Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Beberapa hari ini dunia media sosial sedang dihebohkan oleh kasus anak yang sulit mendapat akta kelahiran. Anak dari seorang ayah bernama Arif Akbar (29) asal Tuban, Jawa Timur, ini sulit mendapat akta kelahiran dari Dinas Pendudukan dan Pencatatan Sipil karena nama yang terlalu panjang. Arif menamai anaknya Rangga Madhipa Sutra Jiwa Cordosega Akre Askhala Mughal Ilkhanat Akbar Sahara Pi-Thariq Ziyad Syaifudin Quthuz Khoshala Sura Talenta.
Nama dengan total 19 kata itu ternyata membuat Arif kewalahan mendapatkan akta kelahiran sejak putranya lahir pada 2019 lalu. Arif juga mengaku sudah pernah mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo dan memohon bantuan agar pemerintah bisa memasukkan anaknya ke basis data kependudukan, namun hasilnya masih nihil sampai saat ini. Padahal, berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 5 disebutkan "Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan."
Sebagai solusi, Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif, meminta Arif Akbar dan istri untuk mengganti nama anaknya menjadi lebih sesuai dengan saran pemberian nama dari pemerintah RI. Memangnya, apa saja saran pemberian nama anak dari pemerintah? Mengutip situs Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, perhatikan beberapa poin berikut ini ya, Moms.
Jangan terlalu panjang
Sebenarnya belum ada Undang-undang yang mengatur seberapa panjang nama anak boleh diberikan, namun Moms harus ingat kalau nama yang terlalu panjang bisa menimbulkan kesulitan. Formulir atau sistem registrasi memiliki keterbatasan kolom nama, contoh saja formulir pendaftaran rekening bank yang umumnya hanya menyediakan 20 kotak untuk diisi per huruf. Kasus Arif di Tuban adalah contoh nyata sulitnya mengisi administrasi jika nama anak terlalu panjang.
"Anaknya kasihan, kami di Dukcapil juga kesulitan. Mungkin secara filosofis itu benar, tapi kami kesulitan memasukkan dalam dokumen. Terpaksa disingkat. Kalau disingkat orang tuanya sering keberatan," ujar Zudan, dikutip dari Kompas.com.
Menurut Zudan, rata-rata nama anak di Indonesia terdiri dari 1-5 kata, namun nama dengan 5 kata bisa dikatakan jarang. Untuk itu Zudan menyarankan untuk memberikan anak nama yang terdiri dari 1-5 kata saja agar Dukcapil bisa dengan mudah mengakomodir keperluan pemberkasan.
Tidak memakai simbol
Walau belum ada peraturan tertulis, namun Zudan menyarankan untuk hanya menggunakan huruf pada nama anak, tanpa menggunakan simbol. Di Indonesia, penggunaan nama dengan simbol mungkin nyaris tidak pernah digunakan, namun di luar negeri, nama anak Elon Musk bisa dijadikan contoh. Zilioner ini memberikan nama anak X Æ A-12 Musk, yang juga terbentur kesulitan administrasi pemerintah California, AS, sehingga nama bayi tersebut terpaksa diubah menjadi X AE A-XII Musk.
Mudah dieja
Selain tidak boleh terlalu panjang, nama anak juga disarankan mudah disebut, dieja, dan mudah diingat. Menurut Zudan, banyak nama yang memiliki huruf konsonan dan vokal ganda, sehingga kerap terjadi kesalahan pencatatan data. Nama seperti itu juga sulit dieja dan sering memicu kesalahan penulisan, yang dampaknya tentu panjang di kemudian hari.
Jangan pakai alias
Jarang terjadi, tapi nama dengan alias masih bisa ditemukan di Indonesia, padahal ini sangat tidak disarankan lho, Moms. Sebagai contoh, nama Rahma Alias Rohmini bisa menyebabkan kebingungan nama, karena penulisan "Alias" di kartu identitas akan dihitung sebagai nama.
Tidak boleh disingkat
Penulisan nama di kartu identitas, akta lahir, dan seluruh surat administrasi tidak boleh disingkat. Contoh penyingkatan nama yang sering ditemukan adalah Muhammad yang disingkat menjadi M saja. Huruf M ini bisa dianggap nama kalau dituliskan di kartu identitas, yang menyebabkan kebingungan karena nama tercatat sebagai M, bukan Muhammad. Untuk itu disarankan untuk tidak menyingkat nama anak dalam akta kelahiran dan berkas lainnya ya, Moms. (M&B/Tiffany Warrantyasri/SW/Foto: Freepik)