TOODLER

Waspada, Ini Jenis Gangguan Bicara yang Bisa Dialami Anak


Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond


Moms, orang tua mana sih, yang tak ingin buah hatinya tumbuh sehat sempurna dan bahagia? Perkembangan bicara, merupakan salah satu hal yang dinanti-nantikan tiap orang tua. Tentunya mereka menginginkan Si Kecil dapat berbicara dengan lancar dan jelas.

Ya Moms, kemampuan berbahasa memang merupakan salah satu indikator penting dalam tumbuh kembang anak. Pada umumnya, periode kritis perkembangan kemampuan anak untuk berbahasa adalah pada usia 9-25 bulan, lalu di usia 2-4 tahun, anak akan menunjukkan peningkatan yang cepat dalam hal jumlah dan kompleksitas perkembangan berbicara, kekayaan perbendaharaan kata, serta kontrol neuromotorik.

Akan tetapi, tak semua anak dapat menunjukkan milestone yang sesuai dalam rentang waktu tersebut. Tak sedikit anak yang masih sulit berbicara ketimbang anak-anak lain seusianya, dan hal ini perlu diwaspadai oleh kita sebagai orang tua.

Karena bisa saja, Si Kecil mengalami gangguan bicara. Gangguan bicara pada anak ini pun bentuknya tidak tunggal. Ada beberapa jenis gangguan bicara pada anak yang dapat terjadi dengan gejala berbeda-beda. Gangguan bicara pun tidak sekadar speech delay seperti yang kita kenal. Berikut ini beberapa jenis gangguan bicara yang bisa dialami oleh anak:

1. Disartria

Ini merupakan kelainan pada sistem saraf yang memengaruhi otot yang berfungsi untuk berbicara. Kerusakan otak ini menyebabkan lemahnya otot pada wajah, bibir, lidah, tenggorokan, dan dada, sehinga otomatis menyebabkan Si Kecil lebih sulit untuk bicara.

Disartria bisa ringan maupun berat. Tanda-tanda Si Kecil mengalami gangguan bicara motorik ini adalah suaranya yang serak atau bindeng, tempo bicara yang terlalu cepat maupun terlalu lambat, bicara cadel, nada bicara yang monoton, bergumam yang sulit dimengerti, berbicara dengan volume pelan, sulit menggerakkan lidah dan otot-otot wajah, serta menelan karena air liur keluar secara tak terkontrol.

Beberapa kondisi medis yang bisa menimbulkan disartria antara lain adalah tumor otak, cedera kepala, infeksi otak, atau kelumpuhan otak. Namun, kondisi ini tidak memengaruhi tingkat pemahaman maupun kecerdasan anak.

2. Apraksia

Memiliki kemiripan dengan disartria, anak yang mengalami apraksia akan kesulitan dalam mengoordinasikan otot-otot yang digunakan saat berbicara, seperti bibir, lidah, dan rahang. Si Kecil sebenarnya mengetahui apa yang hendak dikatakan, tetapi kesulitan untuk berbicara.

Gejalanya antara lain, kurang mengoceh ketika bayi, sulit mengunyah, mengisap atau meniup, dan lebih sering menggunakan gerak tubuh untuk berkomunikasi. Si Kecil juga biasanya akan kesulitan saat harus mengucapkan huruf konsonan yang terletak di awal dan akhir kata, cenderung memberi penekanan pada suku kata ataupun kata yang salah, mengubah suara, memilih menggunakan kata-kata yang lebih pendek, serta sulit mengucapkan kata yang sama untuk kedua kalinya.

Apraksia pada anak biasanya disebabkan oleh gangguan genetik dan metabolisme. Selain itu, kondisi ini juga dapat dialami jika ibu mengonsumsi alkohol atau obat terlarang saat hamil. Gangguan bicara ini biasanya baru bisa terdeteksi pada anak di bawah usia tiga tahun, yaitu usia antara 18-24 bulan. Terapi terbaik untuk mengatasi gangguan bicara ini adalah dengan terapi wicara yang dilakukan secara rutin sebanyak dua kali seminggu untuk meningkatkan kemampuan bicara Si Kecil.

3. Stuttering/Gagap

Gangguan bicara jenis ini akan memengaruhi aliran bicara Si Kecil. Pengidap biasanya akan mengalami blocks yaitu berhenti untuk waktu yang lama atau tak dapat membuat suara saat bicara; prolongations, yaitu anak merengangkan suara atau kata-kata dengan durasi yang lama; serta repetitions, yaitu anak tanpa sengaja mengulangi suara, vokal, atau kata-kata.

Si Kecil juga seringkali mengalami ketegangan di wajah dan bahu, tremor bibir, mengepalkan tangan, berkedip dengan cepat, hingga menggerakkan kepala mendadak yang terjadi secara bersamaan. Gejala gagap ini bisa bervariasi tergantung pada situasi, namun kegembiraan, stres, atau frustrasi bisa membuatnya lebih parah. Stuttering atau gagap biasanya disebabkan oleh faktor genetik.

