Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Disfungsi ereksi bukan hanya dialami pria berumur. Stres berlebihan saat bekerja dan beragam masalah rumah tangga merupakan pemicu tingginya angka kejadian disfungsi ereksi pada pria di usia relatif muda.
Lemah syahwat atau impoten seringkali dipersepsikan sama dengan disfungsi ereksi (DE), padahal keduanya berbeda. Lemah syahwat merupakan kondisi disfungsi seksual pada pria, berupa kurangnya libido (gairah seks), gangguan ereksi, dan ejakulasi.
Sementara itu, DE adalah ketidakmampuan pria untuk melakukan, mencapai, atau mempertahankan ereksi penis dengan baik dalam tiga bulan terakhir sehingga ia tak dapat melakukan hubungan intim yang memuaskan. Hal inilah yang kemudian sering mengganggu keharmonisan rumah tangga.
"Masalah DE ini sepertinya fenomena gunung es. Jumlah kasusnya diperkirakan lebih besar daripada yang terdiagnosis. Kebanyakan pria, termasuk di Indonesia, menganggap DE sebagai hal yang sangat memalukan dan tabu untuk dibicarakan. Mereka pun akhirnya tidak mau datang ke dokter untuk melakukan pemeriksaan. Mereka lebih memilih menggunakan obat-obatan yang dijual bebas di pasaran, dengan klaim mampu meningkatkan keperkasaan," ungkap Dr. dr. Nur Rasyid, Sp.U, dari FKUI-RSCM, Jakarta.
Kasus terbanyak ditemukan pada pria yang berusia 40 tahun ke atas dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda. Penelitian yang dilakukan di Boston, AS, menunjukkan bahwa dari 1.000 pria, sebanyak 24 di antaranya menderita DE. Bahkan pada akhir 2025 diperkirakan sebanyak 322 juta pria di dunia berisiko menderita DE. Angka yang tidak sedikit, bukan? Atasi masalah ini sebelum terlambat dan mengganggu hubungan rumah tangga Anda dengan pasangan.
Beragam Penyebab
Menurut Dr. dr. Nur Rasyid, Sp.U, ada dua jenis penyebab dasar DE, yaitu psikogenik dan organik. Faktor psikogenik meliputi berbagai masalah psikologis, seperti stres kerja, kecemasan berlebih, dan depresi. Sementara itu, faktor organik terjadi karena adanya gangguan pembuluh darah, sistem saraf, atau kondisi penis yang abnormal, serta gangguan hormonal. Faktor penyebab DE lainnya adalah penggunaan obat-obatan, kerusakan akibat trauma, operasi di sekitar perut, dan prostat.
Namun saat ini, faktor tertinggi yang menyebabkan pria di usia relatif muda terkena DE justru gaya hidup mereka sehari-hari. Pola makan yang tidak teratur, konsumsi alkohol, kurang berolahraga, dan merokok menjadi pemicu serangan DE.Â
Selain itu, pria yang mengalami obesitas, diabetes, dan hipertensi juga memiliki risiko DE dua kali lebih tinggi mengingat kadar testosteron yang rendah. Perlu diketahui, hormon tersebut penting untuk mempertahankan energi, menciptakan mood, dan menimbulkan dorongan seksual.
"Deteksi DE bagi penyandang diabetes sangat dianjurkan, terutama jika mereka masih dalam usia produktif. Hal ini berguna agar dokter dapat memberikan terapi terbaik, sehingga kualitas hidup pasien pun meningkat. Namun hal terpenting yang harus dilakukan pria pengidap DE adalah menjalankan pola hidup sehat," jelas Dr. dr. Nur Rasyid, Sp.U.
Penanganan Tepat
Mengingat DE disebabkan oleh beberapa faktor, maka terapi yang diberikan pun tidak selalu sama. Sebelum memberikan terapi terbaik, dokter akan melakukan observasi terlebih dahulu untuk mencari penyebabnya. Namun tidak perlu khawatir karena semua terapi akan diberikan dokter dengan pertimbangan matang dan memenuhi tiga prinsip utama, yaitu efektif, tidak berefek samping, dan praktis.
Penanganan DE biasanya dilakukan dengan mengobati penyakit dasar terlebih dahulu. Pasalnya, gangguan ini sering terkait dengan berbagai faktor risiko yang sudah termodifikasi.
Selain itu, mereka diharapkan dapat menerapkan pola hidup sehat dan sebagainya. Setelah itu, barulah dokter akan memberikan terapi sesuai kebutuhan pasien. Pria pengidap DE juga harus mengajak pasangannya saat berkonsultasi agar bisa saling mengungkapkan harapan yang ingin dicapai setelah terapi dilakukan.
Tahapan Terapi DE
Terapi Tahap I
1. Penggunaan obat (farmakoterapi). Terapi ini dilakukan untuk menghambat kerja enzim, sehingga otot polos pada penis menjadi rileks dan aliran darah pada organ ini meningkat. Obat-obatan yang diresepkan dapat dikonsumsi sesaat sebelum melakukan hubungan seksual atau setiap hari sesuai petunjuk dokter. Perlu diingat, obat ini tidak bisa dikonsumsi oleh pasien dengan kelainan jantung karena dapat menurunkan tekanan darah secara drastis.
2. Alat vakum ereksi. Penggunaan alat ini berfungsi untuk mendorong aliran darah ke penis sehingga membantu terjadinya ereksi. Metode ini tanpa efek samping dan tidak menimbulkan sakit. Perlu beberapa kali latihan untuk bisa menggunakan alat ini dengan tepat.
3. Gelombang kejut. Terapi ini dilakukan dengan memasangkan alat yang dapat mengalirkan gelombang kejut rendah untuk memperbaiki aliran darah ke penis.
Terapi Tahap II
Terapi ini dilakukan dengan melakukan injeksi obat ke badan penis dan saluran kencing luar. Seluruh injeksi berguna untuk melebarkan pembuluh darah di penis.
Terapi Tahap III
Jika kedua terapi di atas gagal, maka pria pengidap DE dianjurkan untuk melakukan operasi implantasi jaringan erektil penis. Terapi ini dapat dilakukan jika pasien menginginkan perbaikan permanen. (M&B/Wieta Rachmatia/SW/Dok. Freepik)