Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond
Setelah memperoleh vaksinasi COVID-19, masyarakat mungkin bertanya, berapa lama vaksin bisa memberikan perlindungan optimal? Pertanyaan ini perlahan mulai terjawab. Sejumlah studi menyebutkan bahwa tingkat antibodi dari vaksinasi COVID-19 bisa mulai berkurang setelah jangka waktu 6 bulan, sehingga kemungkinan diperlukan vaksinasi dosis ketiga atau vaksin booster.
Meskipun begitu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sampai saat ini belum merekomendasikan program dosis ketiga tersebut. Menurut Dr. Kate O'Brien, direktur program imunisasi WHO, masih belum cukup bukti data untuk kemudian mengeluarkan rekomendasi program, terlebih mengingat suplai vaksin yang terbatas dan tak merata di dunia.
Pendapat yang sama juga disampaikan Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra. Ia menilai vaksinasi booster belum dibutuhkan masyarakat umum Indonesia, terlebih cakupan dosis vaksinasi pertama dan kedua masih rendah. Belum lagi persoalan distribusinya ke sejumlah daerah juga masih bermasalah.
Ada beberapa orang yang baru menerima vaksin Sinovac 2 bulan setelah disuntik. Hal ini bisa mengganggu proteksi yang dibangun lewat vaksinasi. "Jarak antara orang yang disuntik pertama kali itu juga harus siap untuk disuntik kedua kali, sehingga efikasi betul-betul optimal, PR Indonesia sebenarnya belum sampai ke diskusi dengan vaksin booster," tegasnya seperti dikutip dari Detik Health.
Pakar epidemiologi Griffith University, Australia, Dicky Budiman, juga mengingatkan sasaran prioritas vaksinasi COVID-19. Masyarakat dinilai belum perlu untuk mendapatkan vaksinasi booster karena kasus kematian COVID-19 banyak berasal dari sejumlah kelompok rentan seperti nakes hingga lansia.
"Untuk vaksin booster ini kita masih harus memprioritaskan tenaga kesehatan atau mereka yang mempunyai komorbid. Karena mereka yang paling banyak berkontribusi pada angka kasus COVID-19 dan kematian," sebutnya.
Vaksinasi booster baru untuk tenaga kesehatan
Sementara itu, dilansir dari laman Sehat Negeriku, portal berita resmi Kementerian Kesehatan RI, Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan sekaligus Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung, dr. Siti Nadia Tarmidzi, menegaskan vaksinasi dosis ketiga (booster) saat ini hanya diberikan kepada tenaga kesehatan maupun tenaga pendukung kesehatan yang telah mendapatkan dosis pertama dan kedua vaksin COVID-19.
"Suntikan ketiga atau booster hanya diperuntukkan untuk tenaga kesehatan, termasuk tenaga pendukung kesehatan," kata dr. Nadia. Diperkirakan jumlah tenaga kesehatan dan tenaga pendukung kesehatan ada sekitar 1,5 juta orang yang tersebar di seluruh Indonesia.
Kementerian Kesehatan juga menegaskan peruntukan booster tidak untuk khalayak umum mengingat keterbatasan pasokan vaksin dan juga masih ada lebih dari 160 juta penduduk sasaran vaksinasi yang belum mendapatkan suntikan.
"Kami memohon agar publik dapat menahan diri untuk tidak memaksakan kepada vaksinator untuk mendapatkan vaksin ketiga. Masih banyak saudara-saudara kita yang belum mendapatkan vaksin. Mohon untuk tidak memaksakan kehendak," tutur Nadia.
Vaksin Moderna untuk suntikan ketiga
Kemenkes sendiri telah menerbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor: HK.02.01/1/1919/2021 tentang Vaksinasi Dosis Ketiga Bagi Seluruh Tenaga Kesehatan, Asisten Tenaga Kesehatan dan Tenaga Penunjang yang Bekerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
"Rekomendasi dari ITAGI (Indonesian Technical Advisory Group on Immunization) saat ini kita dapat menggunakan platform yang sama atau berbeda untuk vaksinasi dosis ketiga. Pemerintah telah menetapkan akan menggunakan vaksin COVID-19 Moderna untuk suntikan ketiga untuk tenaga kesehatan, dikarenakan kita tahu bahwa efikasi dari Moderna ini paling tinggi dari seluruh vaksin yang kita miliki saat ini," imbuh dr. Nadia.
Kendati demikian, pemberian vaksin booster ini tetap akan memperhatikan kondisi kesehatan daripada sasaran. Apabila yang bersangkutan alergi karena memang tidak boleh mendapatkan vaksin dengan platform mRNA, maka ia bisa menggunakan jenis vaksin yang sama dengan dosis pertama dan kedua. (M&B/SW/Dok. Freepik)