Type Keyword(s) to Search
BUMP TO BIRTH

Alasan Ibu Merahasiakan Gangguan Psikosis Postpartum

Alasan Ibu Merahasiakan Gangguan Psikosis Postpartum

Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond

Sebuah penelitian yang dipublikasikan di jurnal Maternal and Child Health mengungkapkan bahwa seorang ibu baru cenderung menyembunyikan gangguan depresi pasca melahirkan. Sebanyak 211 wanita yang diteliti mengalami hal tersebut dan tetap berdiam diri tanpa melakukan pengobatan apapun. Dari survei yang dilakukan secara anonim, hanya sekitar 20 persen wanita yang memutuskan untuk mengkonsultasikan diri mereka ketika mengalami psikosis postpartum.

 

Hal ini tentu mengkhawatirkan: gangguan depresi yang bisa dialami seorang ibu akan membuatnya tidak merasa seperti bukan dirinya sendiri. Gangguan ini juga dapat berpengaruh pada kesehatan mental dan fisik secara keseluruhan. Dari studi tersebut juga mengindikasikan bahwa 1 dari 5 wanita dapat mengalami gangguan depresi dan tidak mendapat perawatan secara profesional.

 

Menurut Betty-Shannon Prevatt, kandidat PhD dan penulis utama dari studi tersebut menjelaskan bahwa kasus ini bisa diatasi dengan dukungan secara moril dan perawatan yang dilakukan secara penuh. “Kita perlu membuat sebuah perubahan agar wanita dapat menyampaikan masalah kesehatan mental mereka, sehingga mereka dapat menerima penyembuhan yang lebih baik. Mendekati orang-orang yang dekat dengan sang ibu batu mungkin menjadi kuncinya,” jelas Betty.

 

Salah satu hal yang bisa dilakukan dengan menambahkan prosedur konsultasi, di mana dokter menanyakan kondisi mental sang ibu. Dengan prosedur tersebut, mungkin ibu tersebut mau menjelaskan kondisi depresinya. Hal ini akan sangat membantu proses penyembuhan, karena faktanya para ibu yang diketahui memiliki riwayat depresi bisa mendapatkan perwatan dibanding yang tidak mengalami gangguan depresi sebelumnya.

 

Sebenarnya, bukan sesuatu yang mengejutkan ketika seorang ibu baru bisa mengalami gangguan mental. Pengalaman menjadi seorang ibu mungkin menjadi yang pertama kali dan membuat mereka selalu mengutamakan anak-anaknya. Stigma sosial juga terkesan menuntut seorang ibu untuk bisa melakukan segala peran ibu selain merawat anak, seperti membersihkan seluruh rumah. Pada akhirnya mereka merasa tertekan dan ketika semua tidak berjalan lancar, mereka merasa telah gagal.

 

Untuk itu, keterbukaan dan dukungan dari pasangan dan orang sekitar sangat dibutuhkan. Dengan begitu, sang ibu juga bisa menghadapi masa-masa awal menjadi ibu baru dengan lebih santai dan menikmati tumbuh kembang Si Kecil dengan perasaan bahagia. (Vonia Lucky/TW/Dok. Freepik)