BABY

Waspada Bentuk Penis Jagoan Kecil Anda, Moms!


Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond


Pemeriksaan kondisi tubuh dan fungsi organ bayi secara menyeluruh setelah ia dilahirkan sangatlah penting. Sebagai orang tua, Moms dan pasangan juga sebaiknya bersikap kritis jika melihat sesuatu yang berbeda pada tubuh Si Kecil. Jangan pernah beranggapan bahwa perbedaan pada tubuhnya adalah hal yang wajar dan akan menjadi normal seiring dengan pertumbuhannya, sehingga Anda tidak merasa perlu membawanya ke dokter.

Termasuk dalam hal ini, Moms perlu mengecek apakah bentuk penis jagoan kecil Anda terlihat tidak seperti seharusnya, mungkin bengkok atau berukuran kecil. Segera periksakan ke dokter, karena bisa jadi ia terkena hipospadia.

Apa Itu Hipospadia?

“Hipospadia merupakan salah satu kelainan yang sering kali luput dari perhatian orang tua terhadap bayi laki-lakinya. Hipospadia adalah kelainan bawaan yang membuat lubang kencing (uretra) tidak berada di ujung kepala penis. Hal itu terjadi karena kegagalan proses pembentukan penis bayi di dalam kandungan. Kasus hipospadia cenderung meningkat dan diperkirakan muncul pada 1 dari 300 kelahiran bayi laki-laki,” ujar Prof. dr. Chaula L. Sukasah, Sp.B, Sp.BP-RE (K) dari RSCM, ahli hipospadia pertama di Indonesia.

Pada bayi yang menderita hipospadia, penisnya akan tampak melengkung ke arah bawah. Hipospadia juga sering disertai dengan beragam kelainan bawaan, seperti penis kecil, testis sudah mengalami penurunan sempurna namun tidak berada di tempat yang sesuai, testis turun, dan sebagainya.

Penyebab

Menurut Prof. dr. Chaula, banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui penyebab hipospadia, namun hasilnya belum dapat dipastikan. Beberapa peneliti mengatakan, faktor keturunan, kelainan kelenjar (endokrin), dan lingkungan memiliki andil besar dalam menyebabkan terjadinya hipospadia.

Faktor keturunan disinyalir menyebabkan hipospadia karena biasanya ditemukan beberapa penderita dari 1 keluarga.

Sedangkan faktor kelainan genetik diduga menyebabkan hipospadia setelah ditemukan beberapa penderitanya menunjukkan mutasi gen yang bertanggung jawab terhadap aktivitas enzim yang berperan dalam pembentukan alat kelamin laki-laki.

Selain itu, faktor kelainan kelenjar yang berasal dari sel pada testis dan berperan penting dalam pembentukan alat kelamin laki-laki juga bisa menimbulkan terjadinya hipospadia.

Sementara itu, faktor lingkungan bisa disebabkan oleh pemakaian atau paparan berbagai produk sintetik, seperti insektisida, pestisida, juga material yang digunakan pada pabrik farmasi, plastik, dan lainnya.

Tidak bisa Dicegah, tapi bisa Ditangani

“Terjadinya hipospadia pada bayi laki-laki memang tidak dapat dicegah, namun orang tua bisa mengetahui ada atau tidaknya kelainan ini dengan melakukan USG di trimester akhir. Jika hasilnya positif, orang tua sebaiknya segera konsultasi kepada ahli untuk mengatasi kondisi tersebut, salah satunya ke Departemen Bedah Plastik RSCM. Hipospadia dapat ditangani melalui operasi, yang sebaiknya dilakukan saat anak berusia 6-18 bulan,” tutur Prof. dr. Chaula.

Jika terlambat ditangani, hipospadia dapat menimbulkan berbagai keluhan pada anak di masa depan. Keluhan paling utama adalah terjadinya gangguan fungsi reproduksi. Selain itu, bisa menimbulkan dampak psikologis bagi anak saat memasuki usia sekolah. Ia akan merasa malu karena teman laki-lakinya berkemih secara berdiri, sementara ia tidak. (M&B/SW/Dok. Freepik)