Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Melahirkan anak pastinya membawa kebahagiaan tersendiri bagi seorang wanita. Meskipun begitu, bukan berarti tidak ada masalah yang dihadapi. Setelah melahirkan, terkadang muncul berbagai persoalan yang sering dialami para ibu baru hingga menyebabkan Anda depresi. Depresi ini sendiri bahkan sudah ada sejak Moms melalui proses kehamilan hingga proses melahirkan. Akibat dari depresi ini, ibu baru pun rentan mengalami gangguan kesehatan jiwa.
Terkait dengan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia atau World Mental Health Day yang diperingati setiap tanggal 10 Oktober, yuk kita mengenal lebih jauh jenis-jenis depresi yang rentan dialami ibu baru, penyebabnya, bahayanya, dan cara mengatasi, agar Moms bisa menghindarinya.
Gangguan Kesehatan Jiwa yang Dialami Ibu Baru
Ada 3 jenis depresi yang bisa dialami oleh seorang ibu baru, yaitu:
1. Baby Blues
Baby blues adalah kondisi depresi yang terbilang ringan. Gangguan ini dialami oleh 30-80 persen wanita yang baru melahirkan. Moms bisa mengalami perubahan mood secara tiba-tiba, seperti menjadi murung, cemas, bahkan menangis. Baby blues bisa terjadi sejak hari kedua hingga dua minggu setelah memiliki anak.
2. Postpartum Depression
Depresi ini bisa dialami seorang ibu setelah melahirkan, tidak hanya anak pertama tetapi juga anak kedua dan berikutnya. Gejalanya serupa dengan baby blues, namun menjadi lebih gawat karena membuat sang ibu tidak ingin melakukan apa pun. Selain itu, ibu yang mengalami depresi ini akan menangis dan mengucapkan kata-kata tidak jelas, berkurangnya konsentrasi, bahkan hingga memiliki pikiran untuk bunuh diri.
3. Psikosis Postpartum
Depresi ini tergolong paling berat dan termasuk penyakit kejiwaan. Gangguan mental ini memang jarang terjadi, hanya dialami 1-2 dari 1.000 perempuan yang melahirkan. Namun, depresi berat ini bisa sangat berbahaya buat ibu dan bayinya.
Gejala psikosis postpartum meliputi gangguan pikiran, delusi, halusinasi, serta respons yang tidak pantas atau tidak tertarik pada anak mereka. Gejala ini akan berubah dalam waktu cepat dan bisa terjadi perubahan perasaan yang ekstrim. Rasa sedih dan marah pun bisa keluar dan meluap-luap hingga menyakiti anaknya sendiri. Tidak hanya keinginan bunuh diri, terkadang sang ibu bahkan ingin membunuh buah hatinya.
Penyebab Munculnya Gangguan Kejiwaan pada Ibu Baru
Ada beragam alasan timbulnya depresi yang bisa menyebabkan gangguan kejiwaan pada ibu baru, salah satunya adalah belum siap menghadapi perubahan drastis di hidupnya, seperti fisik atau gaya hidup. Penurunan kadar estrogen atau progesteron secara drastis, dan perubahan kadar kortisol dalam darah juga bisa menjadi penyebab munculnya gangguan ini.
Depresi juga rentan menyerang ibu baru yang mengalami kelelahan, baik kelelahan fisik karena mengurus bayi juga kelelahan psikis karena kurang tidur, harus berada di rumah terus-menerus, dan aktivitas yang terbatas.
Bahaya Gangguan Kejiwaan pada Ibu Baru
Sebuah penelitian yang dipublikasikan di jurnal Maternal and Child Health mengungkapkan bahwa seorang ibu baru cenderung menyembunyikan gangguan depresi pasca melahirkan. Sebanyak 211 wanita yang diteliti mengalami hal tersebut dan tetap berdiam diri tanpa melakukan pengobatan apa pun. Dari survei yang dilakukan secara anonim, hanya sekitar 20 persen wanita yang memutuskan untuk mengonsultasikan diri mereka ketika mengalami psikosis postpartum.
Hal ini tentu saja mengkhawatirkan. Gangguan depresi yang bisa dialami seorang ibu akan membuatnya tidak merasa seperti bukan dirinya sendiri. Gangguan ini juga dapat berpengaruh pada kesehatan mental dan fisik secara keseluruhan. Dari studi tersebut juga mengindikasikan bahwa 1 dari 5 wanita dapat mengalami gangguan depresi dan tidak mendapat perawatan secara profesional.
Cara Mengatasi Gangguan Kejiwaan pada Ibu Baru
Untuk mengatasi masalah ini, Moms perlu melakukan beberapa hal berikut:
1. Minta bantuan dari orang terdekat. Banyak hal yang harus Anda lakukan untuk merawat bayi baru lahir. Untuk itu, mintalah orang terdekat Anda, suami, ibu, kakak, atau adik Anda untuk membantu Anda merawat bayi. Ajak pasangan untuk turut terlibat di tengah kesibukan Anda mengurus Si Kecil, misalnya mengganti popok, menyiapkan peralatan menyusui, atau sekadar menemani saat Si Kecil bangun tengah malam. Untuk urusan rumah tangga, sebisa mungkin ada asisten rumah tangga yang melakukannya.
2. Berbagi. Bila Anda merasa seperti 'bukan orang yang sama seperti dulu lagi', cobalah untuk berbicara dengan orang terdekat. Berbagi cerita tentang apa yang Anda alami saat itu dapat mengurangi beban yang Anda rasakan. Rasa stres, takut tidak bisa memberikan yang terbaik untuk bayi, depresi karena ASI tidak kunjung keluar dan berbagai permasalahan lainnya dapat Anda ceritakan kepada orang terdekat.
3. Meditasi. "Ibu baru yang menghabiskan setidaknya 15 menit setiap hari untuk bersantai, misalnya dengan melakukan latihan pernapasan, bermeditasi, atau sekadar berendam di bak mandi, dapat mengatasi tekanan yang dirasakan," ujar Diane Sanford, Ph.D, penulis Postpartum Survival Guide.
4. Konsultasi dengan dokter atau psikolog. Bila perlu, Anda bisa berkonsultasi dengan dokter atau meminta bantuan psikolog untuk mengatasi masalah ini. Depresi berat seperti psikosis postpartum perlu penanganan lebih lanjut. Umumnya dokter akan memberikan obat-obatan antipsikotik atau antidepresan. Tentu saja obat-obat tersebut harus dikonsumsi di bawah pengawasan dokter atau psikiater ya, Moms. Selain obat-obatan, electro therapy (ECT) juga diperlukan agar pasien tetap bisa menyusui Si Kecil. Selain itu, terapi wicara dengan cognitive behavioral therapy (CBT) juga ditawarkan untuk mempercepat penyembuhan. Jika memang sudah parah dan diperlukan, pasien mungkin akan dirawat di rumah sakit dalam beberapa waktu. (M&B/SW/Dok. Freepik)