Type Keyword(s) to Search
FAMILY & LIFESTYLE

Kleting Titis Wigati: Rediscovering Myself and Never Give Up My Dream

Kleting Titis Wigati: Rediscovering Myself and Never Give Up My Dream

Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond

Lama bergelut di dunia fashion, Kleting Titis Wigati (41), fashion designer dan founder KLE, memilih untuk bekerja lebih santai dan mengubah prioritas untuk anak-anaknya. Menjadi ibu membuatnya merasa menemukan sisi baru dirinya, dari yang workaholic menjadi lebih fokus pada keluarga. Pernah merasa kewalahan mengurus anak dan pekerjaan, mungkinkah Kleting menyerah jadi fashion designer?

Memiliki anak di usia yang nyaris 40 tahun, begitu banyak hal yang tiba-tiba berubah di hidup Kleting. Banyak pula hal yang harus ia sesuaikan, mulai dari penyesuaian waktu dengan keluarga, pekerjaan, dan obsesinya meraih mimpi.

Walau kewalahan, Kleting mengaku masih mencoba mencari formula yang tepat untuk menjalankan perannya sebagai ibu, istri, fashion designer, dan tentunya entrepreneur. Apa yang membuat Kleting terus semangat? Apa lagi mimpi Kleting yang sedang coba ia raih? Yuk, simak wawancara eksklusif Mother & Beyond untuk lebih dekat dengan Kleting Titis Wigati sang ibu 4 anak ini.

“Dalam mengejar mimpi, jangan takut untuk mulai. Istirahatlah kalau lelah, but never give up your dream!"

Sedang sibuk apa Mom Kleting?

Dari segi bisnis sudah tidak sesibuk zaman sebelum pandemi, sekarang aku lebih sibuk di rumah mengurus anak-anak, tapi tetap aku enggak berhenti total. Masih ada beberapa project yang sedang digarap, salah satunya membuat kostum untuk pagelaran tari di Yogyakarta.

Pekerjaan mass production seperti membuat seragam gitu juga masih jalan. Sedangkan untuk KLE, sekarang masih mempersiapkan koleksi-koleksi terbarunya. Insya Allah akhir tahun 2023 ini akan diluncurkan.

Pokoknya passion aku masih sama, hanya saja aku menjalankannya lebih santai, enggak ngoyo, dan mulai belajar bisa mendelegasikan tugas ke tim, jadi sudah enggak bisa lagi semuanya aku yang kerjakan langsung. Fokus utama tetap ke anak-anak, terlebih aku punya anak kembar yang sedang aktif-aktifnya. Jadi 2 tahun ini aku banyak belajar soal motherhood dulu, urusan pekerjaan enggak semuanya perlu di-handle langsung.

Bagaimana persiapan koleksi baru KLE?

Persiapannya slow but sure. Kalau waktu anak-anak baru lahir mungkin sulit sekali memikirkan pekerjaan, karena mereka masih menyusu dan full sama aku 24/7 kan. Sekarang anak-anak sudah mulai besar, minum susu sudah mulai campur sufor, tidur sudah bisa pulas sampai pagi (enggak bangun tengah malam lagi buat menyusu), jadi sudah lebih mudah buat aku menyambi persiapkan koleksi baru KLE.


Seperti apa tantangan di awal berkarier? 

Dari awal memutuskan mau sekolah fashion saja sudah menjadi tantangan tersendiri, haha. Enggak mudah meyakinkan orang tua untuk sekolah fashion dan kemudian berkarier di dunia fashion. Awalnya sempat ikutan tes universitas negeri juga jurusan seni rupa, kemudian baru aku bisa meyakinkan orang tua untuk sekolah lagi di ESMOD Jakarta.

Aku berhasil graduated with honor dan mengantungi award The Best Design and Interpretation dari ESMOD Jakarta. Dari situ baru orang tua mengizinkan sekolah fashion lagi kuliah S1 ke Istituto Marangoni, Milan. Selama di Italia dari tahun 2001 sampai 2005, aku sekolah sambil magang dan freelance.

Terus kembali ke Jakarta, aku sempat kerja sebentar di media jadi fashion editor. Terus pernah juga kerja di sebuah denim company italian brand gitu, bertanggung jawab soal desain dan product development. Dari situ makin jatuh cinta dengan dunia fashion, sampai akhirnya coba buat brand sendiri and here I am.

Sejak punya anak, ada rencana bikin kids collection?

Kemarin sih iseng-iseng coba membuat baju anak, hasilnya menurutku lucu. Tapi masih terlalu dini untuk bilang KLE mau meluncurkan kids collection, karena menurutku baju anak tuh enggak bisa main-main, semuanya harus dipikirkan dengan baik dan risetnya harus lebih dalam. Untuk baju anak, bahannya harus nyaman, material lainnya harus aman, bagus enggak di kulit anak, dan banyak pertimbangan lainnya. Didoakan saja ya semoga kids collection bisa terwujud.

“Sejak jadi ibu, saya perlu menata ulang prioritas. Fokus aku ke anak-anak, khususnya si kembar Renjana dan Atmahati yang masih 16 bulan.”

Bagaimana juggling antara menjadi ibu dan berkarier?

Jujur, aku enggak setiap hari ngurusin kerjaan karena kalau mau diturutin kerjaan enggak ada habisnya. Sejak jadi ibu, saya perlu menata ulang prioritas. Fokus aku ke anak-anak, khususnya si kembar Renjana dan Atmahati yang masih 16 bulan.

