Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Moms, Anda mungkin sudah familiar dengan kata stunting. Stunting adalah gangguan tumbuh kembang pada anak yang disebabkan oleh kekurangan asupan gizi, terserang infeksi, maupun stimulasi yang tidak memadai. Di Indonesia sendiri, angka stunting masih tergolong cukup tinggi. Sebanyak 17-19 persen dari total anak Indonesia mengalami masalah stunting.
Salah satu faktor yang sangat berperan dalam risiko stunting adalah asupan gizi yang kurang pada anak. Padahal, masalah ini sebenarnya bisa dicegah sejak kehamilan hingga usia anak 2 tahun atau di 1.000 hari pertama kehidupan anak.
Efek dari stunting juga bisa sangat serius pada anak. Efek jangka pendek, misalnya gangguan pertumbuhan otak pada anak, IQ yang rendah, dan gangguan sistem kekebalan tubuh pada anak. Sedangkan efek jangka panjang antara lain menurunkan produktivitas dan meningkatkan biaya pengobatan, perawakan pendek, serta meningkatkan risiko penyakit jantung dan diabetes hingga kematian.
Karena itu, penting bagi Moms dan Dads untuk memonitor tumbuh kembang anak sejak ia lahir. Hal tersebut diungkapkan oleh dr. Dimple Gobind Nagrani, Sp.A selaku dokter spesialis anak saat webinar yang digelar oleh aplikasi Tentang Anak yang membahas korelasi ASI dan berat badan seret pada anak untuk cegah stunting.
Webinar ini diadakan bersamaan dengan peringatan momen spesial Hari ASI Sedunia dan bertujuan untuk mengedukasi orang tua Indonesia dari sisi kesehatan dan pertumbuhan anak, terutama mengenai ASI dan berat badan anak.
Melalui webinar ini, dr. Mesty Ariotedjo, Sp.A, dokter spesialis anak yang juga founder Tentang Anak, berharap dapat kembali mengingatkan pentingnya memperjuangkan ASI untuk anak dan bagaimana manajemen ASI bisa menekan angka stunting atau gagal tumbuh pada anak yang kini masih menjadi fokus utama para ahli serta pemerintah Indonesia.
Saat sesi webinar Tentang Anak, dr. Dimple memaparkan beberapa poin penting terkait ASI, pertumbuhan anak, dan stunting. Ia juga menjelaskan cara memonitor pertumbuhan anak sejak usia dini. Menurutnya, setiap bulan orang tua dapat mengukur berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala anak menurut usia. Moms bisa mengukur sendiri ataupun meminta bantuan tenaga medis setiap cek secara berkala ke fasilitas kesehatan.
Jika pertumbuhan fisik anak kurang, orang tua wajib mengevaluasi bersama ahli. Moms bisa berkonsultasi dengan dokter spesialis anak untuk mengetahui penyebab tumbuh kembang Si Kecil di bawah grafik normal. “Ada beberapa hal yang perlu diketahui secara detail, misalnya apakah asupan makanan, kualitas nutrisi, dan asupan susunya cukup,” ujar dr. Dimple.
Menurut dr. Dimple, untuk memastikan kebutuhan kalori bayi ASI tercukupi dengan baik, Moms perlu memastikan posisi menyusui sudah benar dan nyaman, baik buat ibu maupun bayi, agar proses transfer ASI dari payudara bisa terpenuhi dengan baik. Berikut ini beberapa caranya:
- Tubuh bayi menghadap ke tubuh ibu dalam satu garis lurus.
- Dagu bayi menempel di payudara ibu.
- Dada atau perut bayi menempel dengan perut ibu.
- Tangan ibu menyangga leher dan punggung bayi (kecuali dalam posisi tidur).
- Untuk pelekatan menyusui, pastikan bayi menyusu dengan posisi mulut terbuka lebar dan dari areola payudara (bukan putting).
Selain memastikan kebutuhan kalori bayi ASI tercukupi dengan baik, Moms juga perlu mengetahui kebutuhan kalori anak usia dini, yakni:
- Usia 6-9 bulan memerlukan ASI 70% dan MPASI 30%
- Usia 9-12 bulan memerlukan ASI 50% dan MPASI 50%
- Usia lebih dari 12 bulan memerlukan ASI 30% dan MPASI 70%.
(M&B/SW/Foto: Freepik.diller/Freepik, Tentang Kita)