Type Keyword(s) to Search
FAMILY & LIFESTYLE

Kenali Empty Sella Syndrome, Penyakit yang Diderita Ruben Onsu

Kenali Empty Sella Syndrome, Penyakit yang Diderita Ruben Onsu

Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond

Sejak beberapa bulan terakhir, presenter Ruben Onsu mengalami penyakit yang cukup serius sehingga perlu menjalani perawatan di Singapura. Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan, ia ternyata menderita penyakit empty sella syndrome (ESS).

Penyakit yang satu ini memang masih terdengar asing. Maklum saja, empty sella syndrome termasuk penyakit langka. Menurut situs National Institute of Neurological Disorder and Stroke, penderita empty sella syndrome mencapai 25 persen dari total populasi dunia, tapi hanya sekitar 1 persen yang menunjukkan gejala khas. Lantas, apa yang dimaksud dengan empty sella syndrome?

Empty sella syndrome adalah penyakit langka yang menyerang otak. Seperti dilansir dari Alodokter, masalah kesehatan ini terjadi pada sella tursika, yaitu struktur tulang yang terletak di bagian dasar tulang tengkorak dan berfungsi untuk melindungi kelenjar pituitari. Nah, kelenjar pituitari berfungsi untuk menghasilkan hormon yang akan mengatur beragam fungsi organ tubuh.

Penyebab ESS

Hingga saat ini, belum diketahui secara pasti penyebab empty sella syndrome. Namun secara garis besar, penyakit ini dikategorikan menjadi dua, yaitu empty sella syndrome primer dan empty sella syndrome sekunder.

1. Empty sella syndrome primer

Empty sella syndrome primer kerap dikaitkan dengan cacat lahir yang menyebabkan adanya sobekan kecil pada lapisan pembungkus otak. Kondisi ini akhirnya membuat cairan dalam otak atau serebrospinal bocor dan masuk ke dalam sella tursika, sehingga menyebabkan kelenjar pituitari menyusut dan tidak berfungsi secara normal.

2. Empty sella syndrome sekunder

Empty sella syndrome sekunder dapat terjadi karena adanya gangguan pada sella tursika atau kelenjar pituitari yang disebabkan oleh berbagai hal, seperti:

  • Cedera kepala akibat benturan keras atau kecelakaan
  • Terapi radiasi di area kepala
  • Riwayat operasi di bagian kepala
  • Tumor otak
  • Infeksi otak atau ensefalitis
  • Sindrom Sheehan atau kondisi yang dialami perempuan yang kehilangan darah yang sangat banyak hingga mengancam nyawanya saat persalinan, atau yang mengalami tekanan darah rendah setelah persalinan yang dapat mengganggu suplai oksigen dalam tubuh.

Gejala-gejala ESS

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, hanya sedikit penderita empty sella syndrome yang menunjukkan gejala. Pada umumnya, empty sella syndrome memang sulit terdeteksi. Gejala baru akan muncul apabila kelenjar pituitari mengalami penyusutan yang kemudian memicu ketidakseimbangan hormon dalam tubuh. Gejala yang muncul bisa mencakup:

  • Kelelahan sepanjang waktu
  • Sakit kepala kronis
  • Penurunan kualitas penglihatan
  • Mata kering
  • Tekanan darah tinggi
  • Penurunan gairah seksual
  • Gangguan menstruasi pada wanita
  • Impotensi pada pria
  • Infertilitas
  • Keluar cairan jernih dan tidak berbau dari hidung.

Penanganan ESS

Penanganan empty sella syndrome biasanya tergantung pada tingkat keparahan dan gejala yang muncul. Namun, untuk pemeriksaan awal, pada umumnya dokter akan melakukan MRI guna memastikan apakah ada masalah di tengkorak.

Apabila hasil pemeriksaan menunjukkan pasien mengalami empty sella syndrome tapi kelenjar pituitari tidak berubah secara signifikan, fungsi hormon tak terganggu, dan tidak ada gejala, maka penanganan secara medis umumnya tidak perlu dilakukan, tapi pasien perlu melakukan pemantauan secara rutin.

Di sisi lain, jika kelenjar pituitari menyusut sehingga mengganggu fungsi hormon dan menyebabkan berbagai gejala, dokter akan memberikan pengobatan yang bisa membuat hormon dalam tubuh kembali seimbang. Dalam beberapa kasus, pasien ESS juga memerlukan tindakan medis berupa operasi. (M&B/Wieta Rachmatia/SW/Foto: Freepik)