BUMP TO BIRTH

Waspada, Perdarahan setelah Persalinan


Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond


Mengeluarkan darah setelah persalinan adalah hal biasa. Akan tetapi jika darah yang keluar lebih dari 500 ml, Anda patut mewaspadai adanya perdarahan pasca-persalinan atau hemorrhagic postpartum (HPP). 

Pada saat melahirkan, tubuh akan mengeluarkan darah akibat terpisahnya plasenta dari dinding rahim. Tak perlu khawatir karena tubuh sudah siap atas kehilangan tersebut.

Selama masa kehamilan, volume darah dalam tubuh Anda meningkat sebanyak 90 persen. Setelah plasenta terpisah, rahim akan melanjutkan kontraksi menutup aliran pada pembuluh darah.

Menyusui juga membantu kontraksi karena tubuh terdorong melepas hormon oksitosin, hormon yang merangsang terjadinya kontraksi sekaligus merangsang terbentuknya hormon prolaktin untuk memproduksi ASI. Itulah sebabnya, Anda dianjurkan untuk langsung menyusui Si Kecil setelah melahirkan.

Namun ada kalanya, situasi tidak berjalan normal sehingga darah yang keluar dari vagina lebih dari 500 ml yang disebut HPP. Berdasarkan Health Encyclopedia University of Rochester Medical Center, HPP terjadi pada 4-6 persen dari seluruh kelahiran di dunia.

Di Indonesia, berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, kasus HPP terjadi 9 persen. Kasus ini banyak terjadi di negara berkembang karena faktor gizi dan sarana kesehatan.


Penyebab HPP

Menurut dr. Aria Wibawa, Sp.OG. (K), dari Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM, HPP terbagi menjadi dua, yaitu HPP akut yang terjadi kurang dari 24 jam setelah persalinan dan late HPP yang terjadi setelah 24 jam pertama terlewati. Penyebab yang paling sering ditemukan, antara lain:

1. Kegagalan rahim berkontraksi setelah melahirkan (atonia uteri)

Inilah penyebab terbesar terjadinya HPP. Kegagalan berkontraksi disebabkan banyak hal, di antaranya kekurangan oksigen, rahim kendur akibat terlalu sering melahirkan, hipertensi selama kehamilan, kelainan uterus, dan persalinan yang terlalu lama (lebih dari 24 jam).

2. Perlukaan jalan lahir

Gejala yang paling mudah dikenali adalah darah keluar dalam jumlah banyak sesaat setelah bayi lahir. Perlukaan bisa berupa robekan serviks (mulut rahim) yang luas dan dapat menjalar ke bagian bawah uterus. Perlukaan lainnya adalah vagina, biasanya akibat pemakaian alat bantu persalinan terutama apabila kepala bayi harus diputar.

3. Plasenta terlambat (retensio plasenta)

Retensio plasenta terjadi apabila plasenta tidak keluar setelah lebih dari 30 menit kelahiran bayi. Biasanya plasenta sulit terlepas karena melekat dan tumbuh lebih dalam (plasenta acreata) atau plasenta sudah terlepas tapi tidak bisa keluar karena ada yang menghalangi.

4. Gangguan pembekuan darah

Perdarahan terjadi akibat adanya kelainan pembekuan darah sehingga darah tetap mengalir, misalnya akibat kekurangan zat pembeku.

5. Infeksi endometrium (lapisan dalam rahim)

Setelah terlepasnya plasenta dari dinding rahim, lapisan dalam rahim menjadi lebih peka. Umumnya perdarahan karena infeksi ini terjadi pada persalinan caesar, proses persalinan yang terlalu lama, atau ada bagian plasenta yang tertinggal di dalam rahim.

Dokter Aria mengatakan, HPP akut umumnya disebabkan kegagalan rahim untuk berkontraksi dan luka jalan lahir. Sementara itu, late HPP paling sering terjadi akibat infeksi endometrium dan gangguan pembekuan darah.

"HPP bisa ditangani asal penyebabnya segera diketahui, misalnya jika karena kegagalan rahim berkontraksi bisa ditangani dengan teknik sederhana pemijatan sampai pemberian obat-obatan untuk kontraksi seperti oksitosin," jelasnya.

Namun apabila tidak segera ditangani dalam waktu lebih dari 30 menit, HPP bisa menyebabkan sang ibu meninggal dunia karena kehabisan darah. Hal inilah yang kadang-kadang terjadi sehingga menjadi penyebab terbesar angka kematian ibu (AKI) melahirkan di Indonesia. Sebab kata dr. Aria, Indonesia merupakan negara kepulauan yang masih kekurangan infrastruktur sehingga fasilitas kesehatan, khususnya bagi ibu hamil, sulit dijangkau.


Bisa Dicegah

Meski demikian, kemungkinan HPP sebenarnya sudah dapat diketahui sejak awal kehamilan sehingga bisa dilakukan upaya pencegahan, misalnya melalui tes kadar hemoglobin (Hb) dalam darah yang biasanya dilakukan pada pekan-pekan awal kehamilan, memasuki usia kehamilan 28-30 pekan, dan menjelang persalinan. Hb yang berfungsi sebagai pengantar oksigen harus dalam kadar yang mencukupi (minimal 10,5 gr/dl dan normalnya 12,5-16 gr/dl) agar kontraksi dapat terjadi.

Selain itu, Anda juga bisa mencari tahu letak plasenta melalui USG. Normalnya, plasenta berada di dinding rahim bagian atas. Apabila berada di dinding bawah rahim, plasenta menutupi jalan lahir sehingga besar kemungkinan terjadi perdarahan.

"Kalau sudah ditemukan gejalanya, harus dilakukan tindakan antisipasi dengan menjaga jangan sampai Hb rendah atau merencanakan persalinan di rumah sakit yang memiliki fasilitas memadai," kata dr. Aria.

Meski penyebab umumnya dapat dicegah, ada beberapa penyebab yang tidak dapat diprediksi, misalnya kekurangan energi pada ibu melahirkan sehingga menyebabkan kelelahan. Hal semacam ini biasanya disebabkan ibu tidak mendapat asupan makanan dalam waktu lama sehingga tubuhnya kekurangan kalori. Seperti halnya oksigen, kalori juga dibutuhkan untuk kontraksi.


Tetap Waspada

Ada kondisi-kondisi tertentu yang harus Anda waspadai guna mencegah terjadinya HPP, di antaranya:

• Sering melahirkan. Kondisi ini menyebabkan otot rahim kendur sehingga kemampuan berkontraksi setelah persalinan, kurang baik. Akibat gagal berkontraksi, pembuluh-pembuluh darah tidak terjepit sehingga darah terus mengalir.

• Kadar hemoglobin (Hb) rendah/anemia. Semakin rendah kadar Hb, semakin sedikit pula oksigen yang diantarkan sehingga menyulitkan kontraksi.

• Pernah melahirkan caesar atau operasi rahim lainnya. Bekas luka caesar bisa menjadi tempat menempelnya plasenta pada kehamilan berikutnya. Akibatnya pada proses kelahiran plasenta sulit terlepas dari dinding rahim yang membawa risiko perdarahan.

• Janin besar atau kembar. Janin yang melebihi ukuran normal (di atas 4 kg) atau kembar akan menyebabkan kemungkinan rahim tegang sehingga sulit berkontraksi juga menimbulkan luka jalan lahir semakin besar.

• Kehamilan usia tua. Semakin tua usia kehamilan, semakin besar risiko plasenta menempel pada dinding bawah rahim (plasenta previa) sehingga menutupi jalan lahir. (M&B/Wieta Rachmatia/SW/Dok. Freepik)