Type Keyword(s) to Search
TOODLER

Awas Batuk Berkepanjangan pada Anak, Bisa Jadi Tanda Penyakit Ini!

Awas Batuk Berkepanjangan pada Anak, Bisa Jadi Tanda Penyakit Ini!

Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond

Batuk merupakan salah satu penyakit yang paling sering menyerang anak-anak, khususnya balita. Namun, Moms perlu waspada apabila Si Kecil menderita batuk berkepanjangan.

Batuk berkepanjangan bisa diartikan sebagai batuk yang tak kunjung sembuh meski Si Kecil sudah diberikan obat bebas resep. Batuk jenis ini perlu mendapat perhatian khusus karena bisa menjadi indikasi adanya penyakit yang lebih serius, seperti pneumonia, penyakit paru obstruktif kronis, atau batuk rejan yang perlu segera mendapat penanganan dokter.

Agar Anda bisa mengenali tanda-tanda lain dari deretan penyakit kronis tersebut, simak penjelasan berikut ini, Moms!

Batuk rejan

Batuk rejan adalah infeksi bakteri pada paru-paru dan saluran pernapasan yang amat menular. Anak yang menderita penyakit ini bisa mengalami batuk selama 3 bulan. Karena alasan durasi itulah, batuk rejan juga kerap disebut dengan istilah batuk seratus hari.

Batuk rejan bisa berisiko kematian apabila terjadi pada lansia maupun anak-anak, apalagi pada bayi yang belum cukup umur untuk mendapatkan vaksin pertusis. Perlu diketahui, vaksin pertusis dosis pertama biasanya diberikan kepada bayi yang sudah menginjak usia 2 bulan dalam bentuk vaksin DPT (difteri, pertusis, dan tetanus).

Batuk seratus hari bisa dikenali dari rentetan batuk keras yang terjadi secara terus-menerus. Batuknya ditandai dengan tarikan napas panjang lewat mulut (whoop). Fase pertama dari batuk rejan inilah yang merupakan masa di mana infeksi akan sangat rentan menular. Memasuki fase kedua, faktor risiko kematian sangat tinggi, khususnya bagi para manula.

Pneumonia

Pneumonia disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae. Penyakit ini merupakan infeksi di unit penukar gas paru-paru (alveoli). Kondisi ini juga disebut sebagai radang paru yang terisi cairan atau nanah.

Di Indonesia, pneumonia juga dikenal dengan istilah paru-paru basah. Infeksi yang memicu peradangan pada kantong-kantong udara tersebut bisa terjadi di salah satu atau kedua paru-paru. Efeknya, sekumpulan kantong-kantong udara kecil di ujung saluran pernapasan dalam paru-paru akan membengkak dan dipenuhi dengan cairan.

Penyakit paru obstruktif kronis

Penyebab lain batuk berkepanjangan pada anak adalah penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Penyakit ini mengakibatkan paru-paru menghasilkan lendir secara berlebihan. Gejala paling umum dari PPOK adalah batuk yang tak kunjung sembuh dibarengi lendir dahak berwarna agak kuning atau hijau.

Ada beberapa jenis PPOK. Emfisema merupakan salah satu jenis yang bisa menyebabkan batuk secara terus-menerus dan terjadi pada banyak orang. Menurut National Health Interview Survey di Amerika Serikat, setidaknya lebih dari 2 juta orang di negara tersebut mengidap emfisema.

Tuberkulosis

Tuberkulosis (TB) atau TBC merupakan penyakit yang menyerang paru-paru. Moms perlu ekstra waspada karena penyakit TBC bisa menyebabkan kematian apabila tidak ditangani dengan tepat. Selain itu, penderitanya juga bisa menularkan penyakit ini kepada orang-orang di sekitarnya.

Sebagai catatan, salah satu gejala umum dari TB adalah batuk yang terjadi secara terus-menerus. Durasinya bisa sekitar 3 minggu atau lebih. Penyakit paru ini disebabkan oleh adanya infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis.

Penularan TBC terjadi melalui percikan ludah pengidapnya. Akan tetapi, proses penularannya membutuhkan kontak yang cukup dekat dan lama dengan pengidapnya. Jadi penularan TBC tidaklah semudah penularan penyakit flu biasa.

Wajib diketahui, Mycobacterium tuberculosis bisa berkembang biak hingga menyebabkan kerusakan pada alveolus (alveoli) atau tempat bertukarnya oksigen dan karbon dioksida pada paru-paru. Tanpa perawatan yang cepat dan tepat, bakteri ini bisa terbawa bersama darah. Selanjutnya, bakteri ini akan menyerang ginjal, sumsum tulang belakang, dan otak, lantas berujung pada kematian. (M&B/Wieta Rachmatia/SW/Foto: Gpointstudio/Freepik)