Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Setelah lonjakan kasus COVID-19 akibat virus corona varian Delta yang terjadi beberapa waktu lalu, kini muncul virus corona varian baru. Varian baru tersebut adalah varian Mu yang kini menjadi perhatian WHO. Kemunculan varian baru ini perlu mendapat perhatian dan diantisipasi agar tidak menyebabkan lonjakan kasus COVID-19, termasuk di Indonesia.
Varian Mu sendiri kini masuk dalam daftar pantauan WHO. Varian ini pertama kali terdeteksi di Kolombia pada awal tahun lalu dan kini sudah menyebar ke 40 negara di berbagai belahan dunia, mulai dari Amerika Selatan, AS, sejumlah wilayah di Eropa, hingga Jepang.
Apa itu varian Mu?
Dilansir dari CNN Indonesia, varian Mu merupakan varian kelima COVID-19 yang diawasi oleh WHO sejak Maret lalu. Meski dibutuhkan penelitian lebih lanjut, WHO memperingatkan varian ini memiliki sejumlah mutasi yang menunjukkan bisa lebih kebal terhadap vaksin.
Pakar penyakit menular dan genomik di Universitas San Francisco de Quito di Ekuador, Prof. Paul Cardenas mengatakan masyarakat tidak perlu khawatir terhadap perkembangan varian Mu. Varian ini memiliki tingkat resiko penyebaran yang tergolong rendah. Hingga saat ini WHO mencatat penyebaran varian Mu di antara kasus COVID-19 di dunia berada di bawah 0,1 persen.
Bedanya dengan varian Delta
Varian Mu disebut memiliki perbedaan dengan varian Delta yang mendominasi COVID-19 di Indonesia. Kelompok Kerja Genetik Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) mengatakan, virus corona varian baru SARS-CoV-2 Mu atau B.1.621 tak lebih ganas daripada varian Delta.
Menurut Ketua Pokja Genetik FKKMK UGM, dr. Gunadi, SpBA, PhD, COVID-19 varian Mu oleh WHO dikategorikan dalam Variant of Interest (VoI), sedangkan varian Delta masuk kategori Variant of Concern (VoC). Varian dalam kategori Variant of Interest (VoI) berarti perlu dilakukan pemantauan khusus oleh WHO karena memiliki risiko atau masalah potensial lebih kecil daripada varian dalam kategori Variant of Concern (VoC).
Dilansir dari Antara, karena kategorinya tersebut, dr. Gunadi menilai bahwa varian ini tidak lebih ganas daripada varian Delta yang masuk kategori Variant of Concern (VoC). Meskipun begitu, menurut dr. Gunadi, varian ini perlu diantisipasi karena diketahui menyebabkan penurunan kadar antibodi baik karena infeksi maupun vaksinasi.
“Hasil riset awal menunjukkan bahwa virus corona varian Mu menyebabkan penurunan kadar antibodi netralisasi, baik karena infeksi alamiah maupun vaksinasi, serupa dengan varian Beta, namun diperlukan penelitian lebih lanjut,” jelasnya seperti dikutip dari rilis resmi UGM.
Selain itu, dr. Gunadi juga menyebutkan bahwa hingga saat ini virus corona varian Mu belum terdeteksi di Indonesia, namun ia menyarankan agar pintu masuk ke Indonesia harus diperketat agar tidak menyebar luas seperti yang telah terjadi pada varian Delta. Ia juga menekankan pentingnya melakukan vaksinasi untuk mencegah gejala berat atau keparahan saat melawan sejumlah varian, termasuk varian Mu.
Menurut dr. Gunadi, virus corona terus bermutasi dengan memunculkan varian-varian baru yang memiliki tingkat keganasan dan keparahan yang berbeda apabila terinfeksi. Namun, mereka yang sudah pernah terpapar COVID-19 maupun yang telah mendapat vaksin sudah memiliki kekebalan alami. “Kekebalan alami yang ditimbulkan oleh infeksi alamiah pasti ada, tapi seberapa besar bisa melindungi dari risiko terinfeksi varian lain diperlukan riset lebih lanjut,” tegasnya menekankan pentingnya untuk segera vaksinasi. (M&B/SW/Foto: senivpetro/Freepik)