Type Keyword(s) to Search
BABY

Mengenal Kriptorkismus, Gangguan Alat Kelamin pada Bayi

Mengenal Kriptorkismus, Gangguan Alat Kelamin pada Bayi

Follow Mother & Beyond untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Instagram @motherandbeyond_id dan Youtube Mother & Beyond

Kriptorkismus, Anda familiar dengan istilah ini, Moms? Kriptorkismus merupakan salah satu jenis kelainan alat kelamin pada bayi laki-laki yang paling sering terjadi. Kriptorkismus adalah kondisi bayi laki-laki lahir tanpa salah satu atau kedua testis (buah zakar) di kantung skrotum.

Diperkirakan, ada sekitar 1 dari 25 bayi laki-laki lahir dengan kondisi ini. Kelainan ini lebih berisiko terjadi pada bayi yang lahir prematur. Sekitar 30 persen bayi prematur mengalami kriptorkismus.

Perlu diketahui, kriptorkismus juga dikenal dengan sebutan undescended testis yang artinya testis tidak turun. Hal ini karena hampir seluruh bentuk dari kriptorkismus terjadi akibat tertunda atau terhentinya proses penurunan testis dari rongga perut ke dalam kantong buah zakar (skrotum).

Penyebab kriptorkismus

Proses pembentukan dan perkembangan testis di dalam rahim terbagi menjadi dua fase. Fase pertama terjadi pada masa awal kehamilan. Pada fase ini, terjadi pembentukan testis di rongga perut yang dipengaruhi oleh hormon androgen. Pada fase ini, sangat jarang terjadi masalah.

Fase selanjutnya dimulai sejak sekitar usia 7 bulan kehamilan. Pada fase ini, testis yang sudah terbentuk akan turun secara bertahap dari rongga perut melalui saluran inguinal yang ada di sepanjang selangkangan ke skrotum.

Sebagian besar kasus kriptorkismus terjadi di fase kedua. Sehingga testis yang sudah terbentuk mengalami keterlambatan penurunan atau tidak turun, sehingga tetap ada di saluran inguinal, berada di tempat yang salah (ektopik), atau naik ke saluran inguinal setelah sempat turun sebelumnya (retraktil).

Walau jarang terjadi, tidak turun atau tidak ditemukannya testis pada skrotum juga bisa disebabkan oleh kelainan pembentukan testis yang terjadi di fase pertama. Akibatnya, testis memang tidak terbentuk sehingga tidak ditemukan di kantong buah zakar maupun di saluran inguinal.

Penyebab pasti terjadinya kriptorkismus belum diketahui. Meski demikian, faktor genetik dan lingkungan diduga memengaruhi terjadinya kondisi ini. Selain itu, terdapat sejumlah kondisi pada bayi dan ibu hamil yang disinyalir dapat meningkatkan risiko terjadinya kriptorkismus, yaitu:

• Lahir prematur atau kelahiran sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu.

• Lahir dengan berat badan rendah.

• Memiliki riwayat kriptorkismus atau gangguan perkembangan kelamin dalam keluarga.

• Paparan bahan kimia, seperti pestisida, dietilstilebestrol, phtalets, atau dioxin selama kehamilan.

• Ibu memiliki kebiasaan mengonsumsi alkohol selama masa kehamilan.

• Ibu terpapar asap rokok selama masa kehamilan.

• Ibu mengalami obesitas atau diabetes selama masa kehamilan.

Gejala kriptorkismus

Testis adalah sepasang kelenjar penting di dalam sistem reproduksi pria. Organ ini berfungsi untuk memproduksi sperma dan hormon testosteron. Kelenjar ini berbentuk lonjong seperti telur, bertekstur lembut, dan dibungkus oleh kantung kulit bernama skrotum.

Pada kondisi normal, testis akan turun dan menggantung di bawah perut, tepatnya di tengah pangkal paha dan di belakang penis. Kelenjar ini perlu menggantung di luar tubuh karena produksi sperma memerlukan temperatur lebih rendah dari temperatur tubuh.

Pada kriptorkismus, salah satu atau kedua testis tidak ada di dalam skrotum saat bayi lahir. Kondisi ini bisa langsung diketahui dokter dengan melihat atau meraba area skrotum bayi, baik saat bayi baru lahir atau saat dilakukan pemeriksaan rutin.

Tidak ada gejala spesifik lain pada kriptorkismus. Kondisi ini tidak menyebabkan nyeri atau gangguan berkemih pada anak. Meski begitu, kriptorkismus yang tidak ditangani dengan tepat bisa menyebabkan gangguan produksi sperma. Oleh karena itu, kondisi ini perlu segera ditangani. Penanganan kriptorkismus bisa berupa operasi atau pembedahan, terapi hormon, atau terapi lainnya. (Wieta Rachmatia/SW/Dok. Freepik)