Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Setiap manusia memiliki bentuk kepala yang berbeda-beda. Lalu, apakah anak dengan bentuk kepala besar cenderung lebih cerdas? Sayangnya hal ini tidak benar menurut dr. Rouli Nababan, Sp.A, dari KiddieCare Center, Jakarta.
Ia menjelaskan, hal yang saling terkait adalah ukuran lingkar kepala anak dengan volume otak di dalamnya. Seperti diketahui, volume otak bayi baru lahir sekitar 350 gr. Bila diameter kepala bayi sekitar 30 cm, maka volume otak di dalamnya kemungkinan kurang dari itu.
Namun, volume otak yang kurang tidak selalu berarti potensi kecerdasan anak berkurang. Perlu diingat, ukuran lingkar kepala bayi dan anak berbeda-beda. Klinisi memakai skala Nelhaus sebagai parameter untuk menentukan batas normal ukuran lingkar kepala.
Selain itu, ubun-ubun perlu diperiksa guna mengetahui pertumbuhan dan perkembangan otak anak berlangsung normal atau tidak. Penutupan ubun-ubun normal terjadi di usia 6-19 bulan. Jika sudah menutup di bawah usia tersebut, tandanya Si Kecil mengalami Craniosynostosis.
Ini adalah kondisi sel-sel otak yang tidak bisa berkembang karena tidak ada ruang. Hal tersebut menyebabkan munculnya gangguan kelumpuhan otak, seperti celebral palsy. Jadi, semakin dini ubun-ubun tertutup, maka risiko gangguan tersebut semakin meningkat.
Berhubungan dengan bentuk kepala, George Institute for Global Health, University of Sydney melakukan penelitian tentang hal tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa tumbuh kembang bayi, terutama pada kemampuan motorik, dipengaruhi oleh bentuk kepala.
Dijelaskan oleh Asisten Profesor Alexandra Martiniuk, penelitian ini mengklasifikasikan dua jenis bentuk kepala bayi, yaitu kepala datar dan kepala normal (tidak datar). Dan pada bayi dengan kepala datar, pertumbuhannya menjadi terhambat.
Jadi, bayi tersebut akan membutuhkan waktu lebih dalam untuk dapat duduk dan merangkak dibandingkan anak dengan kepala normal. Selain itu, kemampuan bicaranya juga lebih lambat. Jika kondisi ini terjadi pada Si Kecil, maka Moms harus segera mengonsultasikannya ke dokter.
Kondisi ini bisa dicegah, bahkan saat Anda dan suami memutuskan untuk memiliki anak. Rutinlah melakukan kontrol ke dokter kandungan. Jangan lupa juga untuk mengonsumsi makanan yang mengandung DHA, AA, zat besi, taurin, kolin dan zinc selama hamil, Moms. (M&B/Vonia Lucky/SW/Dok. Freepik)