Type Keyword(s) to Search
FAMILY & LIFESTYLE

Pendidikan Inklusif untuk Anak Berkebutuhan Khusus

Pendidikan Inklusif untuk Anak Berkebutuhan Khusus
inklusif

Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond

Kehidupan anak berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia masih tergolong sangat dikesampingkan. Hal itu telihat dari banyaknya kendala dan kesulitan yang mereka hadapi untuk bisa hidup layak. Selain aksesbilitas dan kehidupan sosial, nasib pendidikan mereka pun belum memiliki kejelasan. Inilah yang membuat masa depan ABK terkesan 'abu-abu'. Padahal di balik keterbatasannya, mereka juga bisa menjadi anak-anak berprestasi, bahkan melebihi anak normal lainnya.

 

Itulah sebabnya, hampir setiap negara di seluruh dunia menerapkan sistem pendidikan khusus untuk ABK, seperti sekolah inklusif. "Pendidikan inklusif merupakan sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan ABK belajar di kelas umum sekolah-sekolah terdekat, dengan menyesuaikan kemampuan dan kebutuhan yang mereka miliki. Biasanya, mereka juga didampingi oleh guru khusus di dalam kelas," jelas Sapon-Sevin, profesor pendidikan inklusif dari Syracuse University, New York.

 

Dalam UU Nomor 20 tahun 2003 pun sudah dijelaskan bahwa setiap anak yang memiliki gangguan perkembangan fisik atau mental, namun cerdas dan memiliki bakat istimewa, berhak memperoleh pendidikan seperti layaknya anak normal, dalam lingkungan yang sama dengan keberagaman yang ada di dalamnya. Selain itu, negara juga dikatakan memiliki tanggung jawab dalam memenuhi pendidikan dasar para ABK dan menjamin mereka tidak mendapatkan diskriminasi dari pihak manapun.

 

Faktanya, masih banyak sekolah inklusif di Indonesia yang belum memberikan pelayanan secara maksimal. Menurut ibu Adi D. Adinugroho Ph.D, pakar pendidikan khusus di Psycho Educational Assesment Center of Excellent (PEACE), pemahaman tentang standar layanan, pengetahuan, serta kemampuan tenaga pendidik dalam menangani ABK sangat minim. “Sudah 10 tahun sistem pendidikan inklusif ini diadakan. Namun sampai saat ini masih belum berjalan dengan baik, karena sosialisasinya sangat minim sekali,” jelas ibu Adi.

 

Parahnya lagi, pihak swasta secara signifikan telah mendominasi pengadaan sekolah inklusif ini dengan biaya yang cukup mahal. Ke manakah pemerintah negara kita? Padahal mereka seharusnya turut memegang andil, mengingat mereka memiliki akses paling umum yang bisa dijangkau masyarakat, karena tidak semua ABK berasal dari keluarga berkecukupan.

 

Oleh karena itu, ke depannya diharapkan layanan pendidikan berkualitas dari pemerintah untuk ABK menjadi lebih baik, dengan mendirikan semakin banyak sekolah inklusif di Indonesia. Sehingga, kesetaraan para ABK pun dapat dicapai dengan adanya pendidikan yang jauh lebih layak dan diskriminasi yang terjadi di dunia pendidikan terhapuskan. (Aulia/DC/dok. M&B)