Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Tidak semua pasangan dapat dengan mudah memiliki keturunan. Berbagai macam cara pun dilakukan oleh mereka demi mendapatkan keturunan, termasuk program bayi tabung atau kini lebih dikenal dengan metode In Vitro Fertilization atau biasa disingkat IVF. IVF adalah pemakaian laboratorium untuk menyatukan sperma dan sel telur dalam tabung yang kemudian diletakkan kembali ke dalam rahim untuk berkembang. IVF kini makin dikenal dapat membantu para pasangan untuk mendapatkan keturunan, dan sudah menjadi metode yang sangat populer.
Data di Inggris menunjukkan, setiap tahunnya klinik di Inggris melakukan sekitar 60.000 perawatan IVF. Namun, banyak pula pasangan yang gagal dalam program IVF karena embrio gagal tertanam di dalam rahim. Hal ini dapat terjadi jika embrio ternyata membawa cacat genetik.
Kini, para ahli kesuburan di Inggris telah menemukan cara baru untuk mengidentifikasi embrio yang bisa meningkatkan keberhasilan program IVF hingga 50 persen. Menurut para peneliti dari Oxford University, adanya DNA dengan kadar yang tinggi dari sel penghasil energi dalam embrio adalah sinyal bahwa ia akan gagal ditanamkan dan tidak dapat menghasilkan kehamilan. Menurut mereka, kadar DNA dalam embrio memiliki batas, dan tidak boleh melebihi batas tersebut. Jika kadar DNA dalam embrio masih di bawah nilai batas yang ditentukan, penanaman embrio kemungkinan akan berhasil.
Dr Elpida Fragouli, ilmuwan dari Nuffield Departemen Obstetri dan Ginekologi, Oxford, dan reprogenetics Inggris mengatakan, penemuan tes ini bisa menjadi biomarker yang membantu dokter untuk memilih embrio terbaik yang paling memungkinkan untuk menghasilkan kehamilan.
Umumnya, sebagian besar klinik IVF hanya memiliki tingkat keberhasilan 20-30 persen. Namun, angka ini bisa meningkat menjadi 40 persen setelah dilakukan skrining genetik dari telur atau embrio untuk mendeteksi kelainan kromosom. Kelainan kromosom merupakan penyebab utama keguguran dan kondisi Down Sindrom pada anak. Ia menambahkan, empat atau lima klinik di Inggris dan Spanyol sudah menggunakan teknik ini sebagai bagian dari skrining mereka. "Kami percaya bahwa menambahkan biomarker ini dalam proses IVF akan meningkatkan keberhasilan sebanyak 50 atau 60 persen. Ini sangat mudah dilakukan, hanya membutuhkan waktu beberapa jam," ungkap Dr. Elpida seperti dilansir sumber Daily Mail.
Dalam tes ini, kelompok ilmuwan dari Oxford juga menyelidiki apakah jumlah DNA mitokondria yang ditemukan dalam embrio memengaruhi keberhasilan penanaman embrio setelah ditransfer ke rahim. DNA mitokondria (mtDNA) adalah materi genetik yang ditemukan dalam bagian terkecil dari sel, atau mitokondria. Penelitian ini menunjukkan, tingkat mtDNA yang tinggi pada embrio dapat membawa cacat genetik, dan umumnya terdapat pada wanita yang lebih tua, terutama yang berusia lebih dari 40 tahun. Tim peneliti juga menekankan bahwa embrio yang sehat dan mampu tertanam dalam rahim cenderung memiliki tingkat mtDNA yang lebih rendah. (Aulia/DT/dok.Daily Mail)