Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Terapi untuk anak dengan Celebral Palsy (CP) perlu dilakukan setiap hari secara berkelanjutan. Hanya saja, biaya terapi yang cukup mahal membuat banyak penyandang CP tidak mampu melakukannya. Namun, alasan tersebut tentu tidak boleh membuat para orangtua penyandang CP putus asa.
Nurhayati, orangtua dari Nabila, anak penyandang CP yang kini berusia 13 tahun berpendapat, keterbatasan seharusnya tidak menjadi halangan untuk menghentikan pengobatan anak. Baginya, banyak cara kreatif yang masih bisa dimaksimalkan sebagai pengganti terapi.
“Saya juga coba-coba dan pakai feeling seorang ibu untuk memberi terapi pada Nabila. Waktu itu, saya belum tahu banyak soal penyakitnya, tetapi saya inisiatif buat terapi sendiri. Saya sempat menstimulasi kaki dan tangannya dengan alat vibrator massage dengan harapan bisa merangsang otot dan sarafnya. Saya juga sering mengajak ia bicara dan melakukan berbagai permainan. Pokoknya, saya manfaatkan hal-hal sederhana yang ada di sekitar untuk terapi Nabila. Alhamdulillah, di usia 3 tahun, ia sudah mulai bisa jalan,” ungkap wanita berusia 42 tahun itu.
Nurhayati juga mengatakan kalau peran orangtua dan keluarga, terutama ibu, sangat penting bagi perkembangan kondisi anak CP. “Sentuhan ibu itu melebihi apa pun. Sebanyak apa pun perawat yang menanganinya, kalau para ibunya nggak mendukung, nggak akan ada hasil apa-apa,” tegasnya.
Dokter Aryadi Kurniawan, Sp.OT (K), ahli bedah ortopedi RSCM FKUI mengatakan, banyak terapi yang diperlukan untuk menangani CP ini, khususnya fisioterapi. Namun pada beberapa kasus, fisioterapi masih belum cukup untuk mengatasinya. Masih banyak terapi lain, seperti botox, terapi bicara, atau jika kondisinya sudah parah, jalan terakhir adalah operasi.
Ia juga menambahkan, meski boleh menggunakan terapi pengganti, perkembangan anak CP tetap perlu dipantau. “Penyebabnya kan karena ada ketidakseimbangan, jadi memang stretching dibutuhkan dalam kondisi ini. Tetapi dengan fisioterapi, kita akan tahu otot mana yang perlu diperbaiki. Gerakan balet memang bermanfaat, namun menurut saya harus lebih fokus ke otot yang harus ditangani. Sebab, biasanya yang terkena hanya otot-otot tertentu, yang melewati 2 sendi,” ungkapnya.
Selain itu, perlu dipahami bahwa CP memang tidak bisa sembuh, tapi kualitas hidup para penyandangnya bisa meningkat jika didukung oleh orang terdekat dan banyak pihak. “Mereka punya potensi yang bisa dikembangkan walaupun memang di bawah normal, tapi jika terus diasah dan diajari pasti akan menghasilkan sesuatu yang maksimal,” lanjut dr. Aryadi. (Aulia/DC/freedigitalphotos)