Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Sekilas, tidak ada gelagat 'aneh' yang terlihat pada Nabila, 13. Ia tampak sama seperti kebanyakan anak seusianya, begitu periang, murah senyum, dan ramah kepada semua orang. Nabila pun tak sungkan bersalaman dengan orang yang baru pertama kali ditemuinya. Namun jika diamati secara fisik, sebenarnya terdapat beberapa kejanggalan pada bentuk tangan dan kakinya.
Nabila berjalan dengan sedikit menjinjit dan jari tangan kanannya pun terlihat kaku. Hebatnya, keterbatasan tersebut tidak menggoyahkan anak penyandang Celebral Palsy (CP) ini untuk tetap menari balet. Meski harus melakukan usaha lebih keras untuk menggerakan tubuhya, Nabila tak kenal letih dan lelah, ia begitu antusias melakukan hobinya itu.
Sang ibu, Nurhayati Ambarwati, 42, mengaku sangat mendukung Nabila menari balet. Baginya, keterbatasan yang dimiliki anak keduanya itu bukan halangan untuk bisa melakukan banyak hal. Nurhayati pun yakin beberapa aktivitas yang dilakukan Nabila justru berguna sebagai terapi dari kelainan yang dialaminya.
Sebagai orangtua dari penyandang CP, ia berpendapat terapi sangat diperlukan, bagaimana pun kondisinya. “Nabila termasuk anak yang suka bersosialisasi dan gemar mempelajari berbagai hal. Ia bisa naik sepeda karena melihat teman-temannya dan mencoba belajar sendiri. Saat ikut outbond, ia berani mencoba semua tantangan yang ada. Aktivitas bermain seperti itu saya maksimalkan sebagai bagian dari terapi untuk Nabila. Terbukti, sejak dia aktif bersosialisasi dengan teman-temannya, banyak kemajuan yang ia perlihatkan,” ungkap Nurhayati.
Nabila selalu aktif bergerak meski juga mengalami diseleksia, kesulitan bicara, dan memiliki keterbatasan fisik. Ia selalu semangat bersekolah, mengaji, bersepeda, balet, sampai karate. Semua dijalaninya dengan gembira. Menurut Nurhayati, Ia mendorong Nabila melakukan semua itu, agar ia bisa menjadi anak mandiri. Toh! Aktivitas yang diarahkan juga sesuai dengan kegiatan yang disukainya.
“Para ibu dengan anak CP juga perlu menyadari kalau perannya sangat penting di sini. Keterbatasan ekonomi jangan dijadikan alasan untuk berhenti memberikan terapi bagi anak CP. Banyak cara kreatif lain yang bisa dimanfaatkan sebagai pengganti terapi. Maksimalkan saja segala hal yang ada di sekitar kita, sehingga masa depan anak pun bisa tetap dilanjutkan,” tutur Nurhayati.
Nabila merupakan salah satu dari banyak anak yang menderita cerebral palsy (CP) di Indonesia. Kurangnya pemahaman dan sosialisasi tentang Celebral Palsy di masyarakat membuat banyak salah persepsi terhadap kelainan ini. Tidak sedikit pula yang menganggap CP adalah penyakit menular. Padahal kelainan ini bukan untuk dijauhi, melainkan dicegah. Selain itu, kurangnya fasilitas umum bagi penyandang CP juga menyebabkan mereka tidak dapat beraktivitas dengan mudah.
Celebral palsy (CP) merupakan suatu kondisi terganggunya fungsi otak dan jaringan saraf yang mengendalikan gerakan, kemampuan belajar, pendengaran, penglihatan, serta kemampuan berpikir. CP dapat memengaruhi gerakan, postur, keseimbangan, dan koordinasi tubuh. Rata-rata CP menyerang anak-anak dan bayi prematur, karena fungsi otaknya belum matang.
Belum diketahui apa sebenarnya yang menjadi penyebab terjadinya CP. Namun dr. Aryadi Kurniawan, Sp.OT (K), ahli bedah ortopedi RSCM FKUI, mengatakan ada beberapa faktor yang bisa menimbulkan risiko terjadinya CP, seperti infeksi dan pendarahan saat hamil, kelahiran prematur, persalinan tidak lancar, serta berbagai masalah lainnya. (Aulia/DC/dok.pribadi)