Type Keyword(s) to Search
TOODLER

Menyusui Balita (3): Mitos dan Fakta

Menyusui Balita (3): Mitos dan Fakta

Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond

Seorang ibu yang memutuskan untuk menyusui anaknya hingga balita dan hidup dalam lingkungan yang tak melihat hal itu sebagai hal yang wajar, mungkin akan berhadapan dengan berbagai komentar negatif dan sinisme, yang banyak dilontarkan lewat mitos-mitos yang beredar, seperti:

Mitos 1: Balita yang masih menyusu akan tumbuh menjadi anak manja dan tidak mandiri.
Mitos ini banyak memengaruhi pola pikir para orangtua, padahal realitasnya, bukan proses menyusui yang membuat anak menjadi manja, tetapi cara pengasuhan yang tak bisa diterima dengan baik oleh sang anak. Penyebab lainnya adalah ketidakkonsistenan pola asuh antara ibu dan ayah, atau pihak lain yang mengasuh anak.

Bagi seorang anak, proses menyusu merupakan 'jawaban' dari kebutuhannya, bukan hanya akan nutrisi yang terbaik, tetapi juga kasih sayang ibu, kenyamanan, dan kebutuhan untuk diperhatikan. Ketika ia menilai bahwa semua kebutuhan ini terpenuhi, ia akan menyapih dirinya sendiri. Dan setiap anak memiliki waktunya sendiri.

Sebagai orangtua, Anda tak bisa memaksa Si Kecil untuk merangkak, berjalan, atau berbicara sebelum ia siap. Begitu juga dengan menyapih. Orangtua biasanya mengikuti anjuran pihak lain untuk menyapih Si Kecil tanpa mempertimbangkan akibatnya bagi Si Kecil dan bagi diri mereka sendiri. Menyapih adalah fase yang penting dalam hidup anak. “Beberapa orangtua mengerti betapa krusialnya proses penyapihan bagi anak, namun tak menyadari risiko bagi perkembangan anak jika dilakukan tanpa kesiapan dari Si Kecil,” ujar Kathleen Huggins.

Pendapat ini diperkuat oleh dr. William Sears, dalam bukunya The Baby Books, yang menjelaskan hasil penelitian bertahun-tahun mengenai dampak positif extended breastfeeding pada kemandirian anak. Ia menyebutkan bahwa anak yang disapih pada waktunya, dalam arti, sesuai dengan keinginan anak sendiri, akan tumbuh menjadi anak yang lebih disiplin, mampu mengontrol emosi, merasa nyaman dengan dirinya sendiri, dan akan tumbuh dengan lebih bahagia, dibandingkan anak yang disapih sebelum waktunya.

Mitos 2: Menyusui balita akan menimbulkan masalah seksual pada anak.
Mitos ini sesungguhnya sangat menarik. Jika mencium dan memeluk seorang anak merupakan hal yang wajar, lalu mengapa menyusui, yang merupakan ungkapan alami seorang ibu untuk menyayangi anaknya dipandang sebagai tindakan yang bisa menimbulkan masalah seksual? Salah satu indikasinya karena masyarakat sekarang lebih memandang payudara sebagai organ seksual. Padahal pada dasarnya, payudara perempuan memiliki fungsi alami sebagai organ yang bisa memberikan nutrisi untuk keturunannya kelak. Bagi seorang balita yang masih polos dan murni, payudara sang ibu merupakan media baginya mendapatkan air susu, kasih sayang, perhatian, dan kehangatan. Tak lebih dari itu.

Mitos 3: Gizi dalam ASI tak lagi baik untuk anak di atas 2 tahun.
Tahukah Anda bahwa kekebalan tubuh anak membutuhkan waktu 2-6 tahun untuk benar-benar siap dan bekerja optimal? ASI akan terus memberikan zat kekebalan tubuh itu selama masih terus diberikan pada anak di rentang usia tersebut. Fakta ini tercatat dalam jurnal American Academy of Pediatrics 1997, dalam artikel The Effects of Breast-feeding on Toddler Health. Selain itu, penelitian di Bangladesh yang dibukukan dengan judul Prolonged Breastfeeding as Prophylaxis for Recurrent Otitis Media menyebutkan bahwa ASI masih memenuhi zat penting dalam hidup anak, terutama vitamin A pada tahun ke-2 dan ke-3nya.