Untuk pekerjaan, aku sadar diri saja kalau usiaku udah enggak 20-an tahun lagi, enggak bisa gesit dan “gercep” (gerak cepat) seperti dulu lagi waktu masih muda dan belum punya anak. Contohnya, saat handle project kostum pagelaran tari, aku tahu itu akan sangat menyita waktu, tenaga, dan fokus. Detailnya banyak, waktunya sempit (kalau tidak salah hanya 25 hari). Kalau sudah begitu, ya aku enggak ambil project lain, biar enggak kewalahan dan tetap balance antara jadi fashion designer dan jadi ibu.

Kadang juga aku ambil project, tapi waktunya lebih panjang biar enggak buru-buru. Kalau ada deadline, mau enggak mau tim saya harus lebih banyak. Kapan aku kerja? Memang harus pintar curi-curi waktu, misalnya pas anak-anak lagi tidur siang. Jadi menurutku, intinya harus realistis saja, sadar kemampuan, dan tidak memaksakan tenaga untuk bekerja karena prioritas saat ini kan anak-anak. Kalau merasa sedang tidak mampu ya sudah, take your time.

Pernah enggak sih mau menyerah jadi fashion designer?

Perasaan kaya gitu sih sering banget muncul. Dulu waktu masih muda itu ambisiku kan gede banget, di industri fashion juga masih belum banyak pemainnya, jadi semangat masih berkobar-kobar. Nah, mulai jadi ibu itu the real challenge just began. Aku sering bertanya-tanya ke diri sendiri: mau meneruskan jadi fashion designer or just give up my dream? 

Untungnya aku baru jadi ibu di usia yang hampir 40 tahun, jadi sudah banyak baca buku, mendengarkan podcast, trauma healing, jadi mungkin agak lebih tenang. Sudah bisa mind-mapping apa yang harus dilakukan sekarang, nanti, ditunda, didelegasikan ke tim. Tapi apa pun itu: I will never give up my dream.


Seperti apa suka duka punya anak kembar?

Pastinya kurang tidur! Haha. Tapi perlahan mulai bisa menguasai manajemen yang pas, misalnya satu anak tidur sama aku, satu lagi tidur di sebelah. Jadi mereka kalau menangis ya gantian, enggak sekaligus.

Aku bukan supermom, jadi aku jujur butuh banget bantuan dari support system: keluarga terdekat, pengasuh, sahabat, dan pastinya dukungan dari suami. Aku merasa beruntung banget dikelilingi support system yang solid.

Kebetulan di keluarga aku tuh sudah lama enggak ada bayi, keponakanku yang paling kecil saja usianya sudah 16 tahun. Jadi ketika lahir Renjana dan Atmahati, wah keluarga besar senangnya luar biasa. Nah, kalau keluarga lagi datang mengajak main si kembar, itu jadi kesempatan aku untuk me time sejenak, entah cuma main handphone atau curi waktu melakukan hal-hal yang aku suka.

Kleting tuh ibu yang seperti apa, sih?

Aku baru sebentar sih ya jadi ibu, tapi aku rasa aku adalah ibu yang seperti teman. Selain itu, semoga aku bisa jadi ibu yang sabar tapi conscious (sadar), ya. Kalau sabar doang kan kayanya kesel dan susah gitu, haha. Jadi aku lagi belajar untuk bisa jadi ibu yang gentle and conscious, enggak tahu deh gimana itu caranya.

“Demi kesehatan mentalku, akhirnya ada beberapa hal yang enggak bisa dipaksakan harus eco-friendly. Banyak anak, banyak adjustment.”

Kleting juga dikenal sebagai orang yang peduli lingkungan. Ini ditularkan ke 4 anak Anda juga enggak?

Dulu aku seperti itu, tapi kalau setelah jadi ibu kayanya kita harus bisa jadi orang yang lebih fleksibel. Awalnya aku maunya anak-anak tetap pakai popok kain, tapi realistis saja ya, mengurus 2 anak dengan popok yang sering bocor di mana-mana itu menguras tenaga banget. Akhirnya coba beralih ke popok sekali pakai. There are some things that I altered, aku enggak bisa sekaku dulu. Demi kesehatan mentalku, akhirnya ada beberapa hal yang enggak bisa dipaksakan harus eco-friendly. Banyak anak, banyak adjustment.

Tips dari Anda untuk para Moms yang sedang meraih mimpi?

Untuk mewujudkan mimpi, kemampuan untuk mendelegasikan tugas juga diperlukan, lho. Untuk Moms yang bergelut di bidang kreatif, biasanya suka keberatan saat karyanya dipegang orang. Idealisme tinggi, maunya semua dikerjakan sendiri, padahal kalau begitu terus malah mimpi kita terasa makin jauh untuk diraih.

Jadi, penting untuk percaya dengan tim. Buatlah langkah-langkah kecil sampai berhasil ke puncak mimpi. Jangan takut untuk mulai, istirahatlah kalau lelah, but never give up your dream! (M&B/Tiffany Warrantyasri/SW/Foto & Digital Imaging: Insan Obi/Makeup & Hairdo: Arimbi/Wardrobe Kleting: KLE, Marlan/Wardrobe Renjana & Atmahati: Bimbie Kids Jakarta, Nik & Phi)