Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Menstimulasi otak ialah bagian penting dari mendidik anak agar ia tumbuh jadi anak cerdas. Caranya, para orang tua harus harus mengajaknya aktif bergerak dan bermain. Sayangnya, kondisi itu sulit dilakukan bagi seorang ibu bekerja yang memiliki keterbatasan waktu. Tantangan yang ada dipikirannya bakal muncul, “Bagaimana dengan waktu sedikit bisa mengoptimalkan tumbuh-kembang bayi dan mengstimulasi dengan maksimal.”
Hal itu harus dilakukan orang tua, khususnya ibu, karena bayi lahir bukan hanya diberi makan saja lalu tumbuh. Tapi perlu didik dan diajarkan nilai-nilai agar ia tumbuh seperti yang diharapkan orang tua.
Di bawah ini, dr. Ahmad Suryawan, Sp.A(K), dokter tumbuh-kembang anak dari RS Dr. Soetomo, menjelaskan cara menstimulasi anak sesuai tahapan umur
0-6 bulan
Diumur ini bayi akan belajar mengenali wajah, suara dan bau tubuh orang lain. Oleh karenanya, orang tua harus banyak berinteraksi – mulai dari bicara sampai bernyanyi – dengan menyentuh dan memeluknya.
12-18 bulan
Menurut dokter Ahmad, dimasa anak ini anak sudah mulai bisa berjalan. Saat dia berjalan-jalan – entah mengejar kucing di depannya atau mengambil mainannya, biarkan ia melakukannya sendiri. Yang Anda hanya perlu lakukan ialah mengawasi dan menemaninya.
24-30 bulan
Biasanya direntang umur ini, anak Anda sudah punya teman bermain. Orang tua memberi waktu lebih baik dimasa karena Anda harus mengajarkan mereka kemampuan bersosialisasi, mulai dari berbagi ke temannya, mengucapkan terima kasih kalau minta tolong atau dibantu orang. Sebabnya, untuk anak punya kemampuan sosialisasi, harus diajari setiap hari.
Adapun dari rentang masa itu, terdapat tantangannya masing-masing. Moms, harus bisa berkerja sama dengan suami untuk bisa mengurus dan mendidik Anda. Ya, hal pertama yang perlu Anda lakukan ialah membuat komitmen dengan suami. Di mana Anda bernegosiasi dalam mengasuh sang buah hati.
“Nah, pintar-pintarnya kita lah itu membujuk suami, bernegoisasi, sampai membagi peran. Bagaimana tek-tokan-nya kalau kerja agar peran orang tua tetap dirasakan anak. Ini penting dan bahkan bisa dibilang fondasinya,” ungkapnya Mira D Amir dalam wawancara eksklusif dengan redaksi Mother & Baby lewat sambungan telepon, Selasa (16/1/2018).
Jika kesimpulannya nanti minta bantuan oleh orang lain – entah itu ipar, perawat, atau asisten rumah tangga, itu sah-sah saja. Buatlah jadwal kegiatan anak, mulai dari makan, bermain dan istirahat, agar proses stimulus tetap berjalan. Tetapi, tambah Mira, harus juga mulai memberi kepercayaan sama orang lain.
“Kalau yang ditakutkan Anda, anak ditelantarkan, ya bikin jadwal kegiatannya. Jadi si perawat atau asisten rumah tangga bisa melakukan yang harus dilakukannya. Begitu solusinya. Jangan langsung bilang enggak percaya sama orang saja. Yang ada kerja dilanda cemas mulu, 'duh, anak saya jam segini udah makan belum ya' atau 'Aduh, si Mba, benar-benar bisa bikin dia tidur siang enggak ya'. Capek,” tambah Mira.
Menurut Mira, imbas dari pola pengasuhan seperti itu akhirnya anak tumbuh jadi anak yang menghindar kalau dicemplungi ke sekolah, jadi “jagoan kandang”, atau penakut.
“Satu lagi, yang banyak orang tua keliru saat mengstimulus anak ialah mengajarkan anak dengan bentuk pengajaran. Itu salah. Yang kalau 'kalau kamu tidak mau nurut kata mama, mama marah, ya' . Padahal usianya baru lima tahun. Padahal di usia itu, yang ia tahu cuma main. Anak itu pintar melalui main. Anak mendapatkan pengetahuan yang baik dan menetap, mereka tidak menerimanya tidak dalam kondisi terpaksa. Dia menerima dalam konteks bermain,” urainya. (Qalbinur Nawawi/Dok. Pexels)
Yang Harus Diperhatikan Ibu Bekerja dalam Mendidik Anak
Menitipkan Anak pada Kakek-Nenek? Boleh Kok! Asalkan..
Ibu Bekerja Mendidik Anak? Begini Caranya