bermain bukan sekadar bersenang-senang bagi anak, tetapi juga fase belajar yang membantu mengoptimalkan tumbuh kembangnya. Karena itu, sangat penting untuk mendukung fase belajar sambil bermain pada anak, tentunya dengan memberikan mainan dan stimulasi yang tepat dan sesuai dengan usia anak.

Bicara soal bermain, ada 6 tahap bermain pada anak yang dijabarkan oleh Mildred Parten, seorang sosiologis asal Amerika Serikat, sekaligus peneliti di University of Minnesota's Institute of Child Development. Yuk, kenali Parten's 6 Stages of Play atau 6 tahap bermain pada anak berikut ini.

1. Unoccupied Play

Ini adalah tahap di mana anak tidak bermain, melainkan hanya mengobservasi atau memperhatikan dengan seksama semua yang ada di sekitarnya. Anak mungkin hanya berdiri di satu titik atau melakukan gerakan acak, sambil memperhatikan lingkungan bermainnya.

Menurut Parten, tahap unoccupied play ini sangat penting karena menjadi dasar dari 5 tahap bermain berikutnya. Tahap ini mengajarkan pada anak cara bermain dengan benda dan material lainnya, belajar mengendalikan diri dan bersabar, juga belajar cara kerja interaksi serta konsep dasar lainnya.

2. Solitary Play

Ini juga sering disebut dengan bermain mandiri, di mana anak sering sendirian dan melakukan aktivitasnya di tipe bermain ini. Biasanya, solitary play dilakukan anak usia 2-3 tahun, dan mereka tidak tertarik atau tidak sadar dengan hal yang dilakukan anak lain.

Di tahap ini anak berusaha menyenangkan dirinya sendiri tanpa ada aktivitas sosial dengan anak lain. Orang dewasa mungkin sering khawatir ketika melihat anak bermain di tahap ini, padahal bermain sendirian adalah hal yang sangat normal.

Jangan diinterupsi dan jangan diarahkan untuk berhenti bermain sendiri ya, Moms, karena sebenarnya anak sedang belajar untuk menguasai kemampuan personal, termasuk kecerdasan motorik dan kognitif. Aktivitas ini juga menyiapkan anak untuk bermain lebih rumit di tahap-tahap berikutnya.

3. Onlooker Play

Ini adalah tahap bermain di mana anak memperhatikan anak lain bermain tetapi tidak mau bermain bersama dengannya. Terkadang anak ikut serta dalam interaksi sosial, misalnya berbicara dengan anak lain tentang permainan yang mereka lakukan, tetapi Si Kecil tetap tidak ikut bermain dengannya.

Terkadang orang tua khawatir dengan anak di fase onlooker play, karena mereka terlihat sendirian dan tidak mampu bermain dengan anak lainnya. Tenang ya, Moms, karena fase ini normal dan bisa menjadi cara mempelajari banyak hal, seperti cara mengenali peraturan sosial dan cara bermain yang berbeda.

4. Parallel Play

Ini disebut juga dengan bermain berdekatan atau social co-action, di mana anak bermain secara terpisah dengan anak lain, tetapi mereka tetap berdekatan dan saling meniru. Fase bermain ini merupakan tahap transisi anak, dari yang solitary atau onlooker, ke fase yang lebih kooperatif dan matang secara sosial. Dalam parallel play, anak tidak begitu terlibat dalam aktivitas sosial, tetapi menunjukkan kalau mereka bisa bermain berdampingan dengan anak lain dalam aktivitas yang sama.

5. Associative Play

Dalam fase ini anak menunjukkan ketertarikan untuk bermain, tetapi tidak dalam aktivitas yang membuat mereka terlibat, atau tidak dalam aktivitas yang terorganisir. Di fase ini, ada banyak interaksi dengan partisipan lain, tetapi aktivitasnya tidak saling terhubung. Contohnya, anak mungkin bermain dengan peralatan yang sama, tetapi mereka melakukan permainan yang berbeda-beda, mungkin ada yang berayun, bergelantung, atau memanjat.

Anak mulai tertarik dengan anak bermain lainnya, artinya ia bisa mulai mempraktikkan apa yang telah ia pelajari di tahap-tahap bermain sebelumnya, dan mulai menggunakan kemampuan sosialnya.

6. Cooperative Play

Ini fase di mana anak menunjukkan ketertarikan dalam bermain dengan anak lain, dan dengan aktivitas yang membuat mereka terhubung. Aktivitas bermainnya mulai teroganisir, dan semua peserta punya peran yang spesifik. Dalam cooperative play, anak mulai cerdas mengidentifikasi diri dalam grup, dan grup tersebut juga punya identitas. Tahap ini butuh kecerdasan tinggi dalam menguasai kematangan sosial dan kecerdasan berorganisasi.

Ironisnya, cooperative play sering dikaitkan dengan banyaknya konflik, dan itu normal bagi anak prasekolah. Mereka masih harus belajar berbagi, menunggu giliran, dan negosiasi berbagai hal terkait pengendalian diri dan teman bermain. Kenali tahap bermain Si Kecil dan biarkan kecerdasannya berkembang ya, Moms. (Tiffany/SW/Dok. Freepik)