Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Saat hamil, janin di dalam rahim tumbuh dan berkembang di dalam kantong berisi cairan. Kantong ini disebut dengan kantong ketuban yang berisi cairan berwarna keruh. Cairan ketuban memiliki fungsi penting dalam menjaga dan membantu perkembangan janin, seperti melindungi bayi dari tekanan di luar rahim, menjaga suhu tubuh janin tetap hangat, memberi nutrisi janin, dan membantu perkembangan sistem paru-paru dan pencernaan.
Selama Anda hamil 9 bulan, volume air ketuban tidak pernah selalu sama. Volume ini memuncak di kehamilan usia 34-36 minggu, yaitu sekitar 1 liter. Tapi, jumlahnya akan semakin berkurang hingga mendekati waktu persalinan.
Namun ada kalanya air ketuban mengalami masalah, baik volumenya terlalu banyak maupun terlalu sedikit. Jumlah air ketuban yang berlebih hingga mencapai 2 liter atau bahkan lebih disebut dengan polihidramnion. Sedangkan jumlah air ketuban yang sangat sedikit hingga kurang dari 500 mL disebut dengan oligohidramnion. Untuk mengetahui lebih lanjut masalah seputar air ketuban ini, Moms bisa baca penjelasan berikut.
Polihidramnion
Menurut dr. Ardiansjah Dara, Sp.OG, M.Kes., dari MRCCC Siloam Hospital Semanggi, Jakarta, ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya polihidramnion, yaitu:
1. Air seni. Air ketuban paling banyak dihasilkan oleh produksi air seni janin. Produksi urine janin yang berlebih bisa menyebabkan polihidramnion.
2. Kelainan pada janin. Bisa jadi ada kelainan pada janin yang menyebabkan air ketuban menumpuk. Kelainan itu bisa hidrosefalus, atresia saluran cerna, kelainan ginjal, dan kelainan saluran kencing.
3. Gangguan saluran cerna. Kemungkinan lainnya adalah terjadinya penyumbatan atau penyempitan saluran cerna pada janin. Hal itu menyebabkan janin tidak bisa menelan air ketuban, hingga volume air ketuban meningkat drastis.
4. Janin kembar. Kehamilan kembar bisa menyebabkan polihidramnion. Bagaimana tidak, ada dua janin yang menghasilkan air seni dan harus ditampung dalam satu wadah, yaitu perut Anda.
5. Terlambat tumbuh. Adanya hambatan pertumbuhan atau kecacatan pada sistem saraf pusat bisa mengakibatkan kelumpuhan pada gerakan menelan janin.
6. Diabetes. Penyebab hidramnion tidak selalu terjadi pada janin, namun bisa jadi karena ibu juga. Ibu hamil yang menderita diabetes dapat mengakibatkan volume air ketuban meningkat secara tajam.
7. Rhesus tidak cocok. Jika rhesus darah Anda dan janin tidak cocok, maka sangat mungkin terjadi hidramnion atau air ketuban berlebih.
Selama masa kehamilan, tubuh Moms akan mengalami berbagai perubahan sehingga polihidramnion pun sulit dideteksi. Polihidramnion ringan yang berkembang secara bertahap, bahkan gejalanya tidak bisa terlihat secara jelas. Namun ketika memasuki fase yang cukup parah, rahim atau organ sekitarnya akan terdesak oleh tekanan air ketuban. Gejalanya antara lain:
⢠Perut lebih besar dibandingkan kehamilan pada umumnya.
⢠Adanya tekanan pada diafragma yang mengakibatkan kesulitan bernapas.
⢠Nyeri pada perut akibat tegangnya uterus, mual dan muntah.
⢠Mengalami kesulitan dalam pemeriksaan karena terlalu banyaknya cairan.
⢠Janin akan semakin bebas bergerak, yang bisa menyebabkan kesalahan posisi janin.
⢠Risiko tinggi perdarahan pada saat persalinan.
⢠Tekanan yang kuat dapat menyebabkan kontraksi sebelum waktunya.
⢠Risiko cacat pada janin.
⢠Kemungkinan besar proses persalinan dilakukan melalui caesar.
Kondisi polihidramnion ringan biasanya akan hilang dengan sendirinya tanpa penanganan khusus. Dokter hanya akan menyarankan Anda untuk beristirahat dan menjalani pemantauan yang lebih rutin. Adapun pada polihidramnion berat perlu dilakukan penanganan medis, antara lain dengan mengurangi produksi urine janin dan volume air ketuban serta mengeluarkan air ketuban melalui proses amniocentesis. Proses persalinan masih dapat dilakukan secara normal dan sesuai waktunya. Namun jika terdapat risiko komplikasi, maka dokter mungkin akan mempertimbangkan untuk operasi caesar.
Oligohidramnion
Adapun untuk oligohidramnion, penyebabnya beragam, bisa dari kelainan yang dialami oleh janin, di antaranya kelainan saluran kemih, kelainan kromosom, dan janin menelan cairan amnion secara berlebih. Sedangkan penyebab dari kehamilan itu sendiri antara lain adalah membran ambion yang pecah, insufisiensi plasenta, kehamilan postterm atau lebih dari 42 minggu, serta sedang dalam terapi dan mengonsumsi obat tertentu.
Gejala yang timbul juga bisa dilihat melalui USG atau saat pemeriksaan ke dokter. Beberapa gejala oligohidramnion yang bisa dialami oleh Moms adalah sebagai berikut:
⢠Tinggi fundus uteri lebih rendah dari usia kehamilan (perut lebih kecil).
⢠Bunyi detak jantung janin mulai terdengar sejak bulan ke-5.
⢠Ibu merasakan nyeri ketika janin bergerak.
Selain melalui USG, kondisi oligohidramnion ini juga bisa terdeteksi dengan melakukan pemeriksaan amnioskopi. Ini adalah pemeriksaan air ketuban yang dilakukan dengan menggunakan alat bernama amnioscope (alat bening seperti kaca) yang dimasukkan melalui jalan lahir.
Kondisi oligohidramnion tidak boleh disepelekan dan harus segera ditangani. Sebab berbagai komplikasi, bahkan yang berakibat serius, bisa terjadi pada janin, seperti gangguan pada tumbuh kembang janin, fetal distress, bentuk tubuh janin kurang baik, dan kelahiran bayi prematur.
Kondisi oligohidramnion bergantung pada kondisi bayi, usia kehamilan, dan ada tidaknya komplikasi selama kehamilan. Yang bisa dilakukan sebagai pengobatan pada usia kehamilan belum cukup bulan di antaranya:
⢠Banyak istirahat di tempat tidur.
⢠Memperbanyak konsumsi cairan.
⢠Perbaikan pola diet agar nutrisi tercukupi.
⢠Pemantauan pergerakan dan volume air ketuban dengan USG.
Namun, apabila kondisi oligohidramnion terjadi pada usia kandungan 38-41 minggu (kehamilan aterm), maka yang bisa dilakukan adalah dengan mempercepat proses persalinan. Hal ini bisa dilakukan dengan induksi persalinan atau operasi caesar, sehingga meminimalisir komplikasi. Dan yang terpenting, segera periksakan kehamilan Anda jika janin terasa tidak begitu aktif seperti biasa selama kehamilan, Moms. (M&B/SW/Dok. Freepik)