Type Keyword(s) to Search
ARCHIVE

Jadi Ibu yang Perfeksionis Boleh Saja, Asal….

Jadi Ibu yang Perfeksionis Boleh Saja, Asal….

Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond

Moms, jika Anda memiliki sifat perfeksionis dalam diri Anda, tentu Anda menginginkan segala hal yang Anda kerjakan selesai dengan sempurna. Ketika apa yang kita kerjakan salah atau gagal, tak jarang kita pun menyalahkan diri sendiri. Sifat perfeksionis ini sebenarnya tidak selalu buruk, namun terkadang orang yang memiliki sifat ini jadi mudah stres apabila hal yang diinginkan tidak berjalan sesuai kehendaknya.

 

Mengerti akan banyaknya Moms yang perfeksionis, maka bertepatan dengan International Women's Day, 8 Maret 2018, Kinokuniya mengajak Mother&Baby untuk menghadiri Rebel Reading. Acara diskusi buku ini membedah sebuah karya Sheryl Sandberg yang berjudul Lean In: Women, Work, and the Will to Lead. Berdasarkan buku tersebut diketahui perempuan selalu memiliki perasaan akan suatu kegagalan, dan merasa tidak sempurna yang tinggi.

 

Sita Supomo, Founder Yayasan Kinarya Relawan Indonesia (Volunteer-ID) yang menjadi salah satu pembicara pada acara ini juga mengakui sebagai wanita rasa ketidaksempurnaan, kegagalan selalu ia rasakan setiap hari.

 

“Karena sebagai wanita kita ini suka tidak suka memiliki sense of perfection yang tidak bisa kita capai. Karena pada dasarnya keinginan kita tersebut terlalu tinggi,” ujar wanita yang juga merupakan Aktivis Perempuan Anti Korupsi ini.

 

Di sisi lain, mitos mengenai wanita yang dapat mengerjakan segala hal (dengan sempurna) juga sebenarnya terkadang menjadi beban bagi wanita. Sebagai contoh saat dirumah kita harus bekerja sendiri, karena misalnya ketika kita minta suami untuk mencucikan piring, ia cenderung lama mengerjakannya dan menunda pekerjaan tersebut.

 

“Ketika itu kita pun jadi ingin mengambil pekerjaan yang harusnya suami lakukan dan menjadi beban untuk kita, karena kita ingin sebuah perfection. Dengan melakukan hal tersebut, selain kita mengambil beban dari orang tersebut, kita juga sebenarnya melakukan disempower pada orang tersebut,” tambahnya.

 

Dalam melakukan sebuah pekerjaan juga wanita cenderung melakukannya secara multitasking, misalnya sambil menyusui Si Kecil, kita sembari bekerja menggunakan laptop. “Padahal kita tidak mungkin bisa me-multitasking dua hal pada detik dan menit yang sama. Jadi dunia ini kita selalu harus memilih” tegas Sita.

 

Jadi kita harus memilih prioritas dari dua hal yang ada tersebut. Ketika kita sudah memilih, kita harus memaafkan diri kita, dan merelakan hal yang tidak kita prioritaskan pada detik dan menit tersebut.

 

“Karena kita sudah memilih dengan penuh pertimbangan, supaya kita less guilty. Kalo tidak ya kita bakal guilty all day long, kita menjadi stres, dari stres kita bisa jadi pikun, kena penyakit demensia, alzheimer, dan sebagainya.” ujarnya. (Vonda Nabilla /TW/Dok. Freepik)