Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Kesibukan serta beban kehidupan sering kali memicu depresi. Tapi depresi tidak hanya dialami orang dewasa. Anak-anak juga rentan menderita gangguan psikologis tersebut.
Kesal, marah, atau bahkan tantrum memang kerap dialami oleh Si Kecil. Kondisi ini tergolong wajar mengingat anak-anak cenderung sering mengalami perubahan hati atau moody. Namun, Moms perlu waspada apabila rasa sedih atau marah tersebut muncul terus-menerus karena bisa jadi Si Kecil mengalami depresi.
Depresi Vs Stres
Tidak sedikit orang yang menganggap bahwa depresi dan stres merupakan hal yang sama. Meski keduanya kerap memicu perubahan sikap Si Kecil, tapi depresi dan stres merupakan dua hal yang berbeda.
Seperti dilansir Hello Sehat, stres biasanya disebabkan karena banyaknya tekanan dari luar dan dalam diri seseorang. Stres bisa muncul dalam situasi tertentu, misalnya saat anak kurang tidur, efek pola asuh orang tua, serta tekanan dari pergaulan. Seperti pada orang dewasa, stres pada anak bisa membuat mereka semakin bersemangat untuk menghadapi tantangan atau justru mematahkan semangat mereka. Saat Si Kecil didera stres secara berlebihan, maka ia rentan mengalami depresi.
Sedangkan depresi adalah sebuah penyakit mental yang ditandai dengan kelainan mood yang memengaruhi perasaan, cara berpikir, dan berperilaku, sehingga anak memiliki berbagai masalah emosional dan fisik. Anak yang mengalami depresi akan menghabiskan energinya karena merasakan sedih berkepanjangan dan tak mampu melihat kesenangan seperti sebelumnya. Itulah sebabnya, energi mereka akan habis untuk melawan dirinya sendiri. Dalam beberapa kasus, depresi muncul tanpa didahului dengan stres.
Melihat Gejala Depresi
Lantas bagaimana Moms mengetahui bahwa Si Kecil tengah mengalami depresi? Tentunya hal ini bukan perkara mudah. Untuk menentukan anak tengah mengalami depresi atau tidak, diperlukan campur tangan ahlinya.
Akan tetapi Moms perlu waspada apabila buah hati Anda menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut:
⢠Mudah tersinggung hingga cenderung mengamuk karena hal sepele.
⢠Sering terlihat sedih dan merasa hampa karena menganggap hidupnya tidak berarti.
⢠Adanya perubahan pola makan. Sebagian anak yang mengalami depresi akan meningkat nafsu makannya secara drastis sebagai usaha untuk menenangkan diri. Tapi ada juga anak yang justru kehilangan nafsu makan karena merasa kurang bergairah atau menganggap makanan tersebut tidak enak.
⢠Mengalami gangguan tidur, seperti kurang tidur atau justru terlalu banyak tidur.
⢠Kesulitan berkonsentrasi sehingga menyebabkan penurunan prestasi yang drastis.
⢠Kehilangan minat dan ketertarikan terhadap kegiatan yang biasanya disukai oleh Si Kecil.
⢠Adanya keluhan fisik seperti sakit perut atau sakit kepala.
⢠Kesulitan berinteraksi dengan orang lain dan cenderung menarik diri dari lingkungan sosial.
⢠Tertarik pada kematian dan memiliki keinginan untuk bunuh diri.
⢠Membuang barang-barang favoritnya.
⢠Mengalami kegelisahan yang disertai perilaku berulang-ulang, misalnya sering berjalan mondar-mandir tanpa alasan yang jelas.
⢠Terlihat lemas dan kurang bersemangat karena banyak kehilangan energi dari menangis.
⢠Membuat komentar kritis dan sinis terhadap diri sendiri sebagai bagian dari munculnya rasa pesimistis, putus asa, dan tak berguna.
⢠Tak segan menentang kedua orang tua atau guru, bahkan mengucapkan kata-kata kasar.
Segera Ditangani!
Depresi pada anak harus segera ditangani karena bisa mengganggu tumbuh kembangnya. Anak yang mengalami depresi memiliki kecenderungan gangguan mental ketika dewasa. Selain itu, anak yang penanganan depresinya tidak tuntas juga akan tumbuh menjadi pribadi yang sulit seiring dengan bertambahnya usia.
Oleh sebab itu, Moms perlu segera mengatasi depresi pada anak dengan membawa Si Kecil ke ahlinya. Anda juga bisa melakukan beberapa langkah berikut guna mengatasi depresi pada anak.
⢠Memberinya perhatian khusus.
⢠Membuka komunikasi dua arah.
⢠Lebih peka terhadap kebutuhan anak.
⢠Bersikap lebih sabar.
⢠Lebih banyak meluangkan waktu dengan anak. (Wieta Rachmatia/SW/Dok. Freepik)