Type Keyword(s) to Search
FAMILY & LIFESTYLE

Sering Selfie? Hati-hati Kena Penyakit Selfitis, Moms!

Sering Selfie? Hati-hati Kena Penyakit Selfitis, Moms!
Selfie, (Foto: Pexels)

Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond

SELFIE atau mengambil foto secara mandiri sudah dianggap hal yang lumrah. Apalagi diera ponsel yang menawarkan kualitas foto canggih saat ini, selfie telah jadi gaya hidup Dari sisi manfaat, penelitian sudah membuktikan bahwa selfie bisa menumbuhkan rasa kepercayaan diri.

 

Tetapi, jangan banyak-banyak ya, Moms. Karena, kebiasaan sering selfie bisa membuat orang terkena penyakit selfitis.

 

Ya, menurut hasil penelitian Dr. Janarthanan Balakrishnan, kebanyakan mengambil selfie bisa menyebabkan ketagihan dan bisa memunculkan penyakit selfitis. Di mana penyakit ini dikelompokann sebagai gangguan kesehatan.

 

Lebih dalam, peneliti membagi selfitis jadi 3 kelompok, yakni selfie boderline, selfie akut, dan selfie kronik. Adapun selfie boderline ialah orang yang melakukan selfie sebanyak 3 kali sehari tapi tidak diunggah ke sosial media. Sementara selfie akut mengambil foto selfie sebanyak 3 kali sehari dan mengunggahnya semua fotonya ke sosial media. Terakhir, selfie kronik ialah golongan orang yang sudah tidak terkendali dalam ber-selfie dan menunggah ke sosial media lebih dari 6 kali sehari.

 

“Pembagian kelompok selfie didasarkan penelitian yang dilakukan di India – salah satu negara dengan angka kematian tertinggi yang berhubungan dengan selfie. Pada penelitian tersebut, 34 % responden mengalami selfitis borderline, 40.5% mengalami selfitis akut dan 25.5 % mengalami selfitis kronis. Perlakuan pengambilan selfie secara obsesif lebih banyak pada laki-laki mencapai 57,5 % dibandingkan pada wanita yang hanya 42.5%,” ungkap Dr. Ari Fahrial Syam MD, P.hD, FACP, praktisi klinis dan staf pengajar FKUI/RSCM sebagaimana rilis yang diterima redaksi Motherandbaby.co.id, Jakarta, Rabu (3/1/2018)

 

“Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa kelompok umur 16-20 tahun lebih berisiko terjadinya selfitis. Sembilan persen responden mengambil selfie lebih dari 8 kali dalam sehari dan sekitar 25 % membagi sedikitnya 3 gambar ke sosial media setiap hari.”

 

Dan bagian penting dari temuan ini ialah, seringkali orang yang melakukan selfie kesadaran terhadap keadaan sekitar berkurang. Sehingga, sering membuat pelakunya mengalami kecelakaan, tambah dokter Ari.

 

Berbagai penelitian dan laporan menyampaikan bahwa terjadi kecelakaan yang membuat pelaku selfie mengalami luka-luka. Bahkan sampai menyebabkan kematian misalnya jatuh pada satu ketinggian, serangan dari hewan liar, sengatan listrik, trauma pada kegiatan olahraga karena kurang konsentrasi kondisi sekitar saat sedang melakukan selfie, kecelakaan lalu lintas baik saat sebagai pengendara maupun saat sebagai pejalan kaki.

 

Oleh karena itu, memang tidak dianjurkan untuk melakukan selfieketika berada diketinggian, saat sedang berolah raga, sedang berada disekitar hewan liar. “Bahkan dibeberapa negara melarang masyarakatnya melakukan selfie saat mengemudi dan saat sedang berjalan kaki,” paparnya.

 

Menurut dokter Ari, kegiatan selfiesejatinya merupakan hal yang wajar saat ini. Tapi diera gadget yang sedang berkembang, semua orang harus tetap bijaksana dan proporsional dalam melakukan selfie. Agar kegiatan selfie tidak merugikan diri sendiri dan tidak menghambat untuk berkegiatan.

 

“Memang harus diakui bahwa selfie bisa membawa dampak positif untuk mental seseorang. Tapi, tetap, jangan biarkan aktivitas selfie membuat kita hilang fokus dan menganggu aktivitas rutin kita sehari-hari,” pungkasnya.