Type Keyword(s) to Search
KID

Saat Anak Praremaja Mulai Naksir Teman, Orang Tua Harus Bagaimana?

Saat Anak Praremaja Mulai Naksir Teman, Orang Tua Harus Bagaimana?

Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond

Belakangan ini Anda melihat tingkah laku anak praremaja Anda agak tak seperti biasanya. Ia tampak tidak fokus, sering melamun, lalu senyum-senyum sendiri. Tak lama setelah tingkah laku “ajaib” itu, ia pun membuat pengakuan, “Ma, ada teman sekolahku yang baik banget, deh. Aku kayaknya naksir dia, Ma!” Duh, rasanya pasti tak karuan ya Moms, mendengar hal ini. Kaget, bingung, panik, dan khawatir, semua jadi satu.

Sebenarnya, rasa tertarik pada lawan jenis merupakan bagian dari perkembangan mental dan masa pubertas anak. Bahkan menurut Cynthia Langtiw dari The Chicago School of Professional Psychology, pada umumnya anak mulai naksir temannya di usia 5 atau 6 tahun, dan itu merupakan hal yang sangat wajar dalam perkembangan sosial emosional seorang anak.

Meskipun wajar, tak dapat dimungkiri bahwa hal ini bisa membuat Moms khawatir. Ditambah lagi dengan berita tentang maraknya pergaulan bebas, yang pastinya bikin Moms makin galau menerima kenyataan bahwa anak Anda sedang jatuh cinta.

Namun, jangan langsung marah dan mewanti-wanti anak ya, Moms. Larangan yang keras dikhawatirkan hanya akan mendorongnya menjadi anak pembangkang dan suka melawan. Lalu, bagaimana seharusnya sikap orang tua ketika anak mulai menyukai lawan jenis?

1. Jangan menghakimi

Reaksi pertama sebagian besar orang tua saat tahu anaknya naksir lawan jenis adalah memberikan ultimatum atau mencecar dengan berbagai pelajaran moral tanpa mau mendengarkan si anak.

Biasanya, orang tua akan memulainya dengan kalimat seperti “Kecil-kecil sudah mau pacaran, mau jadi apa kamu? Tugasmu itu cuma sekolah dan belajar!” Asal Moms tahu, reaksi menghakimi seperti ini saat anak menceritakan soal ketertarikannya pada lawan jenis justru bisa membuatnya menutup diri dan selanjutnya enggan untuk bersikap terbuka lagi.

2. Pahami perasaannya

Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa jatuh cinta merupakan bagian dari perkembangan anak, karena itu akan lebih bijak jika Moms memvalidasi perasaan anak. Hindari untuk menunjukkan rasa marah atau kecewa pada anak karena hal itu hanya akan membuatnya merasa sedih. Hargai perasaannya dengan memberi motivasi yang positif agar ia senang dan membuatnya bertanggung jawab untuk tidak mengecewakan orang tuanya.

3. Banyak bertanya

Jadikan momen ini sebagai kesempatan untuk berdiskusi lebih dalam lagi mengenai emosi dan perasaan serta hubungan dengan lawan jenis itu sendiri. Moms bisa bertanya tentang hal-hal sederhana seperti apa makna dari naksir atau pacaran menurut anak atau apa yang ia sukai dari teman yang ditaksirnya. Sambil menggali informasi dari anak, Moms juga bisa memberikan ia pemahaman supaya tidak melanggar batasan-batasan di kemudian hari.

Agar komunikasi terjalin dua arah dan anak tak merasa sedang diinterogasi, Moms juga bisa menceritakan berbagai hal soal Moms sendiri, seperti pertama kali Moms naksir teman, ataupun pengalaman kencan tak terlupakan. Yang perlu Moms ingat, saat bertanya, hindari untuk menertawakannya apalagi dengan mengatakan jika ia terlalu kecil untuk menyukai teman lawan jenis.

4. Buat kesepakatan

Sebagai orang tua, sudah sepantasnya Moms memberikan batasan-batasan untuk anak, sesuai dengan agama dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Namun, tentunya tidak dengan cara otoriter ya, Moms. Pastikan batasan yang Anda berikan tersebut merupakan kesepakatan antara Anda dan anak.

Ajak anak berdiskusi tentang apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan dengan lawan jenis, misalnya boleh belajar bersama dan duduk bersebelahan tapi tidak berpelukan, berpegangan tangan atau mencium, atau boleh berdekatan tapi hanya di tempat umum. Moms juga bisa membuat perjanjian agar hal ini jangan sampai mengganggu nilai-nilainya di sekolah. Dengan cara ini, anak juga bisa memanfaatkan “naksir-naksiran” ini dengan positif sebagai motivasi untuk belajar dengan lebih baik di sekolah.

5. Jadi “detektif” di media sosial anak

Sekarang ini, anak praremaja biasanya sangat aktif di media sosial ya, Moms. Nah, Moms bisa memanfaatkan media sosial anak sebagai sarana untuk mengenal seperti apa teman-temannya juga pergaulannya. Perhatikan bagaimana kecenderungan unggahan Si Kecil dan bantu ia untuk mengenal batasan privasi di media sosial tersebut. 

Ya Moms, wajar kok, jika Anda khawatir. Tapi, biarkan anak bertumbuh kembang sebagaimana mestinya. Jangan mengekang anak, namun tentu Moms tetap harus mengawasinya, karena pada dasarnya, anak dapat membedakan hal yang baik dan tidak kok, asalkan Moms dan Dads sering memberikan edukasi dan contoh di rumah. (M&B/Nanda Djohan/SW/Foto: Freepik)