Type Keyword(s) to Search
BABY

Bayi Bau Amis? Waspadai Fish Odor Syndrome, Moms!

Bayi Bau Amis? Waspadai Fish Odor Syndrome, Moms!

Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond

Bayi memang memiliki aroma tubuh yang sangat khas ya, Moms. Tak heran jika orang tua sering membaui tubuh bayinya untuk menikmati "bau bayi" yang khas banget. Sangat normal jika bayi memiliki bau tubuh, yang terkadang juga disebut "bau susu" karena baunya bisa agak keasaman jika bayi berkeringat atau baru muntah. Semua bau itu tentu bisa hilang setelah mandi.

Namun bagaimana jika tubuh bayi Anda bau amis dan tak hilang hanya dengan mandi? Wah, ini bukan hal yang bisa disepelekan, karena tubuh atau urine bayi bau amis bisa jadi tanda fish odor syndrome (FOS) atau sindrom bayi bau amis lho, Moms! Yuk, ketahui lebih lanjut mengenai masalah bayi bau amis.

Penyebab bayi bau amis

Ketika tubuh atau urine bayi berbau amis dan menetap, maka Moms perlu mencurigai FOS atau fish odor syndrome. Dalam istilah medis, kondisi ini disebut dengan trimethylaminuria, yang menurut Baby Center diartikan sebagai kelainan metabolik di mana tubuh bayi tidak bisa memecah komponen trimethylamine (senyawa yang sama dengan yang menyebabkan ikan mati berbau amis).

Trimethylamine atau TMA adalah produk dari hasil pencernaan yang dilepaskan oleh bakteri di dalam perut. Mengutip Medical News Today, TMA dihasilkan tubuh ketika Anda mengonsumsi makanan seperti telur, hati, ikan, legum, dan beberapa jenis sayuran.

Umumnya enzim di tubuh akan memecah TMA agar dapat dicerna tubuh. Namun pada tubuh penderita FOS, terjadi mutasi gen yang mengontrol enzim, sehingga tubuhnya tidak bisa memecah kimia dengan baik. Ketika proses metabolisme normal gagal terjadi, maka TMA akan menumpuk di tubuh dan baunya keluar melalui keringat, urine, dan bahkan napas.

Penyakit keturunan

Menurut National Organization for Rare Disorders, FOS atau sindrom bau amis ini sebenarnya adalah penyakit langka. Uniknya, FOS merupakan penyakit genetik yang diturunkan jika kedua orang tua sama-sama memiliki gen FMO3 yang tidak normal.

FMO3 adalah flavin yang mengandung monoxygenase 3, sebuah gen kode protein yang bertanggung jawab pada trimethylamine. Jika hanya satu orang tua yang menurunkan gen tidak normal, maka anak tersebut hanya menjadi pembawa gen, namun biasanya tidak menunjukkan gejala FOS.

Menurut NORD, risiko anak mengalami FOS jika kedua orang tuanya menurunkan gen tidak normal adalah 25 persen di tiap kehamilan. Risiko anak menjadi pembawa atau carrier adalah 50 persen di tiap kehamilan. Sedangkan kemungkinan anak menerima gen normal adalah 25 persen, baik pada anak perempuan maupun laki-laki.

Pemicu bau menyengat

Tanda FOS sudah pasti bau amis yang keluar dari keringat, urine, napas, atau cairan tubuh lainnya. Kekuatan bau amis pada setiap orang tentu berbeda-beda, ada yang ringan, ada juga yang cukup menyengat. Semakin berkeringat tubuh, maka bisa semakin meningkat juga kekuatan baunya. Begitu juga ketika penderita FOS sedang stres atau rewel.

Pada penderita FOS yang sudah dewasa, bau amis ini juga bisa semakin menyengat sebelum dan saat menstruasi, sekitar masa menopause, dan setelah mengonsumsi kontrasepsi oral. Tidak ada gejala lain selain bau amis, namun dampaknya bisa menyerang kesehatan mental, emosional, dan sosial. Orang tua dari bayi dengan FOS juga bisa merasa tertekan, karena muncul kekhawatiran anaknya akan dikucilkan.

Berdamai dengan FOS

Sayangnya, tidak ada pengobatan untuk mengatasi sindrom bau amis ini. Meski begitu, tentu ada banyak cara untuk mengurangi dan mengendalikan bau tidak sedap yang keluar. Sangat disarankan untuk menghindari atau mengurangi makanan yang tinggi kolin dan trimethylamine, seperti produk susu, telur, hati, jeroan, kacang tanah, kacang polong, produk kedelai, brokoli, kembang kol, kubis, dan minyak ikan.

Dokter mungkin juga akan memberikan antibiotik yang mengurangi bakteri di saluran cerna untuk membantu mencegah produksi trimethylamine. Jika kondisi sedang parah, dokter mungkin akan memberikan obat pencahar yang mengurangi waktu makanan melewati saluran cerna, agar tidak terlalu banyak trimethylamine yang dihasilkan.

Menurut National Human Genome Research Institute, beberapa jenis suplemen bisa dikonsumsi untuk mengurangi jumlah trimethylamine di urine, seperti: activated charcoal, copper chlorophyllin, riboflavin, dan vitamin B2. Namun semua suplemen tersebut harus diberikan sesuai dengan saran dokter ya, Moms, tidak boleh asal. (Tiffany/SW/Dok. Freepik)