4. Gangguan Suara Bicara

Saat Si Kecil belajar bicara, adalah normal jika ia mengucapkan beberapa kata dengan cara yang salah, misalnya T menjadi D. Meskipun begitu, umumnya pada usia 4 tahun, sebagian besar anak dapat mengucapkan kata-kata dengan cukup baik.

Sementara, anak yang tak mampu melakukannya bisa jadi mengalami gangguan suara bicara yang merujuk pada gangguan artikulasi dan gangguan fonologis. Ia bisa saja mengganti suatu suara dengan yang lain atau menambahkan suara.

Cara mudah mengenalinya, perhatikan ketika Si Kecil masih belajar bicara, mungkin ia mengatakan "susu" menjadi "cucu". Namun, jika ia terus melakukan kesalahan yang sama meskipun usianya semakin bertambah, Moms perlu waspada. Bisa jadi ini merupakan tanda gangguan suara bicara.

Tanda Anak Butuh Terapi Wicara

Jika menghadapi kondisi seperti itu, jangan dulu berputus asa ya, Moms. Ada kok, cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu dengan terapi wicara. Jika Moms mendapati Si Kecil menunjukkan tanda-tanda gangguan bicara, cara terbaik untuk mengatasinya adalah dengan secepatnya berkonsultasi ke dokter.

Mungkin Moms belum mengetahui jenis gangguan bicara yang dialami Si Kecil. Namun sangat penting untuk memperhatikan tanda-tanda apakah Si Kecil membutuhkan terapi wicara. Berikut ciri-ciri yang harus Moms perhatikan:

1. Tidak lancar berbicara. Anak sering mengulang atau berhenti pada suku kata tertentu saat mengucapkan suatu kata atau kalimat.

2. Resonansi suara tak jelas. Moms tidak bisa mengenali beberapa kata yang keluar dari mulut dari Si Kecil karena ia tak jelas mengucapkannya. Biasanya, ini dialami oleh anak yang mengalami gangguan bibir atau langit-langit sumbing, pembesaran amandel, serta gangguan saraf sekitar mulut dan kerongkongan.

3. Gangguan ekspresif. Anak mengalami kesulitan dalam membentuk dan mengucapkan kalimat. Biasanya dialami oleh anak dengan Down syndrome.

4. Gangguan artikulasi. Saat mendengar Si Kecil berbicara, Moms tidak dapat memahami apa yang Si Kecil katakan karena pelafalannya tidak jelas.

5. Mutisme selektif. Si Kecil tak mau berkomunikasi di lingkungan tertentu, misalnya di sekolah, padahal ia bisa melakukannya saat di rumah. Hal ini bisa disebabkan karena masalah sosialisasi, dan bisa diatasi dengan terapi wicara, juga psikoterapi.

6. Anak sulit berkomunikasi akibat gangguan memori dan persepsi. Gangguan kognitif seperti ini juga memengaruhinya dalam membedakan dan memecahkan masalah yang dihadapi.

7. Anak sulit memahami bahasa. Ia sulit memahami perkataan dan menanggapi pembicaraan orang lain.

8. Si Kecil mengalami disfagia. Ini merupakan kondisi di mana anak sulit mengunyah, menelan, mudah tersedak atau batuk saat makan, dan sulit menerima makanan.

9. Autisme. Anak dengan autisme juga berpontensi mengalami gangguan dalam berkomunikasi.

Jenis pengobatan yang akan dilakukan tentu bergantung pada tingkat keparahan juga penyebabnya. Umumnya, dokter akan menyarankan untuk melakukan terapi wicara guna membangun keakraban dengan kata atau suara, serta latihan fisik penguatan otot yang menghasilkan suara bicara. Selain terapi wicara, Moms dan Dads juga bisa melakukan terapi sederhana di rumah seperti:

1. Bermain Ucap Kata

Berdiri di depan cermin, lalu ajak Si Kecil untuk mengucapkan satu kata sederhana yang sering digunakan secara berulang-ulang, seperti makan, minum, mandi. Si Kecil pun bisa melihat bagian mulut mana yang harus digerakkan saat mengucapkan kata-kata tersebut.

2. Mendengarkan Musik

Dengarkan musik bersama Si Kecil dan ajaklah ia bernyanyi. Cara ini sudah terbukti bisa membuat anak mengeluarkan lebih banyak suku kata dan kombinasi bunyi yang berbeda.

Intinya, sangat penting dukungan dari Moms, Dads, dan keluarga dalam proses melatih bicara Si Kecil yang mengalami gangguan bicara. Dan jangan ragu untuk segera berkonsultasi ke dokter anak atau klinik tumbuh kembang apabila Moms menemukan gejala-gejala gangguan bicara, sekecil apa pun itu, untuk mendapat penanganan secepatnya. (Nanda Djohan/SW/Dok. Freepik)