Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Begitu banyak berita yang beredar mengenai virus corona dan COVID-19, namun tentu saja tidak semuanya bisa dipercaya. Terlebih, info-info hoaks yang banyak beredar di grup WhatsApp dan media sosial, kebanyakan berita tersebut justru menyesatkan.
Untuk itu, Moms tak hanya harus cermat memilih mana berita yang layak dikonsumsi, tetapi juga cermat memilah berita yang akan Anda sebarkan. Cek lagi kebenarannya, jangan sampai yang Anda sebarkan adalah berita hoaks, karena menyebarkan berita hoaks ada jeratan hukumnya lho, Moms.
Baca Juga: 13 Berita Positif yang Terjadi Selama Pandemi Virus Corona
Hargai Privasi Pasien
Di media sosial dan grup WhatsApp mungkin sering disebarkan data dan foto mengenai pasien atau korban COVID-19 yang telah berpulang. Pesan berantai seperti itu bahkan seringkali dilengkapi dengan alamat lengkap dan nama-nama keluarga pasien, disertai anjuran untuk berhati-hati jika melewati alamat atau berpapasan dengan keluarga korban tersebut.
Jika Moms mendapatkan pesan berantai seperti itu, jangan ikut menyebarkannya ya, Moms, karena setiap pasien berhak memiliki hak privasi dan kerahasiaan data.
Menurut siaran pers dari Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI), hak pasien untuk mendapatkan privasi dan kerahasiaan data merupakan hak asasi yang diatur dalam UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, dan UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Perlindungan Privasi & Kerahasiaan Data tersebut tidak hanya berlaku bagi pasien yang sudah dinyatakan positif, tetapi juga untuk mereka dengan status suspect, PDP, ODP, atau pun OTG lho, Moms!
Menurut dr. Mahesa Pranadipa, MH, Ketua MHKI, data yang boleh disampaikan ke publik dalam status wabah adalah:
1. Jenis kelamin pasien
2. Umur pasien
3. Jumlah pasien yang dirawat
4. Jumlah pasien sembuh
5. Jumlah pasien meninggal.
Selain data tersebut, baik masyarakat maupun pemerintah dilarang menyebarkannya. Begitu juga dengan Anda ya, Moms. Mari bersama menghormati privasi pasien juga keluarganya, karena jika Anda berada dalam posisi orang tersebut, kerahasiaan data juga hal yang ingin Anda dapatkan, kan?
Baca Juga: Ini Cara Menjaga Diri Anda & Keluarga dari Virus Corona
Sanksi Hukum Penyebar Hoax
Menurut dr. Mahesa, dampak dari penyebaran hoaks kesehatan bisa lebih parah dari dampak masalah kesehatan itu sendiri, karena masyarakat jadi lebih mudah percaya informasi yang tidak jelas kebenarannya, dibanding berkonsultasi langsung dengan ahlinya. Maka jangan sembarangan menyebarkan pesan yang tidak jelas asalnya ya, Moms. Menurut dr. Mahesa, ini sanksi yang bisa menjerat para penyebar hoaks:
⢠Bagi pejabat atau profesional yang wajib menyimpan rahasia, dapat dikenakan Pasal 322 KUHP dengan ancaman penjara paling lama 9 (sembilan) bulan.
⢠Mencemarkan nama baik atau menyerang kehormatan atau menghina orang lain di depan publik (melalui media ataupun media sosial) dapat dikenakan Pasal 310 KUHP dengan ancaman 9 bulan penjara, jika menggunakan gambar atau tulisan dapat diancam satu tahun empat bulan penjara.
⢠Memfitnah orang lain di depan publik dapat dikenakan Pasal 311 KUHP dengan ancaman penjara 4 (empat) tahun.
⢠Untuk penghinaan/pencemaran nama baik, selain Pasal 310, dapat dikenakan pasal berlapis berdasarkan UU No. 19 tahun 2016 tentang ITE pasal 45 ayat 3 dengan ancaman 4 (empat) tahun penjara atau denda Rp 750 juta. (Tiffany/SW/Dok. Freepik)