Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Epilepsi dapat menyerang siapa saja, baik orang dewasa maupun anak-anak. Meski di Indonesia belum ada data yang pasti mengenai penderita epilepsi, namun Yayasan Epilepsi Indonesi (YEI) memperkirakan jumlah penderita epilepsi yang membutuhkan pengobatan masih berkisar pada 1,8 juta angka kejadian.
Anak yang menderita epilepsi umumnya dapat mengalami masalah penyerta atau komorbiditas berbeda-beda, seperti kelumpuhan otak, retardasi mental, masalah perilaku, yang diakibatkan oleh kerusakan jaringan pada otak. Dan dari hasil penelitian yang dihimpun oleh RSCM pada 2007, terdapat 44,8 persen anak dengan epilepsi mengalami gangguan mental, 25,5 persen mengalami gangguan mood, 25,5 persen mengalami gangguan cemas, serta 20,6 persen anak lainnya mengalami gangguan pemusatan perhatian atau hiperaktivitas.
“Berbagai faktor psikososial juga ditemukan dalam penelitian ini yang berkaitan dengan terjadinya masalah perilaku dan emosi, seperti tidak teratur kontrol berobat, kejang tidak terkontrol, dan latar belakang sosial ekonomi yang rendah,” ujar Dr. Tjhin Wiguna, SpKJ (K).
Walaupun belum ditemukan pengobatan yang mampu menyembuhkan epilepsi, akan tetapi penelitian menyebutkan 80 persen anak-anak pengidap epilepsi dapat hidup normal asal dibarengi dengan pengobatan yang benar dan teratur. Oleh karena itu, sangat penting bagi para orangtua untuk melakukan deteksi dini epilepsi pada anak, yaitu dengan memerhatikan apakah terdapat gerakan aneh tanpa sebab dan berulang seolah kaku, kelojotan, menyentak, atau kaget tanpa sebab yang jelas dan terjadi berulang hingga beberapa kali.
Kontrol yang ketat dari orangtua dalam melakukan pengobatan pun dapat memengaruhi keberhasilan terapi anak. Selain itu, orangtua juga perlu memerhatikan asupan gizi anak supaya ia semakin kuat menghadapi efek samping yang bisa terjadi selama pengobatan epilepsi. (Sagar/DT/Dok. M&B)