Type Keyword(s) to Search
BABY

Kenali Hipoksia pada Bayi, Kondisi saat Bayi Kekurangan Oksigen

Kenali Hipoksia pada Bayi, Kondisi saat Bayi Kekurangan Oksigen

Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond

Hipoksia adalah suatu kondisi di mana pasokan oksigen tidak mencukupi. Hipoksia pada bayi terjadi ketika bayi tidak mendapatkan cukup pasokan oksigen ke otaknya sebelum, selama, atau setelah dilahirkan. Kekurangan oksigen pada bayi ini merupakan kondisi berbahaya, karena dapat menyebabkan cedera otak, cacat permanen, dan defisiensi kognitif, serta dapat mengganggu fungsi organ di dalam tubuh.

Lantas, apa penyebab hipoksia pada bayi? Dan apa yang harus dilakukan saat Si Kecil mengalami hipoksia? Berikut penyebab hipoksia pada bayi yang mungkin terjadi, dampaknya pada Si Kecil, serta cara mengatasinya.

1. Kelahiran prematur

Sebuah artikel yang ditulis oleh para peneliti dari Oregon Health & Science University melaporkan bahwa tidak sedikit kasus kelahiran bayi prematur, atau sebelum 37 minggu kehamilan, yang mengalami hipoksia. Ketika lahir terlalu dini, sistem pernapasan bayi yang belum matang di otak sering gagal memberi sinyal untuk bernapas, mengakibatkan kadar oksigen rendah atau hipoksia di otak.

2. Solusio plasenta

Penyebab lainnya yang dapat mengakibatkan bayi mengalami hipoksia adalah solusio plasenta, yaitu terpisahnya plasenta sebagian atau seluruhnya dari dinding rahim. Ini dapat menghalangi atau mengurangi pasokan oksigen dari ibu ke janin, sehingga kadar oksigen pada janin menjadi rendah dan Si Kecil mengalami hipoksia.

3. Insufisiensi plasenta

Insufisiensi plasenta adalah suatu kondisi di mana plasenta tidak berkembang sempurna atau rusak. Kondisi ini dapat terjadi karena aliran darah Moms tidak mencukupi di masa kehamilan, yang menyebabkan pertumbuhan plasenta tidak sempurna. Pertumbuhan plasenta yang tidak sempurna ini menyebabkan masalah pasokan oksigen pada janin dan bisa mengakibatkan kadar oksigen rendah atau hipoksia di otak.

4. Penyakit paru-paru

Beberapa penyakit paru-paru yang dapat dialami oleh bayi Anda, termasuk penyakit paru-paru obstruktif kronis, edema paru-paru, bronkitis, dan emfisema, dapat menjadi penyebab hipoksia.

5. Masalah persalinan

Adanya masalah selama persalinan, seperti bayi terlilit tali pusat atau kelainan pada jalan lahir, bisa menjadi penyebab lain terjadinya hipoksia pada bayi. Bayi yang terlilit tali pusat saat persalinan menyebabkan ia sulit mendapatkan kadar oksigen yang cukup, sehingga bisa memicu terjadinya hipoksia atau kekurangan kadar oksigen.

Selain itu, kelainan pada jalan lahir yang membuat bayi sulit keluar dan persalinan yang berkepanjangan dapat menyebabkan bayi kurang mendapatkan oksigen, sehingga bisa mengganggu pernapasannya (tercekik) dan detak jantung menjadi tidak normal.

6. Anemia atau hipertensi pada ibu

Ibu hamil yang menderita anemia (kekurangan darah) atau hipertensi (tekanan darah tinggi) selama masa kehamilan juga bisa menjadi penyebab hipoksia pada bayi. Gangguan ini dapat menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen pada janin di dalam kandungan. Jika tidak segera ditangani, kondisi ini bisa mengakibatkan bayi mengalami hipoksia sehingga berisiko cacat lahir, berat badan rendah, atau bahkan lahir mati.

Dampak hipoksia pada bayi

Hipoksia pada bayi bisa mengakibatkan sejumlah kondisi serius, seperti cedera otak terkait dengan asfiksia, hypoxic ischemic encephalopathy (HIE), cacat permanen seperti cerebral palsy dan defisiensi kognitif, serta dapat mengganggu fungsi organ di dalam tubuh.

Penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Neuroscience menunjukkan bahwa hipoksia selama 30 menit saja sudah cukup untuk mengganggu struktur dan fungsi wilayah otak yang penting untuk pembelajaran dan memori.

Secara umum, kondisi serius tersebut bisa berkembang dalam waktu 48 jam setelah hipoksia. Oleh karena itu, sebaiknya bayi harus segera ditangani agar bisa menghindari atau mengurangi beberapa dampak serius hipoksia.

Namun, kebanyakan bayi yang lahir dengan hipoksia ringan dan segera ditangani dapat sembuh tanpa cacat, sementara bayi yang lahir dengan hipoksia sedang atau berat dapat meningkatkan risiko mengalami cacat permanen.

Apa yang harus dilakukan saat bayi mengalami hipoksia?

Dikutip dari Injury Find Law, langkah pertama dalam pengobatan adalah dengan menyadarkan bayi dan menstabilkan aliran oksigen. Setelah ini dilakukan, tergantung pada kebutuhan bayi, perawatan yang mungkin dilakukan, termasuk manajemen hipo atau hipotermia, perawatan terapi oksigen, bantuan ventilator, meningkatkan cairan, dan cooling therapy

Dalam beberapa tahun terakhir, cooling therapy telah menjadi pengobatan yang populer. Cooling therapy dilakukan dengan menggunakan selimut plastik yang disirkulasikan dengan air dingin. Terapi ini bertujuan untuk memperlambat pembengkakan otak dan kematian sel yang dapat menyebabkan kerusakan otak permanen.

Jika hipoksia telah berkembang menjadi cedera otak permanen, dengan defisit kognitif, cerebral palsy, atau kondisi serius lainnya, maka pengobatan difokuskan pada kombinasi obat-obatan dan terapi jangka panjang. Saat ini, belum ada obat yang dapat menyembuhkan secara total cedera otak permanen yang disebabkan oleh hipoksia, jadi kemungkinan besar Si Kecil harus menjalani pengobatan seumur hidup.

Keluarga, khususnya orang tua, mungkin juga memerlukan beberapa bentuk terapi psikologis untuk membantu mengatasi beban emosional dan keuangan yang dihadapi.

Lantas, bagaimana jika hipoksia terjadi saat berada di rumah? Langkah pertama adalah dengan menghubungi segera dokter atau tim medis darurat. Bantu Si Kecil tetap sadar dan berikan kompres dingin, terutama di bagian wajah dan mata, sembari menunggu tim medis darurat datang. Cara ini dilakukan guna memperlambat kerusakan pada otak Si Kecil.

Buat ibu hamil, jangan lupa untuk selalu rutin memeriksakan kandungan pada dokter agar dapat mendeteksi secara dini adanya tanda kekurangan oksigen pada janin Anda. Dengan begitu, dokter bisa memberikan penanganan yang tepat untuk menghindari atau mengurangi beberapa dampak serius hipoksia. (Fariza Rahmadinna/SW/Dok. Freepik)