Type Keyword(s) to Search
FAMILY & LIFESTYLE

Konflik dengan Pasangan Picu Diabetes?

Konflik dengan Pasangan Picu Diabetes?

Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond

Selain berdampak buruk bagi kehidupan Anda, konflik dalam pernikahan bahkan juga dapat memengaruhi kesehatan. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa sepasang suami istri yang lebih sering berargumen memiliki risiko lebih tinggi mengalami obesitas.

 

Menurut sang peneliti, argumentasi yang tinggi dalam sebuah hubungan pernikahan secara tidak langsung dapat memengaruhi bagaimana tubuh memproses makanan tinggi lemak. Pasangan yang lebih sering berargumentasi dan depresi juga memiliki kadar insulin yang tinggi untuk penyimpanan lemak, dibandingkan dengan peserta yang tidak memiliki faktor risiko tersebut.

 

Peneliti utama, Jan Kiecold-Glaser dari Ohio State University, mengatakan betapa pentingnya untuk mengobati masalah kesehatan mental Anda. Sebelumnya, sebuah studi juga menemukan bahwa wanita yang sedang stres lebih mudah bertambah berat badannya karena metabolisme mereka melambat, dan lebih sedikit membakar kalori per harinya.

 

"Temuan ini tidak hanya mengidentifikasi bagaimana depresi dapat menyebabkan obesitas, tetapi juga menunjukkan betapa pentingnya untuk mengobati gangguan suasana hati. Selain itu, kesehatan mental juga bermanfaat bagi kesehatan fisik,” ungkap Jan, seperti dikutip dari sumber Daily Mail.

 

Para peneliti merekrut 43 pasangan sehat berusia 24-61 tahun yang telah menikah selama setidaknya tiga tahun. Para peserta menyelesaikan berbagai kuesioner yang mencakup penilaian kepuasan perkawinan, gangguan mood masa lalu, dan gejala depresi. Selama dua kali kunjungan studi, semua peserta mengonsumsi telur, sosis, biskuit gurih, dan saus yang mencapai 930 kalori dan 60 gram lemak. Dua jam kemudian, pasangan diminta untuk mendiskusikan dan mencoba untuk menyelesaikan satu atau beberapa masalah yang dinilai paling mungkin menghasilkan konflik, seperti uang, komunikasi, dan mertua.

 

Para peneliti meninggalkan ruangan selama mereka berdiskusi, hingga menghasilkan konflik dan percakapan yang 'memanas'. Setelah makan, pembakaran kalori peserta diukur selama 20 menit setiap jamnya, dengan menggunakan peralatan khusus. Sampel darah peserta diambil beberapa kali setelah makan untuk mengukur glukosa, insulin, dan trigliserida, kemudian dibandingkan.

 

Hasilnya, peserta dengan riwayat gangguan mood dan konflik dalam pernikahan lebih sedikit membakar kalori, dibanding pasangan yang tidak memiliki konflik. Pada pengukuran setelah makan, mereka juga diketahui memiliki rata-rata 12 persen lebih banyak insulin dalam darah dibanding pasangan dengan tingkat konflik lebih rendah.

 

Insulin berfungsi untuk penyimpanan lemak, sehingga kadar insulin yang lebih tinggi biasanya menyebabkan penambahan berat badan. Untuk itu, setiap pasangan perlu menyelesaikan konflik pernikahan dengan baik, agar terhindar dari depresi dan masalah kesehatan lainnya. (Aulia/DT/freedigitalphotos)