TOODLER

Ini Alasan Balita Bersikap Posesif dan Tips Mengatasinya


Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond


Moms, seiring tumbuh kembang Si Kecil, Anda mungkin akan mengalami momen saat balita menjadi sangat posesif terhadap benda atau orang di sekitarnya. Bisa jadi ia akan menganggap semua benda dan orang di sekitarnya adalah miliknya, dan orang lain tidak boleh menyentuh atau memilikinya.

Ya, dalam kamus balita tidak ada istilah "milikmu", atau "milik kita". Yang ada hanya "milikku". Semua mainan adalah miliknya. Bahkan, Si Kecil mungkin juga tidak sekadar mengklaim barang-barang yang memang miliknya, tetapi juga milik orang lain atau benda di tempat umum seperti ayunan di taman bermain.

Biasanya, jika ada orang lain yang berani menyentuh mainannya, Si Kecil akan marah, bahkan hingga menjerit atau menangis sebagai bentuk penolakan. Bisa juga saat Moms bicara dengan orang lain, Si Kecil menjadi histeris, karena menurutnya, ibunya adalah miliknya, jadi Anda tidak boleh berbicara dengan orang lain.

Mengapa balita bersikap posesif?

Walaupun menjengkelkan, sifat posesif balita ini merupakan tahapan normal dalam tumbuh kembangnya. Fase ini umumnya dialami oleh anak 2-3 tahun. Pada saat ini, Si Kecil sebenarnya sedang belajar untuk memahami konsep kepemilikan, ikatan, dan identitas dirinya.

Sikap posesif yang dimiliki balita bukan berarti ia akan menjadi orang yang egois nantinya. Ketika Si Kecil merebut mainan temannya atau tidak mengizinkan adiknya memakai baju lamanya, hal ini hanya perwujudan dari kebutuhan psikologisnya untuk mandiri dan menguji kemampuannya untuk mempertahankan diri.

Selain itu, sikap posesif balita juga menjadi bagian penting dari pelajaran untuk berbagi. Jika ia tidak tahu bagaimana menghargai kepemilikan, ia tidak akan tahu bagaimana menikmati kesempatan untuk memberi pada orang lain. Sebelum membagi, seseorang perlu memiliki terlebih dahulu, bukan?

Kebanyakan anak usia 2-3 tahun baru mengerti rasanya memiliki. Kemudian, mereka baru akan belajar berbagi pada usia 3-4 tahun. Saat mereka memberikan atau menawarkan sesuatu kepada orang lain, itu pun belum tentu motivasinya untuk berbagi. Bisa jadi mereka memberikan boneka kepada adiknya yang sedang menangis untuk menghibur. Jadi, rasa empatinya yang bekerja. Tetapi, tindakan positifnya ini patut mendapat pujian.

Sesuatu yang mereka juga belum mengerti adalah konsep pinjam-meminjam. Mereka pikir, dengan membiarkan orang lain meminjam miliknya, orang itu akan memiliki hak penuh terhadap benda itu dan mereka kehilangan hak pakai atau hak miliknya.

Bagaimana mengatasi sikap posesif pada balita?

Menghadapi balita yang bersikap posesif memang sulit sekaligus penuh tantangan, namun bukan berarti perilakunya tersebut tidak bisa diubah, walaupun memang butuh waktu dan proses. Moms bisa melakukan beberapa cara berikut ini untuk mengajari anak agar mau berbagi:

1. Mulailah membiasakan Si Kecil untuk mau berbagi dengan Anda, orang tuanya. Ini lebih mudah dilakukan karena Si Kecil tahu bahwa sebagai orang tuanya, Anda tidak akan merebut barang-barang miliknya dan ia akan bisa meminta kembali barangnya kapan saja ia mau.

2. Minta anak meminjamkan barang-barang yang ia miliki dalam jumlah banyak, misalnya buku cerita, mobil-mobilan, atau boneka. Umumnya berbagi barang-barang yang jumlahnya banyak tidak akan dipermasalahkan oleh balita, karena jika dipinjamkan 1 buah, ia masih memiliki banyak barang tersebut.

3. Ajak anak bermain di luar. Selain belajar bersosialisasi, ini bisa menjadi tempat terbaik bagi Si Kecil untuk belajar berbagi, bermain bergantian, dan mengantre.

4. Mencontohkan anak untuk mau berbagi. Balita biasanya mencontoh perilaku dan kebiasaan yang ia lihat di sekitarnya. Karena itu, jadilah contoh yang baik bagi Si Kecil dalam berbagi. (M&B/SW/Dok. Freepik)