Type Keyword(s) to Search
FAMILY & LIFESTYLE

Mengenal Sexual Aversion Disorder, Ketika Merasa Jijik untuk Bercinta

Mengenal Sexual Aversion Disorder, Ketika Merasa Jijik untuk Bercinta

Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond

Buat pasangan yang sudah menikah, bercinta jadi sebuah momen intim nan indah yang penting bagi kerekatan hubungan antarpasangan. Namun, ada kalanya seseorang enggan bercinta, bahkan merasa jijik dan membencinya. Hal ini disebut sebagai sexual aversion disorder atau gangguan keengganan seksual.

Buku Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder menyebut sexual aversion disorder sebagai keengganan atau penghindaran, baik secara keseluruhan maupun sebagian, terhadap kontak seksual yang persisten atau terjadi berulang secara ekstrem. Sayangnya, gangguan ini sulit dideteksi karena sering dikira sebagai gangguan lain. Biasanya gangguan ini didiagnosis pada umur 20-an, di mana orang-orang mulai aktif secara seksual.

Lalu, apa saja tanda-tandanya? Apakah gangguan ini bisa diatasi? Dilansir dari Verywell Mind, Berikut ini adalah hal-hal yang perlu Anda tahu soal sexual aversion disorder.

Gejala sexual aversion disorder

Karakter utama yang hanya diasosiasikan dengan sexual aversion disorder adalah keengganan ekstrem untuk melakukan kontak seksual dengan pasangan. Keengganan ini sendiri bisa muncul dalam bentuk kecemasan, rasa takut, dan bahkan rasa jijik terhadap potensi kontak seksual.

Beberapa orang bisa merasa takut terhadap sebuah hal spesifik dari hubungan seksual, seperti air mani atau cairan vagina. Dalam kasus ini, maka mereka dapat menghindari segala bentuk hal yang bisa mendorong mereka untuk berkontak langsung dengan air mani untuk mengurangi risiko serangan panik.

Secara umum, hal ini bisa berujung pada gejala yang umum yang dikaitkan dengan depresi atau gangguan kecemasan yang parah. Hal ini juga bisa berujung pada perilaku menghindar yang dapat diterapkan pada berbagai sisi kehidupan penderitanya.

Para psikolog kemudian juga menganggap bahwa sexual aversion disorder dikarakterisasi dengan adanya rasa jijik terhadap ide berhubungan intim.

Tipe sexual aversion disorder

Sejauh ini, ada 2 tipe sexual aversion disorder, yakni:

1. Seumur hidup (lifelong), yaitu ketika seseorang mengalami gangguan keengganan seksual pada setiap hubungan dan pasangan yang ia miliki. 

2. Didapatkan (acquired), yaitu ketika seseorang mengalami gangguan keenganan seksual sebagai respon terhadap hubungan tertentu. Meskipun begitu, kehidupan seksualnya bisa berfungsi normal jika tidak berada di hubungan spesifik yang ia hindari.

Penyebab sexual aversion disorder

Gangguan seksual ini cukup umum terjadi pada perempuan yang memiliki riwayat trauma seksual, seperti pemerkosaan, hubungan inses, dan pelecehan. Selain itu, gangguan ini juga umum ditemukan pada perempuan yang menunjukkan tanda-tanda PTSD (Post-Traumatic Syndrome Disorder).

Pada sebuah penelitian yang dimuat jurnal Standard Practice in Sexual Medicine, disebutkan bahwa terdapat pengurangan hormon seksual, seperti estrogen dan adrenal androgen, pada pengidap sexual aversion disorder.

Tingkat kecemasan yang meningkat pada penderita gangguan seksual ini juga bisa muncul karena riwayat genetik. Pasalnya, sering kali gejala ini dimiliki oleh orang-orang yang memiliki gangguan serangan panik.

Cara mengatasinya

Cindy M. Meston dari Sexual Psychophysiology Laboratory di University of Texas, menyebutkan bahwa sexual aversion disorder lebih menyerupai gangguan kecemasan daripada gangguan seksual. Oleh karena itu, cara penanganan sexual aversion disorder mirip dengan cara penanganan gangguan cemas.

Beberapa teknik yang bisa dilakukan untuk mengatasi sexual aversion disorder, antara lain:

Desensitisasi sistemik. Metode ini mencakup membuat daftar aktivitas seksual yang memicu rasa cemas bersama terapis. Pasien dan terapis bekerja sama melalui beberapa sesi hingga ia tak merasa cemas terhadap stimulus seksual tertentu.

Penanganan integratif. Metode ini akan mengombinasikan penanganan dari dokter, psikolog, terapis seks, dan terapis fisik.

Penanganan medis. Metode ini dapat berupa medikasi. Banyak medikasi yang diresepkan bagi pasien gangguan keengganan seksual juga diresepkan bagi pasien gangguan kecemasan.

Penanganan psikologis. Metode ini akan melibatkan terapis seks. (M&B/Gabriela Agmassini/SW/Foto: Freepik)