Type Keyword(s) to Search
FAMILY & LIFESTYLE

Deteksi dan Kenali Ciri Anak Autis Sejak Dini

Deteksi dan Kenali Ciri Anak Autis Sejak Dini

Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond

Moms, setiap 2 April, masyarakat di seantero dunia memperingati Hari Kesadaran Autisme Sedunia (World Autism Awareness Day). Jumlah anak yang terdiagnosis mengalami autis terus meningkat. Namun sayangnya, belum ada data akurat jumlah/prevalensi anak dengan autis di Indonesia.

Pada 2015, di Indonesia, diperkirakan satu per 250 anak mengalami ganguan spektrum autis. Pada tahun tersebut diperkirakan terdapat kurang lebih 12.800 anak penyandang autisme dan 134.000 penyandang spektrum autis di Indonesia.Sedangkan pada 2010, UNESCO merilis data, penyandang autisme di dunia ketika itu mencapai 35 juta jiwa.

Apa Itu Autis?

Gayatri Pamoedji, pendiri Masyarakat Peduli Autis Indonesia (MPATI) mengatakan, autis adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks. Umumnya, gejalaautistampak sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Gangguan perkembangan yang terjadi mencakup komunikasi (berbicara dan berbahasa), interaksi sosial (tidak tertarik untuk berinteraksi) dan perilaku (hidup dalam dunianya sendiri).

Autisme adalah gangguan perkembangan yang disebabkan adanya gangguan pada fungsi susunan otak. Penyebab utama dari gangguan ini hingga saat ini masih terus diselidiki oleh para ahli meski beberapa penyebab seperti keracunan logam berat, genetik, polusi, alergi terhadap makanan tertentu, vaksin, komplikasi sebelum/ setelah melahirkan, disebut-sebut sebagai pemicu. Akan tetapi kepastian dan kesimpulan berdasarkan riset mengenai autsme belum juga terpecahkan dan para ahli sepakat bahwa belum ditemukan penyebab pasti autisme.

 

Ciri-ciri Autis

Berdasarkan riset ada 7 ciri utama autisme:

1. Apakah anak memiliki rasa tertarik pada anak lain?

2. Apakah anak pernah menggunakan telunjuk untuk menunjukkan rasa tertariknya pada sesuatu?

3. Apakah anak menatap mata Anda lebih dari 1 atau 2 detik?

4. Apakah anak meniru Anda? Misalnya, bila Anda membuat raut wajah tertentu, apakah ia menirunya?

5.Apakah anak memberi reaksi bila namanya dipanggil?

6. Bila Anda menunjuk ada sebuah mainan/apapun di sisi ruangan apakah ia meliat pada mainan/benda tersebut?

7. Apakah anak pernah bermain ‘sandiwara’,misalnyaberpura-pura menyuapi boneka, berbicara di telpon dan sebagainya?
           

Nah seorang anak berpeluang menyandang autis bila minimal 2 dari pertanyaan di atas dijawab TIDAK. Disarankan agar diperiksakan untuk mendapatkan diagnosa yang tepat.

 

 

Tiga Kendala

Memang belum diketahui secara pasti penyebab autis dan belum ada obat yang dapat menyembuhkannya. Namun, deteksi dan penanganan dini akan membantu perbaikan perkembangan anak penyandang autis. Tantangan terbesar yang dihadapi orangtua dengan anak autis adalah mencari diagnosis yang tepat, mendapatkan bimbingan atas apa yang harus dilakukan, pendidikan yang tepat bagi anak, menyiapkan dana untuk pendidikan dan terapi serta dukungan dari pemerintah dan masyarakat.

 

Secara umum, ada tiga hal utama yang menjadi kendala:

1. Diagnosis

Pengetahuan untuk mendiagnosis suatu keterlambatan perkembangan masih minim. Padahal, diagnosis yang akurat terhadap keterlambatan perkembangan ini sangatlah penting agar mendapat penanganan dan pendidikan yang tepat sesuai kebutuhan anak. Diagnosis merupakan gerbang utama dari penanganan yang holistik.

 

2. Pendidikan yang tepat

Jika diagnosis akurat  dapat ditetapkan, langkah selanjutnya adalah memberikan pendidikan yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak. Sayangnya, pendidikan ini belum menjadi prioritas. Alhasil, pengetahuan tentang metode yang dibutuhkan oleh anak ini masih jauh dari memadai.

 

3. Dukungan

Faktor lain yang juga sangat penting adalah dukungan yang kuat dari pemerintah dan masyarakat pada umumnya untuk dapat menerima anak-anak ini dengan segala kelebihan dan kekurangan mereka.Misal, dukungan pemerintah melalui penyesuain kurikulum dan jaminan akan kesetaraan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Dukungan dari masyarakat luas dibutuhkan agar anak ni mendapatkan rasa nyaman dan diterima oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan, kelebihan dan keunikan masing-masing agnak.

 

Hal paling penting, keterlibatan total dari orangtuanya sebagai tiang utama dari keberhasilan anak untuk bisa mandiri, seperti anak lainnya.Perlu kegigihan orangtua untuk dapat ‘menemukan’ dan mengasah kelebihan dari anak tersebut.

 

Penting juga untuk diketahui masyarakat umum, bahwa:

1.        Tidak mudah menjadi anak berkebutuhan khusus

2.         Tidak mudah menjadi orangtua anak berkebutuhan khusus

3.         Tidak semua anak berkebutuhan khusus akan tidak mampu berpartisipasi dalam masyarakat.

4.         Anak berkebutuhan khusus pun memiliki perasaan dan ingin diterima dengan baik di dalam masyarakat.

5.         Anak berkebutuhan khusus memerlukan dukungan dan kasih sayang dua kali lipat lebih besar dari anak-anak ‘normal’ karena keterbatasan mereka. Oleh karena itu, diperlukan simpati dan empati yang lebih tinggi dari keluarga dan masyarakat luas.(Hilman/Dok.freepik.com)