Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Semua ibu tentu berharap bisa memberikan ASI eksklusif pada Si Kecil dengan lancar. Namun dalam prosesnya, tidak sedikit ibu yang mungkin mengalami tantangan saat menyusui, seperti yang umum terjadi, yaitu kurangnya produksi ASI.
Sebagai gantinya, biasanya susu formula yang dipilih sebagai pengganti kebutuhan ASI. Namun, pemberian susu formula ini sebenarnya tidak baik untuk Si Kecil. Hal ini pula yang sudah dikampanyekan oleh dr. Cicely Williams tentang bahaya pemberian susu formula sejak tahun 1939.
Saat itu, ia melihat kejadian di Singapura banyak bayi yang mati karena tidak mendapatkan ASI, pemberian formula secara tidak tepat, dan dikenalkan MPASI dini.
Hal ini juga terjadi di Indonesia, saat pada tahun 60-70-an terjadi puncak popularitas penjualan susu formula. Nia Umar S.Sos, MKM, IBCLC, wakil ketua Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) mengatakan pada tahun itu seorang ibu bisa merasa gengsinya meningkat jika membelikan formula merk tertentu untuk anaknya.
“Bahkan sampai detik ini ada seorang ibu yang percaya bahwa formula tertentu pasti bagus untuk anaknya karena terpengaruh iklan yang memperlihatkan anak-anak dengan kondisi tubuh yang sehat,” ungkapnya saat ditemui di workshop Kode WHO bersama AIMI beberapa waktu lalu.
Karena itu, Iklan-iklan dan promo yang dibuat oleh produsen produk pengganti ASI lah yang menjadi cikal bakal dibentuknya kode etik internasional pemasaran pengganti ASI (WHO, 1981).
Seputar Kode WHO
Kode WHO adalah seperangkat rekomendasi untuk mengatur pemasaran produk pengganti ASI yang bertujuan melindungi para ibu dan bayi dari praktik pemasaran minuman/makanan bayi yang tidak beretika.
Kode ini tidak menargetkan pada orang tua bayi yang menggunakan produk pengganti ASI, tapi justru melindungi mereka dari teknik-teknik pemasaran yang menyesatkan yang membuat publik percaya bahwa produk-produk tersebut sama baiknya dengan ASI.
Perlu Moms ketahui, cakupan dari kode WHO ini yaitu formula bayi, formula lanjutan, makanan dan minuman yang dipasarkan sebagian atau seluruhnya sebagai pengganti ASI, serta empeng dan botol susu.
Pada 2016, WHO telah memperluas rekomendasinya bukan hanya mencakup formula bayi, tapi juga follow-up formula, growing-up milks, dan makanan padat pabrikan hingga usia 36 bulan. WHO juga menekankan pentingnya makanan ASI buatan rumah yang bergizi dan mencerminkan kearifan lokal.
Sebagai pengetahuan, simak poin utama kode WHO berikut:
-
Dilarang mengiklankan formula dan produk lain yang termasuk dalam kode WHO
-
Dilarang memberikan sampel gratis ke masyarakat
-
Dilarang mempromosikan formula di fasilitas kesehatan
-
Staf perusahaan formula tidak diperkenankan memberikan nasihat tentang formula ke publik
-
Dilarang memberikan hadiah atau sampel kepada tenaga kesehatan
-
Dilarang memuat gambar bayi atau gambar yang mengidealkan formula pada label produk
-
Informasi kepada tenaga kesehatan harus bersifat faktual dan ilmiah
-
Informasi tentang formula, termasuk informasi label, harus menjelaskan keuntungan menyusui serta biaya dan risiko pemberian formula
-
Penjelasan tentang penggunaan formula hanya dibolehkan berdasarkan indikasi medis tertentu seperti tercantum dalam peraturan pemerintah no. 33/2012 tentang pemberian asi eksklusif. (Vonda Nabilla/SW/Dok.Freepik)